All Chapters of Kukembalikan Seserahan Calon Suamiku: Chapter 81 - Chapter 90
170 Chapters
Bab 81
"Siapa sebenarnya Bu Lisa?"Aku bertanya dengan menahan gemuruh dalam dada. Ia menatapku bingung. Alisnya bertaut, seakan pemiliknya sedang berpikir keras. Seolah ini pertanyaan paling sulit untuk ia jawab."Katakan, Mas. Bagaimana kamu bisa sepeduli itu pada anak-anaknya? Bagaimana ia bisa peduli padamu hingga memberi bingkisan seperti ini? Apa ia seseorang dari masa lalumu, Mas?"Ia masih bergeming. Sementara aku mulai meradang."Tolong katakan. Apa yang terjadi? Apa aku dihianati?" tanyaku tertahan, lantas kugigit bibir kuat-kuat.Keluar juga pertanyaan ini. Pertanyaan yang menari-nari dan bergulung-gulung di kepala sejak pertama aku melihat rasa pedulinya pada ia, wanita si pengusaha catering, Bu Lisa.Aku tak bisa berpikir lagi. Jika memang ia seseorang dari masa lalu suamiku, atau seseorang yang ia harapkan untuk hidup bersama sebelum bertemu denganku, aku tak akan tinggal diam. Aku tak mau hidup dalam bayang-bayang masa la
Read more
Bab 82
Jika kenyataannya Bu Lisa harus berjuang sendiri demi kelangsungan hidup kedua anaknya, mestinya aku ikut ambil bagian dalam kelangsungan usahanya. Ada banyak cara untuk menolong, bukan? Termasuk membeli dagangan yang kadang kita tak terlalu membutuhkan, tapi berarti besar bagi mereka yang menjual.Pandangan mataku mulai buram, terhalang oleh genangan air hujan yang siap meluncur."Terima kasih, ya, Husnaku Sayang, sudah mau mendengarkan penjelasan Mas. Dari sini, Mas bisa lihat, kamu sudah menjadi istri yang baik, dengan tidak menyela apa yang Mas sampaikan. Kamu hebat, lho. Kenapa? Sebab, nggak semua orang bisa memasang telinga dan menjadi pendengar yang baik, tapi kamu bisa. Mas makin sayang sama kamu. Jangan sedih lagi, ya? Mas kuatir kalau lihat kamu seperti tadi. Seakan dunia Mas runtuh."Ia merengkuhku, yang sebentar lagi siap meluncurkan kristal bening dari kedua sudut mata."Entah bagaimana, kalau nggak ada kamu, Na. Tetap di si
Read more
Bab 83
"Aku mencintai kamu, dengan atau tanpa adanya anak, Husna."Ia berkata sungguh-sungguh, di tengah riuh suara anak dan lalu lalang kendaraan."Bagiku, memiliki kamu adalah anugerah terbesar dalam hidupku. Maafkan aku, maaf jika aku salah bicara. Aku tak akan mengulangi, jika kamu tak suka."Aku tak menanggapi. Hanya berharap ia memegang apa yang telah ia ucapkan.Terkadang, aku bosan mendengar kata-katanya yang manis seperti ini. Kami meninggalkan tempat ini, begitu adzan Maghrib berkumandang. Menghabiskan malam di sebuah pasar malam, menaiki komidi putar, dan beberapa permainan lain, kami lakukan kali ini.Di sebuah warung lesehan, kami berdua menikmati makan malam yang romantis, dalam kesederhanaan.Ia membuat aku tersenyum dan tertawa, mengalihkan semua kelelahan hati yang sungguh menguras pikiran hari ini..Hari berlalu dengan cepat. Ia tak lagi membahas soal anak, sejak hari itu. Kami biarkan pernikah
Read more
Bab 84
