All Chapters of Kujual Suamiku di Status Facebook: Chapter 71 - Chapter 80
95 Chapters
Jebakan
"Keluar, lu.""Awas, Tiara. Jangan cegah gua pergi. Apa kalian gak sayang sama Mira, hah?""Pikir dong, sekarang bukan ajang nunjukin siapa yang paling kuat dan paling cinta sama Mira. Tapi lu harus bersatu sama kita. Gak bisa mengambil langkah yang gegabah. Malah bisa membahayakan Mira. Sadar gak sih, lu.""Betul kata calon istri saya. Keluar dulu, Pak Bumi. Bahaya kalau Anda bertindak gegabah.""Terus kalian bakal biarin Mira kenapa-kenapa, hah?""Jangan egois lu. Kita semua sayang sama Mira. Mangkanya harus hati-hati. Lu pergi sama Mas Hafidz. Tunggu.""Lu denger sendiri, Ra, dia yang egois.""Tunggu, biar gua yang ngomong."Tiara mendekatiku. Sementara Heri menahan Bumi."Tolonglah, Mas jangan egois. Demi kebaikan Mira. Mas harus nemenin Si Bumi.""Apa kamu yakin Mira ada di Cilacap?""Kita usaha, Mas. Kemungkinan besar di sana. Mau nunggu mereka kabur jauh? toh, Mas Hafidz lebih mudah mencari Mira di jawa, bareng para polisi.""Ayoklah, Hafidz!" teriak Heri. Dia kewalahan menahan
Read more
Bumi Berkorban Nyawa
"Jangan jadi pecundang, Adam. Mari kita bergulat satu lawan satu.""Halah, tutup mulut busukmu. Ikuti perintahku, atau lebih baik kita mati berjamaah di sini!""Gila. Akal sehatmu sudah musnah.""Banyak omong. Jongkok, dan berbalik membelakangi kami.""Cepat!"Mira berontak. Mulutnya berusaha meraung, tetapi ditutup lakban. Dia hanya bisa menggelengkan kepala. "Baik, saya ikuti kemauan Anda, tapi tolong jangan sakiti istri saya.""Cepat berbalik."Aku tak bisa berkutik. Berbalik ke belakang. Adam menyeretku ke belakang pintu. Kali ini dia sangat nekat. Menodongkan pistol. Entah dari mana pria itu bisa mendapatkan alat-alat senjata tajam. Mungkin dia memang sudah merencanakan ini semua secara matang. "Jangan gegabah dalam bertindak, Adam. Ingat, kejahatan tidak akan pernah menang.""Berisik. Ini semua karena kehadiran pria sialan sepertimu. Bisa-bisanya menjadikan mantan adik ipar jadi istri. Dasar pria serakah."Adam memborgol kedua tanganku. Mengikat kakiku dengan tali. Lalu, dia
Read more
Bangkit
Pov Mira"Mas mau ke mana?" Mas Hafidz tidak menjawab. Dia pergi begitu saja. Aku tak kuasa mengejarnya. Hanya meminta beberapa hari lagi saja. Mengapa sikapnya sangat berlebihan?"Mir, kenapa? Gua denger lu ribut-ribut.""Mas Hafid gak terima aku minta menenangkan diri beberapa hari lagi, Ra.""Ya elah, lagian lu juga ada-ada aja.""Aku hanya ingin menenangkan hati, Ra."Air mata rembas. Kepergia Bumi menjadi pukulan telak untuk hatiku. Selama dia hidup aku belum memberikannya kebahagian. Hanya bisa membuatnya bersedih.Bumi aku tidak mau kamu berkorban nyawa. Pengorbanan luar biasamu ini malah membuat batinku tersiksa."Aduh, lu malah mewek. Tapi gua maklum sih, Bumil emang sensitif.""Kamu pasti paham, Ra.""Iya, gua tahu sakitnya hati lu gak ada obat. Tapi, lu harus tetap memikirkan orang-orang yang sayang sama lu. Kasarnya yah, lu jangan egois. Emang lu doang yang punya hati?"Termenung. Mungkin beberapa hari ini aku sangat egois. Mengabaikan tugas sebagai seorang istri dan ibu.
