Semua Bab Wanita Hamil di Rumah Mertua: Bab 81 - Bab 90
109 Bab
Berbahagialah, Adinda!
***"Len, kamu keterlaluan!" desis Adinda berpura-pura marah. "Hazel sedang sakit, bukannya pengertian dan berbesar hati tapi kamu justru mengkambinghitamkan aku disini?"Helena tertawa sumbang. Malas sekali menatap wajah Adinda yang sedang memainkan perannya. Pipinya basah, namun bibirnya terus tertawa sambil menatap Adinda tajam. "Seharusnya, sebagai calon istri yang baik, kamu mendukung Hazel selama dia sakit, Helena. Tidak perduli siapa yang dia ingat saat dia membuka mata, asalkan Hazel masih bernapas sampai detik ini. Aku tidak menyangka, Len, kamu ... egois sekali dengan perasaanmu sendiri." Adinda geleng-geleng sambil terus berbicara seakan-akan dia peduli pada kondisi Hazel saat ini. "Aku memang orang di masa lalu, Hazel. Tapi aku tahu, kamu adalah calon istrinya dan Hazel butuh bantuan dariku karena hanya aku yang dia ingat. Kau pikir aku akan meracuni otaknya agar membencimu, begitu?"Helena semakin muak. Melihat wajah Bu Nela dan Pak Prabu yang mengiba membuatnya semakin
Baca selengkapnya
Adinda yang licik
***"Hai, Len. Sudah lama?"Helena menggeleng lemah sembari melempar senyum tipis ke hadapan Danil. "Barusan banget. Duduk, Dan!"Danil menurut. Dia memanggil waiters dan memesan dua minuman dengan beda jenis dan rasa. Helena memilih jus alpukat sementara Danil memesan minuman bersoda."Kamu benar, Len." Kata-kata Danil membuat jantung Helena berdegup kencang. Perempuan itu tahu kemana arah pembicaraan Danil siang ini karena sebelumnya dialah yang meminta Danil memeriksa mobil Hazel yang saat ini masih berada di Kantor Polisi. "Pihak Kepolisian belum menyentuh sama sekali mobil Pak Hazel, Len. Mereka menunggu pihak keluarga memutuskan. Apakah kecelakaan yang menimpa Hazel adalah murni kecelakaan atau ada hal yang ingin diselidiki.""Lalu?" "Pak Prabu belum memutuskan apapun. Sepertinya beliau masih fokus dengan kesembuhan Pak Hazel," sahut Danil pada akhirnya. "Apa rencana kamu?"Helena menyandarkan punggungnya di kursi. Jemarinya yang lentik terlihat mengetuk-ngetuk meja sambil s
Baca selengkapnya
Bukan Haifa
***"Hazel." Bu Nela terpaku di ambang pintu ketika melihat Hazel memeluk Adinda begitu erat. Keduanya terlihat sangat intim membuat Bu Nela buru-buru membuang pandangannya ke arah lain. "Ah, Mama," kata Hazel seraya melepaskan pelukan. Adinda membetulkan anak rambutnya dan tersenyum menatap Bu Nela yang justru mencebik melihatnya. "Bawa baju yang aku minta?" tanya Hazel berusaha mencairkan suasana."Ya. Mama bawa beberapa stel baju," jawab Bu Nela ketus. "Mama tidak mau ada orang asing di ruangan ini saat kamu sendirian. Lain kali jangan memberi ijin orang lain untuk masuk ke sini. Mama tidak mau ada fitnah nantinya."Hazel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia nyengir sambil mengangguk patuh mendapat petuah Bu Nela. Beda Hazel, beda Adinda. Perempuan itu mencebik dan melengos ketika Bu Nela menyebutnya sebagai orang asing."Makan siang dulu, mau Mama suapi?" Hazel menggeleng cepat. "Aku bisa makan sendiri, Ma."Bu Nela terpaksa mengangguk. Wanita paruh baya itu mengeluarkan s
Baca selengkapnya
Kenapa, Hazel?