Ampuni hamba ya Allah ... . Jika ini semua akibat dari ucapan hamba, hamba mohon ampunanMu, wahai Sang Pemberi Rizki.Hamba sadar, jika kepemilikan seorang anak dalam rumah tangga, mutlak hak prerogatifMu. Hamba berserah diri, menjalani takdirMu ya Rabb ... .Kudengar deru mesin mobil yang bergerak menjauhi halaman rumah ini. "Hati-hati di jalan, ya, Ma," gumamku lirih.Derap langkah kaki yang bergerak mendekat, mulai menapaki lantai rumah ini. Rumah yang kutempati berdua dengan suami, yang menjadi saksi bisu, bahwa ada dua hati yang menjadi satu, dan berseminya cinta yang kian besar dari waktu ke waktu."Husna."Suara ini, yang semakin akrab di telinga. Yang selalu berkata manis, demi harmonisnya hubungan kami. Kini kudengar ada luka dalam caranya memanggil. Ia telah menghambur pada tubuh ini, yang tak berpindah posisi sejak tadi. "Maafkan Mama, ya, Sayang," pintanya. Aku mengangguk.Kutatap lekat wajah suamiku, wajah yang begitu teduh dan selalu t
Read more
Bab 85
"Mas Dika!"Panggilanku, membuat ia menghentikan menata buah, lantas menoleh ke arahku. Kedua matanya terlihat sedikit membesar, lantas ia tersenyum begitu menyadari kehadiranku, bersama suami."Adeknya kangen ini, Mas," jawab Pak Hanan, begitu kami berdua telah berhadapan.Keduanya lantas berpelukan singkat setelah berjabat tangan. Ada rasa senang melihat keakraban mereka berdua. Tak ada sekat ipar dengan ipar, mereka layaknya dua saudara yang telah lama tak bersua. Terlebih lagi, suamiku yang menjadi anak tunggal, seperti mendapatkan seorang Kakak saat bersama Mas Dika.Ya, sejak semalam memang aku meminta supaya diijinkan ikut Mas Dika jualan. Aku hanya ingin melepas kangenku pada saudaraku. Dan ia pun tak keberatan mengantarkan aku ke sini, sebelum ia berangkat kerja."Apa pun, Sayang, yang membuat hatimu bahagia, akan Mas lakukan," ujarnya semalam, mengakhiri perijinan. Lantas kuberi ia hadiah spesial atas ijinnya. Hadiah yang m
Read more
Bab 86
"Mas, kita balik, ya?" pintaku pada Mas Dika, yang baru selesai menghabiskan air kelapa muda.Ia mengangguk, lantas kembali melajukan kendaraannya ke arah pulang. Di rumah, Pak Hanan telah menunggu, bersama Ayah, dan juga Ibu.Melepas rindu sejenak pada kedua orang tuaku, ia pun meminta ijin membawaku pergi dari sini. Menyisakan cemas, akan hasil yang mungkin tak sesuai dengan harapan.Permintaan Mama, membawa langkah kami berdua ke sebuah rumah sakit. Rasa cemas itu tetap saja hadir, meski aku yakin kalau aku sehat. Suamiku juga sehat. Semakin dekat dengan ruang pemeriksaan, semakin tak karuan juga detak jantung ini. Ada rasa takut kalau salah satu dari kami invertil, seperti yang ditakutkan oleh Mama."Habiskan semua yang Mama bawa ini, supaya subur rahim kamu, Husna!" titah Mama, kala itu.Haruskah memeriksakan kesehatan secepat ini? Apa salahnya bersabar sebentar lagi? Bukankah di luar sana, ada yang butu
Read more
Bab 87
POV Dirga"Kamu hanya batuk dan flu Dirga!"Untuk ke sekian kalinya, Ibu tak mau menerima kenyataan bahwa sakitku ini merupakan gejala yang nyata dari virus yang kian giat bekerja. Beberapa kali aku melihat merahnya darah, dalam dahak yang kukeluarkan, membuat aku meyakini kalau pertahanan diri kian lemah. Hati ini kian menyerah, menyadari bahwa tubuhku kian tak berdaya."Besok kita periksa ke dokter yang lain, siapa tau hasil pemeriksaan itu salah!" tukas Ibu, saat aku tak kunjung mau berobat atas penyakitku. Jujur saja, aku sudah tak berharap bisa hidup lebih lama, sejak membaca hasil pemeriksaan hari itu. Terlebih lagi, melihat Husna dan juga Hanan terlihat bahagia, membuat aku kehabisan kata.Yang kulakukan berikutnya hanya menunggu. Ya, menunggu malaikat menjemputku, karena gejala ini sungguh nyata. Aku tak mengindahkan permintaan ibu, untuk periksa ulang. Buat apa? Toh waktuku tak banyak, pikirku.Aku tak bisa berkutik lagi saat keesokan
