All Chapters of Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu : Chapter 21 - Chapter 30
80 Chapters
Chapter 20
“Ayo bersiap-siap sebentar lagi Uncle Randy datang jemput kalian.” Dia memberi instruksi yang langsung direspon si kembar. Mereka sigap membereskan beberapa mainan dan alat tulis memasukannya ke dalam tas masing-masing yang berwarna merah muda dengan gambar tokoh film kartun.“Apa Tante Mai mau ikut kita pulang?” Tiba-tiba Shaili yang kini sudah tampak siap dan berdiri dekat pintu, bersuara. Membuat aku dan Akhtar agak tersentak berpaling padanya dengan wajah bingung. “Euh ...?” Akhtar menggaruk-garuk pelipis terlihat salah tingkah. Cepat aku bereaksi melangkah mendekati Shaili.“Memangnya Tante Mai boleh ikut pulang?” Aku bertanya balik yang langsung dijawabnya dengan anggukan tegas.“Tentu boleh Mama ups Tante Mai.” Shaili membekap mulut seraya meralat ucapannya. Padahal kentara sekali dia sengaja melakukan itu. Lalu dia terkikik. Menoleh pada Akhtar yang hampir melotot. Sekalipun bermkasud menahannya tetapi akhirnya aku ikut terkikik. Shaila bahkan tertawa keras. Anak-anak manis d
Read more
Chapter 21
Air mataku jatuh membuat basah lengan kemejaku. Andai dia melihat aku menangis bisa kutebak dia akan terkekeh-kekeh menertawakan kecengenganku. Mungkin saja dia tidak akan percaya ini. Tetapi pada kenyataannya aku benar-benar menangis untuknya. Untuk sebuah penyesalan yang terjal karena telah membuangnya.Mai, adakah ruang dihatimu yang kau sediakan untuk memberiku sepotong kata maaf?Kuhela napas lagi, kali ini lebih dalam. Lalu setengah sadar dan setengahnya lagi memaksakan diri kutinggalkan kesemerawutan di atas spring bed. Melangkah menuju kamar mandi. Mengabaikan perut yang perlahan terasa mililit karena sejak kemarin belum terisi dengan benar. Di depan kaca aku tertegun memandang pantulan sosok yang ada di depan. Aku tercekat. Mengernyitkan dahi seolah tak benar-benar mengenalinya. Dia mengikuti setiap gerakku. Wajahnya tak terurus dengan cambang yang bertumbuh liar bagai belukar yang menyemak. Sorot matanya kelam, rautnya pucat dan muram, semuram mendung di ujung petang. Baran
Read more
Chapter 22
Akhtar apa dia akan salah paham. Tentu saja semua ini tidak seperti yang dia kira. Aku hanya bersedia menjadi Mama mereka bukan dalam arti sesungguhnya. Hanya mengizinkan mereka memanggilku mama tidak lebih dari itu. Tetapi sebelum aku berhasil menemukan gagasan sebagai penjelasan dia sudah muncul tanpa anak-anak. Berdiri memenuhi pintu yang terhalang selembar tirai transfaran dengan motif kupu-kupu di kedua tepinya. Tiga detik pertama kami hanya saling menatap. Dia berdiri kaku memandangi seolah hendak menembus pikiranku. Membuatku mengerut dipenuhi rasa bersalah.Buru-buru aku mundur ketika dia menyibak tirai dan berjalan mendekat. Terus mundur. Sementara tatapannya lekat padaku. Dan langkahku terhenti saat membentur sesuatu yang ternyata sebuah meja belajar aku tidak tahu apa ini kepunyaan Shaila atau Shaili yang jelas aku merasa sangat takut. Tidak jelas apa yang sebenarnya aku takutkan.Dia berhenti mendekat menyisakan jarak tak lebih sedepa. Bahkan dia berdiri terlalu dekat. Me
Read more
Chapter 23
Tidak tahu kenapa meski dia tersenyum dan mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri padaku, aku melihat perubahan tidak wajar ekspresi wajahnya. Sorot matanya yang semula cerah menjadi suram. Sekilas dia melirik pada Akhtar dengan ekor matanya.“Nazira.” Dia mengangguk dan tersenyum seraya menyebut namanya. Meski senyumnya kentara sekali dipaksakan. “Maikana.”“Ini Mama kita.” Shaili menautkan jemarinya di sela-sela jemariku. “Ya, sudah siap berangkatkan?” Akhtar memecah kebekuan. Setelah menciumi keduanya Akhtar mempersilakan mereka berangkat dengan dibonceng menggunakan sepeda motor oleh guru mengaji mereka. Sedangkan aku memandangi mereka menjauh sampai benar-benar lenyap diujung jalan. “Biasanya mereka mengaji privat di rumah jadi guru mengaji mereka yang datang ke rumah.” Tiba-tiba Akhtar bersuara membuyarkan lamunan. “Tapi sejak ibu di rawat saya berinisiatif agar mereka belajar di rumah ustadzahnya saja.”Aku mengangguk. Sejenak tatapannya terpancang di mataku membuatku
Read more
Chapter 24
