All Chapters of AYAH UNTUK DEVAN: Chapter 71 - Chapter 80
126 Chapters
BAB 71
Tangisan itu pecah dalam pelukan suaminya. Malam ini dia benar-benar menumpahkan semua kekesalan beberapa minggu ini, menumpahkan rasa cemburunya. Helsa sedikit berjinjit untuk mengalungkan tangannya pada leher Adryan. Pelukan itu masih sama. Adryan memeluk wanitanya begitu erat, saking eratnya dia tidak sadar istrinya lagi hamil. Dasar pria amnesia! "Saya memang tidak mengingat kamu, tapi saya yakin kamu adalah perempuan yang saya cinta. Jangan pergi Helsa, saya butuh kamu." Runtuh sudah pertahanan Adryan untuk tidak menyentuh wanita itu, dia tidak tega melihat Helsa menangis. Wanita itu membutuhkannya, begitu juga dia. "Maaf kalau sikap saya buat kamu tidak nyaman," ujar Adryan. Helsa merenggangkan pelukan itu, jemarinya menelusuri setiap inci wajah suaminya, dia tersenyum dalam air matanya. Helsa kembali berjinjit, lalu memberi kecupan rindu pada dua mata milik sang suami. "Helsa takut Mas pergi. Helsa takut terlupakan. Helsa nggak mau kehilangan Mas Adryan," tuturnya dengan
Read more
BAB 72
"Let's making love, baby girl." Adryan menatap dalam netra hitam yang begitu cantik, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Helsa ingin teriak, tapi dia sadar tidak akan ada yang mendengarnya. Lagian, untuk apa dia berontak, toh pria di hadapan ini adalah suaminya. Adryan mengalungkan kedua tangan Helsa ke lehernya, lalu menautkan bibir mereka. Ciuman itu sangat lembut, namun lama-kelamaan menuntut. Helsa yang merasa pasokan udaranya berkurang segera melepas pangutan itu. Dia tertunduk mengambil kembali oksigen yang terasa berkurang, lalu mendongak. "Mas, Helsa nggak bisa." "Mas Adryan nggak ingat siapa Helsa," tambahnya. Dia tersenyum kecil, namun Helsa tahu ada guratan kecewa pada wajah tampan itu. Adryan menginginkan lebih, tapi Helsa tidak siap harus melakukan ini disaat Adryan bahkan tidak mengenalnya. "Mulai malam ini kita tidur bareng," tanda Adryan. Helsa mengangguk antusias, dia tidak mau Adryan merasa ditolak seperti tadi. Setelah mendapat jawaban, pria itu memba
Read more
BAB 73
"Assalamualaikum." Nada ucapan salamnya begitu lembut masuk melalui indra pendengaran. Helsa menduduki kursi kecil yang dibawa dari apartemen, duduk disamping makam Papanya. Usia kandungan dan perut yang semakin membesar tidak memungkinkan dia untuk berjongkok. "Pa, anaknya datang nih. Apa kabar?" Ia mengusap lembut nisan itu. "Yuda Andrean," lirih seseorang yang sudah duduk disampingnya. Adryan membaca nama itu di pusara makam ayah mertuanya, nama itu tidak asing untuknya. "Saya seperti mengenal nama itu," tuturnya. Helsa tersenyum simpul mendengar penuturan suaminya , matanya tidak lepas dari nisan itu. Dia tertegun melihat pergerakan tangan Adryan yang membersihkan beberapa daun yang jatuh di atas gundukan tanah itu. "Pa, emang Papa kenal laki-laki disamping aku?" sindir Helsa. Netranya melirik Adryan yang menukik alisnya, dia sudah merasa disindir. "Dia aja nggak kenal Helsa," suaranya merendah. "Lagi berusaha, bilangin," seru Adryan dari sampingnya. "Dia jalan sama perem
Read more
BAB 74