***"Selamat siang ...." Helena memasuki kamar Hazel setelah mengetuk pintu dan mendengar suara Bu Nela mempersilahkan dia masuk. "Apa kabar, Hazel?" tanya Helena lirih. Bibirnya terus tersenyum namun hatinya menangis melihat Hazel hanya memberikan respon datar ke arahnya."Apa kabar, Len?" Bu Nela menyambut Helena dengan hangat. "Mama rindu sekali, Sayang."Helena mengulas senyum. Mustahil jika dirinya tidak merindukan kebersamaan yang sempat tercipta antara dirinya dan keluarga Hazel. Namun melihat sorot mata Hazel yang tanpa ekspresi membuat nyali Helena tetiba menciut. Senyumnya terlihat kecut. "Aku baik, Ma," jawab Helena sendu. "Oh ya, aku bawakan buah buat ... Hazel." Suara Helena hampir tidak terdengar ketika di atas nakas matanya melihat keranjang buah yang bahkan belum terbuka. "Kenapa kamu repot-repot sekali, Len. Kamu datang kesini saja Mama sudah senang.""Aku ingin istirahat, Ma." Kata-kata Hazel bagai petir di telinga Helena. "Tolong jangan temu kangen disini, aku ing
Baca selengkapnya
Rencana Pindah
***Helena segera berbalik dan melangkah keluar tanpa menunggu jawaban dari Hazel atau Bu Nela. Hatinya tidak sanggup lagi. Cukup sudah dia merasakan perih dari semua masalah yang menimpanya. Kini Helena menyerah. Bukankah ia terbiasa sendiri? Menikmati hidup seorang diri setelah kedua orang tuanya meninggal dan Andra berpaling? Bukankah seharusnya tidak susah bagi Helena untuk menjalani hari-harinya lagi sebagai janda tanpa anak? Di depan pintu, air muka Helena terlihat kaku ketika mendapati sosok Adinda berdiri sambil bersedekap dada. Tak lupa pula senyum sinis Adinda layangkan di depan Helena seakan-akan senyuman itu adalah senyuman mengejek yang pantas Helena terima siang ini."Kasihan," bisik Adinda lirih. Sangat lirih bahkan bisikan itu terdengar seperti ia sedang bergumam. "Pergilah, Len, yang jauh!" imbuhnya sambil menarik ujung bibirnya sinis.Helena membuang muka. Dia menutup kembali pintu kamar Hazel, kemudian berjalan tanpa memperdulikan Adinda yang sepertinya mengejar la
Baca selengkapnya
Pengakuan Adinda
***"Non Lena tidak menerima tamu," kata Mamang tegas. "Tidak ada gunanya membuat keributan disini, Mas. Di dalam ada banyak penjaga yang siaga menjaga Non Helena."Rahang Andra mengeras. Tubuhnya mematung di depan pagar sambil sesekali melirik ke atas balkon kamar Helena. Kamar yang dulu ia tempati bersama Helena ketika masih menjadi suami dan istri. Mata Andra memicing. Kamar Helena terlihat gelap. Kelambunya tertutup rapat dan tidak ada cahaya sedikitpun di lantai atas."Katakan pada Helena, aku hanya ingin berbicara baik-baik," kekeuh Andra. "Aku tau, dia sedang butuh teman malam ini. Cepat katakan padanya!"Mamang membuang muka. Malas sekali berurusan dengan pria seperti Andra. Pria mokondo yang tidak tau diri. Suka memaksakan kehendak. "Tidak bisa, Mas ....""Panggil aku Pak Andra," sela Andra marah. "Aku mantan suami Helena, lancang sekali kamu memanggilku Mas. Kau pikir aku Mas penjual cendol?"Mamang menaikkan kedua alisnya. Bingung. Bukankah jika mantan seharusnya sudah ti
Baca selengkapnya
Selamat Tinggal!