Read more
Bab 88
Di depan tempat ia bekerja aku duduk dan menunggu. Aku merasa jadi orang terbo doh saat itu, saat aku hanya duduk dan menunggu ia memasuki pintu gerbang tempat ia bekerja.Beberapa kali aku berada di sana, aku tak bisa menemukan sosoknya. Aku melupakan satu hal, bahwa ia kini telah menjadi istri dari seorang lelaki bernama Hanan Wijaya. Ia mungkin saja tak lagi mengijinkan Husna bekerja membanting tulang di pabrik yang sama tempat ia bekerja sebelum menikah.Hingga suatu siang, aku dibuat terbelalak lebar, melihat ia ke luar dari gerbang bersama seorang perempuan, menggunakan sebuah sepeda motor.Sebuah bulir bening, kubiarkan luruh begitu saja. Tak peduli jika aku disebut lelaki cengeng sekali pun. Aku begitu bahagia bisa melihat ia dalam kondisi baik, dan terlihat lebih ... cantik.Ya, ia terlihat lebih cantik, dan bahagia, dengan senyum dan tawa yang tak henti ia suguhkan bagi temannya bicara.Rasa ingin taulah, yang membawa aku mengik
Read more
Bab 89
POV HusnaAku mulai menghitung hari.Waktu yang diberikan Mama tinggal sebentar lagi. Meski sudah berusaha supaya tak terlalu memikirkan, tetap saja aku dihantui dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.Waktu berjalan begitu cepat tanpa bisa dicegah. Ini bulan ke sembilan sejak kedatangan Mama hari itu. Masih belum ada tanda akan hadirnya buah cinta, antara aku dan suamiku. Sementara Mama kian gencar memberi ultimatum.Oh, tidak! Tanda itu ada! Bagaimana bisa aku mengabaikannya? Ini hari kelima. Ya, lima hari sudah, aku berdebar. Hati dipenuhi harap, bahwa hari ini dan seterusnya selama beberapa bulan ke depan, tamu spesial itu tak akan datang. Semoga saja ini menjadi awal kabar baik yang akan kudapat setelah ini.Suara derap langkah kaki menuju dapur membuat aku menghentikan dari aktifitas pagi ini, menyiapkan sarapan dan bekal makan siang untuk suami tercinta. "Assalamu'alaikum, Sayang," sapanya, begitu ia telah sampai.Kusambut ia d
Read more
Bab 90
Damai sekali dekat dengan anak kecil seperti sekarang ini. Ia mulai menggapai-gapai wajah ini dengan tangan mungilnya, lantas perlahan menepuk-nepuk pipi sambil berceloteh menggunakan bahasanya."Iya, Sayang, ini Tante Husna," ujarku sok tau dengan bahasa bayi. "Dulu, lima tahun saya menunggu kehadirannya, hingga melakukan banyak hal setelah dituduh macam-macam. Sampai saya hampir pisah sama suami saya, karena keinginannya yang sangat besar untuk memiliki anak," ujar Bu Yuli tiba-tiba.Aku menghentikan gerakan dari mengelus pipi gembul Salwa. "Begitu melihat Mbak Husna menatap lekat anak saya beberapa saat tadi, saya mengerti, karena saya pernah merasakannya. Maaf kalau saya sok tau, ya, Mbak Husna," lanjutnya lagi."Eh, i-iya, Bu, tidak apa-apa," jawabku dengan senyum kaku. Lihat Husna, ada yang lebih lama dari kamu. Ibu Yuli menunggu lima tahun, sedangkan kamu belum genap dua tahun. Tambah lagi sabarmu, Husna. Aku meracau sendiri dalam hati, begitu
Read more
PREV
1
...
7891011
...
17
DMCA.com Protection Status