Read more
Penghuni Baru
Suara tangisan bayi memberi rasa lega yang luar biasa. Wajah Mas Hafidz berbinar. Sigap mencium keningku. "Terima kasih, Sayang." Aku mengangguk sambil menyulam senyum paling indah. Dokter menujukan sekilas anakku. Dia bilang anakku laki-laki. Mirip ayahnya, dengan rambut hitam lebat."Ini putranya, Pak. Sudah dimandikan. Silakan diazani.""Baik, Sus, terima kasih.""Mas azani anak kita dulu yah, Sayang."Dengan mata berkaca-kaca aku mengangguk. Suara azan Mas Hafidz terdengar sayhdu sampai di relung hati. Pria hebatku meneteskan air mata. Suasana di ruangan ini terbalut nuansa mengharu biru. Teimkasih semesta, datanglah penghuni baru yang sangat didamba. Semoga menambah cinta dan ketenangan dalam keluarga.*****"Mas popok!" teriakku sangat riweh di pagi hari."Iya sayang, biar Mas yang gantiin popok. Sana kamu ke depan, ada ibu.""Siap, Sayang. yang bener makein popoknya.""Iya, istriku tenang aja."Luar biasa jadi ibu dengan dua anak. Satu anak harus disiapkan untuk pergi sekola
Read more
ART Mencurigakan
"Sayang, mau ke mana?""Mamah makan.""Mamah ke adek dulu, yah, Nay."Suasana hening. Alina menunduk dalam. Mungkin dia merasa bersalah, atau senang membuat percikan konflik di keluargaku. Apa salah kalau aku kesal? entah bagaimana, bisa berprasangka buruk. Lama kelamaan, anak itu mencurigakan. Mungkin, aku akan mengunjungi rumah Mbok Ijah, biar dia saja yang kembali bekerja di sini. "Sayang, kamu kenapa kaya gini?"Mas Hafidz masuk saat aku sedang memberi asi untuk Kahfi. Dia duduk di sampingku. Lalu, mengusap lembut pundak. "Males sama Si Alina, Mas. Mungkin menurut kamu itu hal sepele, tapi tidak buat aku. Memasak, dan merawat kamu, Nay, dan Kahfi itu tugasku. Biar aku yang memanjakan kalian dengan masakanku.""Iya, Mas. Paham. Ya, sudah, kita makan di luar saja.""Setuju, hehehe."Anakku muncul dari balik pintu. Lucu sekali anak perempuanku, pasti dia menguping pembicaraan kami."Bukannya kalian sudah makan?""Nggak, belum makan, Mah. Selius." Anakku menunjukan dua jari. "Aya
Read more
Alina Menghasut Keburukan
"Sayang, kenapa ngelamun terus?" tanya suamiku menjelang makan malam. "Gak papa, Sayang.""Gimana tadi ketemu Mbok Ijah?""Aman Mas. Dia bakal gantiin anaknya lagi. Nanti soal Alina, aku punya rekomendasi kerjaan yang layak buat dia. Di pabrik ada lowongan, toh, anak itu sudah biasa merantau.""Sip, istriku. Kamu memang sangat baik.""Ayok, makan dulu, Mas. Tadi aku masak daging teriaki kesukaan kamu.""Wih, mantap. Nayla juga pasti suka.""Betul, daging teriaki memang makana kesukaan kalian."Setelah bayiku pulas, aku taruh dia di kotak bayi. Nanti Alina yang akan mengawasi saat kami makan malam.Perempuan itu membantuku terlebih dahulu menata makanan di meja. Setelah selesai, aku suruh dia ke kamar."Mbak Alina mau ke mana, ayok makan baleng.""Mbak Alina mau jagain dedek Kahfi dulu, Sayang. Kita makan bertiga kaya biasa, baru nanti gantian.""Gak, gak mau. Nay masih kesel sama Mamah. Nay, maunya makan sama Mbak Alina.""Nay, siapa yang ngajarin ngomong kaya gitu? Nggak sopan. Jaga
Read more
Fitnah ART
"Mas, Mbok Ijah gak mau kerja di sini?"Sudah dua minggu tidak ada yang membantuku mengurus rumah. Semenjak kejadian ribut dengan Alina, Mbok Ijah tidak ke sini, dan belum aku temui di rumahnya. Apa aku harus ke rumahnya? malas. Pasti bertemu Alina. Perempuan kurang ajar itu. Lebih baik aku cari pembantu baru saja. "Nanti Mas ke rumah Mbok Ijah, yah, Sayang.""Gak usah, deh, Mas. Kita cari ART baru aja. Atau aku sendirian ajah, deh, gak papa.""Jangan dong, kesian kamu.""Biar nanti ibu yang bantu jaga Kahfi kalau pulang dari TK.""Gak usah, Sayang. Kesian malah ngerepotin ibu. Nanti Mas cariin lagi. Banyak, ko.""Tapi inget, jangan yang muda. Cari yang udah tua, seumuran ibu aku atau ibumu.""Siap, Sayang. Cie cemburu. Makin sayang.""Ih, aneh."Suamiku izin ke ruang kerjanya. Sementara aku, sedang menyusui Kahfi. Sudah jam delapan malam, bayi menggemaskanku belum tidur juga. Masih anteng bermain dengan puting. "Hallo, assalamualaikum, Ra." Ponsel berdering. Tumben sekali Tiara me
