Semua Bab AYAH UNTUK DEVAN: Bab 91 - Bab 100
126 Bab
BAB 91
Akmal bersandar pada kepala ranjang, memeluk erat pacarnya. Tak henti mencium puncak kepala gadis yang selalu ia rindukan, yang selalu ia tunggu kehadirannya. Helsa kembali, gadis itu tidak benar-benar pergi. Helsa menepati janji untuk bersamanya selalu. "Jangan pergi lagi," titah Akmal, ada kerinduan dari sorot matanya. "I miss you," ucap Helsa, tangannya membalas pelukan pacarnya lebih erat. "Sa, anak kita," sebutnya sembari menyentuh perut pacarnya yang buncit. Akmal terlonjak saat mendapat satu tendangan dari janinnya, setitik air mata meluruh, ia terharu. "Kata dokter, jenis kelaminnya cowok," ujar Helsa, mengusap air mata pada pipi laki-laki itu. "Dia bisa jagain aku," tambah Helsa. "Aku juga bisa jaga kamu," tanda Akmal tidak mau kalah. Masa anaknya saja yang bisa menjaga Helsa. "Iya, kamu juga." Keduanya larut dalam perbincangan hangat. Akmal menceritakan keadaan nya semasa ditinggal Helsa. Begitu juga Helsa, banyak hal yang ia ceritakan setelah perpisaha
Baca selengkapnya
BAB 95
Denting jam dinding berbunyi seiring dengan isak tangis wanita di sampingnya. Adryan mengerjap matanya berulang kali, menoleh ke sang istri yang tertidur. Helsa mungkin tertidur, namun tidurnya sembari menangis. Semenjak mereka menikah, kejadian seperti ini sudah berulang kali Adryan lihat. Alam bawa sadarnya kembali menjerit. Bahkan wanita itu menangis hingga sesegukan, terkadang Helsa akan bergumam menyebut papanya seraya menangis. Lebih parahnya, nama Akmal pernah ia gumamkan. Tapi itu saat sebelum mereka nikah. Adryan menjadi saksi bagaimana hancurnya seorang Helsa yang dikhianati pacarnya. Helsa mungkin tidak pernah menyadari hal tersebut, maka dari itu Adryan tidak pernah membicarakan hal ini Ia membawa Helsa tidur dalam pelukannya, mengusap punggung wanita itu, membisikkan kata-kata penenang. Hingga wanita itu tertidur tanpa menangis. Adryan tahu kebahagiaan yang diberikannya belum bisa menyembukan luka masa lalu istri kecilnya itu. "Jangan nangis, Helsa. Mas disini buat k
Baca selengkapnya
BAB 94
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, Ranaya baru saja masuk ke rumah. Di dalam sana, gadis itu disambut oleh Mamanya dan Akmal. Laki-laki itu sudah di rumahnya sejak satu jam lalu. Ada urusan apa dia kemari? "Kamu pulangnya kurang malam, Ranaya," tegur Mamanya, "Akmal nungguin kamu dari tadi." "Macet, Ma," selah Ranaya. "Akmal, tante ke belakang ya," pamit wanita itu. "Baik tante," jawabnya dengan sopan. Ranaya meletakkan beberapa paperbag diatas sofa, duduk disana dan memandang penuh curiga pada laki-laki itu. "Ada keperluan apa lo ke rumah?" tanya Ranaya langsung ke intinya. "Lo habis dari mana?" Akmal balik bertanya. "Belanja, makan, nonton. Kenapa emang?" "Sama Helsa?" tebak Akmal. Ranaya tidak begitu terkejut saat Akmal menyebut nama sahabatnya, tampak biasa saja. Malahan gadis itu menyerngit. "Lawak lo? Gue aja nggak tahu Helsa dimana," seru Ranaya. "Ray, udah nggak ada yang perlu lo tutupi. Helsa masih di Jakarta, kan?" Ranaya mendengus pelan, "iya, tadi gue
Baca selengkapnya
BAB 93