***Helena sudah berkemas bahkan dari satu minggu yang lalu beberapa barang sudah dia pindahkan ke rumah baru. Perabotan lain seperti sofa dan sebagainya mulai ditutup kain putih agar tidak berdebu. Bik Asih menyeka ujung matanya ketika melihat Helena sedang mengusap-usap sebuah guci berwarna biru. Guci milik mendiang mamanya yang sampai saat ini masih terawat dengan baik."Itu gak sekalian dibawa, Non?" tanya Mamang memastikan. "Sayang kalau ditinggalkan di rumah kosong, takut tidak terawat."Helena menggeleng. Matanya menatap sendu pada sekeliling rumah yang selama ini sudah menjadi saksi bisu pahit getirnya kehidupan. "Tidak perlu, Mang. Semua barang milik Papa dan Mama biarkan saja pada tempatnya. Aku tidak mau membuat kenangan tentang mereka berubah," jawab Helena sedih. "Kita bawa yang benar-benar diperlukan saja, nanti untuk perabotan lainnya aku beli yang baru."Mamang mengangguk paham. Pria yang memilih mengabdikan hidupnya untuk Helena itu kembali mengawasi beberapa orang y
Baca selengkapnya
Dijebak
***Sepuluh hari terlalu berlalu. Hazel pun sudah keluar dari Rumah Sakit sejak dua hari yang lalu. Kini, pria berkemeja putih itu mengendarai mobilnya bersama Adinda hendak menuju butik tempat mereka melakukan fitting baju.Senyum bahagia terukir di bibir Adinda. Sejak Helena tidak lagi menampakkan batang hidungnya, perempuan yang tengah menyembunyikan kandungannya itu merasa bisa bernapas lega. Satu-satunya masalah dalam hubungannya dengan Hazel menghilang sudah. Adinda bernyanyi mengikuti irama lagu yang diputar Hazel sejak mobil mereka melaju membelah jalanan. Sambil sesekali tangan Adinda meliuk menari ringan saking bahagianya. Hazel hanya melirik sambil melempar senyum tipis. Merasa lucu dengan tingkah calon istrinya yang semakin hari Lian menggemaskan."Lucu sekali," gumam Hazel sambil mencubit pipi Adinda. "Kamu bahagia?"Adinda mengangguk. Dia menggamit lengan Hazel dan merebahkan kepalanya disana. Tenang. Perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. "Bahagia sekali,
Baca selengkapnya
Menjebak Tikus
***"Hazel, katakan padaku apa maksud ucapan Andra tadi!" teriak Adinda panik. "Menjebakku, kamu menjebakku, hah?"Hazel bungkam. Wajahnya yang beberapa hari terlihat lembut kini sudah kembali seperti Hazel yang sebelumnya. Tegas, tanpa ampun. "Sayang, kita hari ini mau ke butik. Jangan membuatku pusing dengan sikapmu yang tiba-tiba berubah ini," kata Adinda seperti berbisik. "Aku tahu siapa pelaku itu tapi ... tapi sungguh aku tidak ikut andil dalam kejahatan itu, Hazel. Kamu percaya padaku kan?""Hazel, bicaralah! Aku mohon!" Adinda merengek sambil menutup wajahnya menggunakan dua tangan. Hazel hanya melirik, sesekali tangannya mencengkeram kemudi melihat akting yang Adinda tunjukkan. "Kamu marah padaku, iya? Kamu kecewa karena aku menutupi kelakuan Andra?""Kau sebut itu cinta, Din?" sahut Hazel membuka suara. "Kamu tau aku begitu khawatir padamu tapi lihat, kamu justru menutupi kejahatan yang Andra lakukan. Untuk apa? Kamu mencintainya?"Adinda menoleh dan menggeleng cepat. "Tid
Baca selengkapnya
Mencari Helena
***"Kalian tidak bisa memenjarakanku! Aku tidak ada sangkut pautnya dengan kecelakaan yang menimpa Hazel!" teriak Adinda marah. "Lepaskan aku! Hazel, kamu berjanji tidak akan meninggalkanku lagi. Kamu sudah berjanji, Hazel!"Lain Adinda, lain pula Andra. Pria itu nampak begitu tenang meskipun polisi berhasil menemukannya di tempat persembunyian. "Sudahlah, Hazel, percuma sekali kamu menangkapku seperti ini. Paling lama mungkin enam bulan lalu aku akan kembali keluar. Sama seperti hukuman yang sebelumnya," kata Andra percaya diri. "Kamu tahu kan hukum di negara kita seperti apa, hah?""Hiduplah dengan mimpimu!" sahut Hazel geram. "Kali ini aku tidak akan melepaskanmu lagi, Andra. Camkan itu!"Tidak lama, kedua orang tua Adinda datang dengan wajah yang basah. Baik Bapak maupun Ibunya terlihat menangis sambil memeluk putri mereka yang tengah hamil."Kenapa ini, Din, kamu bilang akan pergi ke butik bersama Hazel, tapi kenapa kamu ada di sini? Jelaskan, Adinda!" Ibu Adinda tergugu. "Ibu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status