Jam sudah menunjukkan pukul 02:00 WIB, dini hari. Jeritan tangis dari wanita yang masih tertidur membangunkannya. Adryan menyalakan saklar lampu kamar, melihat dan mendengar Helsa yang menangis dalam kondisi tertidur. Ya, itu dari alam bawa sadarnya, wanita itu mimpi buruk. "Helsa ..." panggilnya. Belum sadar, Adryan terus berusaha untuk membangunkan Helsa. Wanita itu sampai mengeluarkan butiran air mata, entah apa yang dia mimpikan hingga seperti ini. Beberapa kali tepukan pada pipi akhirnya berhasil membangunkan istrinya. Kelopak matanya terbuka sempurna, Helsa mengubah posisinya duduk bersandar di kepala ranjang. Jantungnya berdebar tak karuan, nafasnya memburu hebat. Netranya tampak lesu, Adryan bisa melihat dari tatapannya sekarang. "Mas," Helsa meraih tangan suaminya, lalu mencium punggung tangan itu. "Jangan tinggalin Helsa." "Kamu kenapa? Mimpi buruk?" Helsa tidak menjawab, kedua tangannya justru dikalungkan pada leher suaminya, menghirup dalam aroma tubuh itu. "Apa semu
Read more
BAB 75
Jam sudah menunjukkan pukul 11:00 WIB, terik matahari di luar begitu menyengat. Cahaya dari luar menembus ke kamar saat gorden jendela dibuka. Helsa menggeliat dalam tidurnya, merasakan kecupan-kecupan manis pada wajahnya. "Helsa, masa mau tidur terus? Kamu harus makan, sayang." Adryan menarik pelan selimut yang membalut tubuh polos istrinya, Helsa bahkan belum mandi setelah bertempur bersama suaminya. Dia sudah tidur selama satu jam setelah selesai, sedang sang suami sudah bersih. "Ayo dong, Sa. Mas udah buatin kamu susu juga, tadi katanya kangen susu vanila buatan Mas." "Helsa capek," balas wanita itu, selimutnya kembali ditarik untuk menutup tubuhnya. Adryan berdecak sebal, Helsa selalu keras kepala. Dia tidak memikirkan janin yang juga butuh asupan nutrisi, hal seperti ini kadang membuat Adryan kesal setengah mati. Pria itu lantas mengambil makanan yang dia sendiri masak, dan membawa ke kamar. Istri kecilnya ini memang banyak tingkah. "Makan nggak, Sa? Mas udah bawah kesini,"
Read more
BAB 76
"Hati-hati di jalan mbak Viola, Mas Jeff." Helsa melambaikan tangan pada sepasang kekasih yang baru saja memasuki lift. Malam ini dia bahagia bisa mengenal lebih dekat dengan Viola. Perempuan itu sangat ramah, sifatnya bisa dikatakan seperti Jefry. Kata Viola, mulai saat ini mereka berteman. Pintu apartemen ditutup kembali, sampai didalam dia tidak menemukan keberadaan suaminya. Apa mungkin di toilet? "Mas..., dimana?" panggilnya. "Balkon, sayang," sahut Adryan dari sana. Dia menghampiri suaminya yang sedang duduk di balkon kamar, ditemani segelas orange jus yang baru dibuatnya. Helsa mengacak surai hitam Adryan dengan gemas, lalu dengan asal merampas minuman milik sang empunya. "Kebiasaan," tanda Adryan lalu menarik Helsa duduk dipangkuannya. Tangan kekar itu melingkar di pinggang istrinya, pundak wanita itu dibuat sebagai tumpuan dagunya. "Bintangnya banyak malam ini," ujar Helsa. Netranya menatap takjub pemandangan langit malam, dengan milyaran bintang dan satu bulan yang te
Read more
BAB 77
Derap langkah kaki terdengar dari pintu masuk apartemen, dengan cepat Helsa masuk ke kamar mandi dan membasuh wajahnya. Tidak lupa dia menyetel sebuah drama korea pada macbooknya, seolah dia sedang menonton drama tersebut. Hal itu dia lakukan untuk mengalibi suaminya, sejak siang tadi Helsa tidak berhenti menangis. Memikirkan setiap ucapan mertuanya. Dia bahkan tidak sempat makan. "Helsa? Sayang, kamu dimana?" panggil Adryan dari luar, sepertinya dia sudah berada di kamar. "Lagi di kamar mandi," sahutnya dari sana. Untuk beberapa detik Helsa membiarkan dirinya tenang, pantulan cermin wastafel menunjukkan bagaimana matanya begitu sembab, bahkan matanya hampir tak bisa dibuka karena terlalu banyak menangis. "Tenang Helsa." Ditariknya tuas pintu kamar mandi, lalu matanya mendapati suaminya yang baru keluar dari walk in closet bertelanjangkan dada. Pria itu hanya mengenakan celana boxer, entah apa yang dilakukan di walk in closet kalau pas keluar hanya dengan celana itu. "Mas tumben