Good morning, Sunshine. Mas berangkat lebih pagi ya, sayang. Jangan lupa sarapannya dimakan. Kalau udah mau berangkat chat Mas. Ingat, pulangnya nggak boleh malam. Nggak boleh capek, nggak boleh makan makanan atau minuman cepat saji. Secarik stick notes berwarna orange tergeletak diatas nakas, bukan hanya itu, ada sarapan juga disana. Roti gandum dan susu sudah tersedih untuknya, oh satu lagi jangan lupa bahwa Adryan juga meninggalkan black card untuknya. Padahal Helsa selalu mengatakan bahwa uang bulanan sudah sangat cukup untuknya, apalagi Renata juga masih memberikan uang bulanan untuknya. Dan jangan lupakan uang mahar miliknya yang belum ia pakai sama sekali. Kepada Renata, Helsa sering mengatakan tidak enak hati karena mamanya itu masih memberi uang bulanan untuknya. Karena bagi Helsa, dia sudah menjadi tanggung jawab suaminya. Begitu pun Adryan, pria itu selalu mengatakan kepada Renata untuk tidak memanjakan Helsa seperti itu. Wanita itu sudah menjadi tanggung jawabnya. B
Baca selengkapnya
BAB 92
Ujian Nasional berjalan dengan semestinya. Ini hari keempat sekaligus menjadi hari terakhir. Khusus hari terakhir ini, Adryan tidak berangkat ke rumah sakit hanya untuk menemani istrinya ujian. Dan lihat, pagi sekali pria itu sudah sibuk membuat sarapan untuk istrinya, yang pastinya dibantu mbak Intan. Hari ini ia bangun lebih cepat dari biasanya. Sedangkan ibu hamil itu masih terlelap. Pria itu pandai dalam mengolah makanan, hanya saja sejak menikah ia menjadi malas. Selama di apartemen kemarin Helsa yang selalu masak untuknya, namun seiring berjalannya waktu ia tidak mengijinkan istrinya bekerja. Oatmeal dengan potongan strawberry, roti gandum isi telur dan sedikit alpukat, susu ibu hamil sudah tersedia diatas meja makan. Jangan lupakan beberapa menu sarapan untuknya sendiri. "MAS ADRYAN!!!" Adryan yang sedang meneguk air putih seketika tersedak saat suara teriakan yang diiringi tangisan dari dalam kamar menggema. Gelas yang tadinya dipegang sekarang berpindah ke lantai dan menj
Baca selengkapnya
BAB 96
Aroma lavender dalam ruangan membuat Helsa betah berlama-lama disini. Kamar ini menyimpan sejuta kenangan bersama sahabat-sahabatnya. Bahkan kenangan bersama mantan pacarnya. Helsa ingat sekali saat bagaimana enam orang gadis dengan seragam SMA yang berdesakan tidur di atas ranjang itu, bahkan Diandra dan Bella sempat jatuh ke lantai. Bicara soal Bella, apa kabar dengan gadis itu? Helsa sudah memaafkannya. Rindu, Helsa merindukan mereka. Mungkin sekarang gadis-gadis itu sedang berlibur menikmati masa muda mereka atau mungkin sedang mempersiapkan diri untuk masuk ke universitas. "Sampai bertemu lagi," ucap Helsa. Pertemuan beberapa hari lalu mungkin menjadi yang terakhir, karena Adryan sudah tidak mengijinkan istrinya untuk keluar apalagi dengan kondisi kehamilan Helsa yang sudah membesar. Katanya, jika teman-temannya ingin bertemu, langsung saja ke rumah. Helsa membuka laci nakas, disana ada sebuah flashdisk dan ponsel lama milikknya. Ponsel itu sudah tidak ia paka
Baca selengkapnya
BAB 97
Adryan melangkah tegas memasuki ruangan dokter Bagas, Kepala Rumah Sakit Mawar Medika. Tidak memakai pakaian formal seperti biasa, pria itu hanya mengenakan celana training dan kaos berwarna abu-abu yang dibalut dengan hoodie hitam. Di ruangan dokter Bagas, Daniel masih ditahan sejak kejadian siang tadi. Laki-laki yang berprofesi Analisis Kesehatan itu terlihat sangat berantakan. Adryan menahan emosinya saat melihat Daniel, begitu pun dengan Daniel yang sama sekali tidak ingin melihat Adryan. Perbuatannya salah karena sudah membahayakan nyawa seseorang, apalagi orang itu adalah istri dari pria yang hatinya begitu mulia. "Helsa sudah di kamarnya, dokter Adryan?" tanya dokter Bagas. "Sudah, mungkin sebentar lagi suster Diana akam memasang infus," jawabnya. Dokter Bagas mengalihkan atensinya pada Daniel yang sejak tadi tidak bersuara. "Bicara seperti apa yang mau kamu sampaikan pada dokter Adryan, jangan mengulur waktu," tegas dokter Bagas pada Daniel. "Saya hanya disuruh, dokter.