Read more
Alina Mati Kutu
"Alina buka pintunya. Kurang ajar kamu.""Buka!" teriakku sepenuh tenaga. "Sialan, ke mana mereka."Tenang Mira, jangan emosi. Aku ini wanita berkelas, tidak seperti oranf tak berpendidikan. Tapi, manusia model Alina memang menguras emosi. Pintar membalikan fakta. Cocok sekali menjadi pemain sinetron. "Bu Mira, kenapa kamu ke sini lagi? belum puas mukulin saya."Wajah perempuan itu lebam. Entah apa yang dilakukan ibu-ibu. Bagian pelipis, dan jidat, cukup parah. Membiru, dan lebam kemerahan. Aku hampir tertawa melihat penampakan Alina yang berubah seram. Beginilah karma cewek kegatelan."Kamu fitnah saya, hah? Enak saja bilang kalau saya yang menganiaya kamu. Itu salah kamu sendiri.""Loh, emang Mbak yang nyuruh ibu-ibu itu datang.""Enak aja kalah ngomong. Tunggu di sini kamu, awas jangan kabur."Aku sedikit berjalan mengawasi sekitar. Mencari para ibu yang kemarin. Sengaja datang di jam-jam menjelang siang. Pasti ibu-ibu itu akan belanja sayuran seperti kemarin. "Nungguin siapa? m
Read more
Alina Minggat
"Alhamdulilah, akhirnya kamu pulang, Sayang."Suamiku tampak cemas. Dia langsung merangkulku. Sementara aku, malah menunjukan senyum tanpa rasa bersalah. Alin, Mbok Ijah dan ibu mertuaku sudah menunggu di ruang tamu. Mereka duduk dengan wajah masam."Kamu ke mana saja, Alina?""Ibu 'kan tahu aku ke mana, masa nanya lagi.""Ya ampun, kamu ini berulah saja.""Bu ...," tegur suamiku. Ibu mertua langsung diam. Tak lama kemudian, ibuku juga ikut berkumpul. Sepertinya dia sudah tahu permasalahannya. Memberikan Kahfi kepadaku."Susuin dulu Kahfinya, Mir. Kayanya dia mau susu kamu.""Loh, terus permasalahan saya bagaimana?" tanya Alina protes."Tunggu dulu, Alina. Biarkan istri saya menyusui anak kami."Aku ulas senyum penuh kemenangan. Masuk ke kamar dan menyusui Kahfi. Ibu masuk ke kamar. Dia mengusap tanganku. Pasti ada sesuatu yang mau dibicarakan. "Sabar yah, Nak, namanya juga hidup. Wajar kalau sesekali menghadapi kesalahpahaman.""Iya, Bu, aman. Ibu gak usah cemas. Mas Hafidz beda s
Read more
Mencari Alina
"Lah, saya gak nyuruh Alina pergi hari ini, Mbok. Kalaupun nyuruh, saya pasti ke rumah Mbok dulu.""Terus anak Mbok pegi ke mana Mbak Mira.""Ya, mana saya tahu, Mbok. Coba ditelpon, mana nomernya.""Mnok gak bisa pake hape, biasanya nelpon ke Ranti.""Ya, udah kita ke rumah ibu mertua saya, Mbok. Tahu aja bisa ditelpon.""Iya, Mbak.""Ada apa ini?""Ini loh, Mas, Si Alina minggat dari rumah. Sangkanya dia pergi disuruh aku. Lah, aku mana tahu.""Terus kamu mau ke mana, Sayang.""Ke rumah Mamah kamu, biar nelponin Si Alina.""Y sudah, Mas antar, Kahfi bawa saja. Soal Nayla biar Mas kabarin ibu buat pesen ojek, terus nitip Nayla di rumah ibu dulu.""Oke, Mas.""Mbok gak usah cemas, Alina udah gede, dia juga biasa merantau, gak mungkin nyasar," ucap suamiku. Mbok Ijah mengangguk. Raut wajahnya cemas. Memang anaknya tukang buat orang cemas. Sudah dewasa masih suka kabur-kaburan.Aku segera siap-siap mengambil beberapa keperluan bayi, seperti boto susu, dan pempes. Jiwa emak-emak tak ter
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status