Read more
BAB 78
Pemandangan dari Villa milik keluarganya tidak kalah cantik karena disampingnya merupakan hamparan laut yang begitu luas. Helsa menghirup dalam angin laut yang menerpa wajahnya. Sudah dua malam wanita ini tidur tanpa ditemani suaminya, karena memang pria itu harus berada di hotel selama tiga hari untuk mengikuti Rakernas IDI. Bukan tidak mau menginap di Villa, tapi memang jarak dari Villa ke hotel tempat acara itu sangat jauh. Tadinya dia ingin mengajak Helsa, tapi wanita ini memilih menetap di Villa. Buat aku, bisa hidup sama kamu udah lebih dari sempurna. I love you so much. "Kamu bodoh." Dia memejamkan mata. Entah mengapa kalimat itu terlintas di ingatannya. "Bajingan emang," lirihnya. "Siapa yang bajingan?" Suara baritone itu membuat Helsa tersenyum sumringah. Adryan berjalan dari pintu samping villa menuju padanya. "Suami Helsa udah pulang. Bukannya tiga hari ya, Rakernasnya?" tanyanya. "Jadwal dikosongkan, jadi Mas balik kesini. Mau tidur sama kamu." "Kopernya ditinggal
Read more
BAB 79
"Sayang...," Suara berat khas bangun tidur itu sedari tadi memanggil nama wanitanya. Jika biasanya ada Helsa disampingnya, maka pagi ini berbeda, Adryan tidak menemukan keberadaan istrinya. Seisi Villa sudah dia periksa, namun hasilnya nihil. "Apa Helsa lagi keluar?" lirihnya. Mungkin saja wanita itu sedang jalan-jalan sebentar, tapi dia khawatir. Helsa tidak biasa seperti ini, bahkan nomor handphonenya tidak aktif. Dari dapur, Adryan langsung ke kamar, bersiap-siap kembali ke hotel, melanjutkan Rakernas hari terakhir. Pikirnya, mungkin sebentar lagi Helsa kembali. Saat hendak menarik tuas pintu kamar, mbok Ayu yang mengurus Villa ini datang dari arah pintu samping dekat kolam renang. Wanita yang masih berusia kepala empat itu membawa beberapa buah dalam keranjang. "Mbok, lihat Helsa?" tanya Adryan. Wanita itu sedikit terkejut dengan suaranya, "Mas dokter buat kaget saja." "Mas ini kok tidak tahu istrinya pergi, sudah dari jam lima subuh keluar rumah. Bawa sama kopernya," teran
Read more
BAB 80
Suasana ruang keluarga di rumah tuan Franco Brawijaya tampak damai, dilihat dari candaan sepasang wanita yang tengah asyik berbincang. Bunda Marimar tertawa banyak, hari ini wanita paruh baya itu sangat lega. Akhirnya hari yang ditunggu tiba, Helsa mau pergi dari kehidupan putranya. Bahkan menantunya itu mengirim surat gugatan cerai ke rumah. Dan wanita yang kini bersamanya adalah dokter Uni. "Bunda, apa sekarang Adryan masih bersama Helsa?" tanya Uni. "Mereka sedang di Bali, atau mungkin saja Helsa sudah tidak bersama Adryan." Uni mengangguk paham, kalau saja kemarin dia ke Bali untuk mengikuti Rakernas mungkin saja akan bertemu dengan teman lamanya. Mereka juga bisa nginap di hotel yang sama. "Bunda nggak kasihan sama Adryan?" tanya Uni prihatin. "Bunda lebih kasihan jika anak bungsu bunda harus terjebak dengan orang salah." PRANG!!!!!! PRANG!!!!! "Terjebak dengan orang yang salah? Senang banget kayaknya, Bun. Puas banget ya, baca surat itu." Suara baritone dari pintu dan
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status