Baca selengkapnya
BAB 98
"Selamat pagi." Seorang perawat tersenyum canggung pada Helsa. Wanita berpakaian Oka itu merasa aneh saat mendengar Adryan menyapa Helsa layaknya pasien lain. Sayang? Oh, panggilan tidak berlaku saat Adryan sedang bertugas. "Selamat pagi, cantik," sapa perawat berusia kepala tiga pada Helsa. Adryan bekerja secara profesional. Helsa akan menjadi pasiennya saat ia sedang bertugas. Wanita hamil itu akan diperlakukan sama seperti pasien lainnya, tidak boleh lebih. "Sudah sarapan?" tanya Adryan. Dengan penlight ditangannya, ia memeriksa kondisi mata Helsa. Mata sayu itu selalu terlihat pucat. Itu yang selalu Adryan lihat sejak pertama mereka bertemu. Istrinya memang menderita anemia berat. "Belum, dokter," jawab Helsa seadanya. Wanita itu masih kesal pada Adryan yang meninggalkannya begitu saja pagi tadi. "Kenapa belum? Lagi nungguin siapa emang?" Adryan bertanya, lihat bagaimana senyuman kecil terpatri pada bibirnya. Pria itu memang sengaja bertanya. "Nungguin mama saya,"
Baca selengkapnya
BAB 99
Hari berlalu dengan semestinya. Beberapa minggu yang lalu setelah dirawat selama enam hari di rumah sakit, kadar Hemoglobin wanita hamil itu kembali normal, bahkan sempurna. Adryan tidak perluh khawatir saat Helsa bersalin nanti. Usia kandungannya sudah memasuki bulan kesembilan, itu berarti hanya menunggu hari kelahirannya saja. Jujur, saat ini Adryan begitu khawatir saat Helsa harus ditinggal sendiri di rumah. Jika Adryan berada diluar rumah, maka Helsa akan meladeni telpon setiap dua puluh menit sekali. Menyebalkan sekali. "Mas, besok kan dengar kelulusan, kalau nilai Helsa bagus dikasih hadiah kan?" "Terus nanti lusa kan pengumuman kelulusan juga dari Toronto, berarti hadiahnya ada dua," tambah Helsa. "Emang mau hadiah apa, sayang?" Adryan melepaskan buku yang sejak tadi ia baca, sekarang atensinya beralih pada Helsa. "Kan ada dua hadiahnya, satunya Helsa yang tentuin, satunya lagi terserah mau kasih apa aja," jawab Helsa. "Kasih apa aja, serius?" Adryan memastikan. "Iya, a
Baca selengkapnya
BAB 100
Malam yang penuh dengan emosi dan air mata penyesalan yang tiada akhir. Satu botol alkohol diteguknya hingga tandas tanpa jeda. Masih terselip tangisan dalam racauannya. Sepulang dari rumah Helsa, Akmal meminta Reno menemaninya minum di rumah tantenya. Bukan hanya Reno, ada David dan Dimas juga disana. Sudah lima bulan Akmal tidak pulang ke rumahnya. "Akmal nangis dari rumahnya Helsa?" tanya David pada Reno, memandang kondisi temannya. "Begitu, lah." "Semua orang punya kesalahan, dan selalu dikasih kesempatan kedua, kenapa gue nggak dapat kesempatan itu?" racau Akmal. "Helsa terlalu jahat sama gue, dia siksa gue gini banget." Akmal tertawa, kembali meneguk alkohol yang ada ditangannya. "Dia nggak jahat, Al. Dia bebasin lo deket sama perempuan-perempuan itu tanpa harus ngerasa bersalah sama dia," timpal Dimas. Reno terkekeh, "emang Akmal pernah ngerasa bersalah sama Helsa pas tidur sama mereka?" "Ren, lo diam!" tunjuk Akmal. Matanya begitu sayu, memerah karena alkohol dan tangi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status