"Aku sengaja berdiri di bawah hujan, agar kau tidak tahu aku sedang menangisi kenangan yang pernah ada di bawah derainya."_____(Ryu Anggara)Hujan menghantam kuat atap mobil. Bergemeratak. Menderu-deru menghampakan hati. Menyengkapku pada sudut paling sunyi. Jalanan bising oleh suara-suara klakson dari barisan kendaraan yang padat. Mengular. Terjebak pada satu lajur menanti lampu rambu berganti warna. Tapi aku tak terlampau peduli. Sebab aku memang tidak sedang buru-buru. Tak ada yang aku kejar tidak pula ada yang menunggu kedatanganku. Dalam hidupku kini waktu hanyalah bangkai yang akan membusuk bersama kepedihan dan penyesalan. Tak ada yang benar-benar berarti.Nyaris sepuluh menit kira-kira, lampu lalu lintas menyala hijau. Mengurai perlahan simpul-simpul kepadatan jalan yang seringkali memusingkan. Tapi tidak untuk saat ini. Ketika suara hujan terdengar riuh. Syahdu. Aku menyukainya. Selalu suka. Seperti halnya dia.Mai, kau suka hujan. Selalu suka katamu. Setiap kali.‘Aku suka
Read more
Chapter 25
Ttiiittt ....Lengkingan klakson dari kendaraan yang berada tepat di belakangku menghempaskan lamunan. Seolah baru menyadari sesuatu aku kembali menginjak pedal gas dan menambah kecepatan. Kuhembuskan napas dengan kasar. Merasa terganggu. Baiklah, mungkin sebaiknya aku cepat tiba di rumah. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan. Selama cuti banyak tugas kantor terbengkalai dan kini waktunya membereskan semua. Aku bukanlah tipikal orang senang menunda-nunda. Bahkan sampai rela tidak tidur semalam jika ada pekerjaan yang belum terselesaikan. Tapi kau tidak suka dengan caraku itu, Mai. Kau keberatan dan beberapa kali marah lantaran aku tidak mendengarkan nasihatmu. Kau mengatakan aku tidak memperhatikan kesehatan dan jika terus seperti itu lama kelamaan aku akan menjadi seorang worka holic. Ambisius dan gila kerja. Tapi akhirnya aku mengikuti saranmu. Tidak lain agar tidak lagi kudapati mendung di wajahmu. Aku ingin kau selalu tersenyum.Setelah malam berhujan bersamamu aku me
Read more
Chapter 26
"Aku telah berjanji untuk tidak membiarkanmu kembali lagi dalam harap dan kenangan. Tetapi lagi-lagi kau membuatku kalah dengan mudahnya. Menyerah pada tatap matamu yang membuatku pasrah dan rindu untuk mengulang sejarah."___Dengan tidak sabarnya Nisa mengguncang sisi bahuku lantaran aku tak kunjung memberi jawaban.“Duh, gimana ya? Sebenarnya aku juga sibuk. Tapi –.”“Berarti bisa!” Dia memotong kalimatku dan berteriak cepat membuat tatapan kami terpusat kepadanya.“Gimana nanti saja ya. Aku izin dulu sama Kak Sarah.”“Pasti Kak Sarah ingizinin Mai. Ayolah ....”Setengah ragu-ragu aku mengangguk. Dan Nisa bersorak girang. Nyaris seperti anak-anak yang tiba-tiba diperbolehkan makan atau memainkan sesuatu yang selama ini di larang.Baiklah demi teman aku rela melakukan apapun. Sekalipun sangat malas dan tak berminat aku akan tetap pergi bersamanya. Lagi pula ini peristiwa penting dalam hidupnya. Momen yang membahagiakan dan sebagai sahabat dekat aku tak boleh melewatkannya.Nis, semog
Read more
Chapter 27
Nisa bekerja di sebuah agensi periklanan sebagai art director yang tugasnya mengarahkan iklan secara visual dan estetika. Pantaslah, sejak zaman putih abu-abu dia memang memiliki kreatifitas yang tinggi dan amat tertarik dengan dunia seni. Profesinya sekarang sangat mendukung untuk keahliannya yang dulu sempat terpendam. Bahkan kini dia pertemukan dengan seseorang yang kebetulan bergelut di bidang yang sama. Suatu keberuntungan."Kamu beruntung banget, Nis. Semoga kalian menjadi pasangan serasi.""Kamu juga Mai, semoga segera menemukan pengganti."Nisa terkikik. Namun ucapannya benar-benar tulus."Kamu tuh, cantik Mai. Mana ada laki-laki yang sanggup menolak." "Oya?" Aku skeptis. "Tapi buktinya ....""Nggak semua begitu kan?"Nisa mendelik. "Kadang cinta singgah pada orang yang salah. Tapi pada akhirnya cinta akan menemukan rumah dimana seharusnya dia menetap."Perkataan sahabatku itu terdengar bijak. Namun untuk saat ini aku menganggapnya sebagai omong kosong saja. Hidup memang pe
Read more
Chapter 28
Aku tidak tahu apa yang diucapkan Randy benar. Jika iya, satu keberuntungan bagiku bisa menjadi bagian dari mereka. Sekalipun mungkin bukan untuk selamanya tapi setidaknya sampai mereka menemukan ibu yang sebenarnya. Atau dengan katakan lain sampai Akhtar menemukan seseorang yang akan menjadi ibu bagi anak-anaknya. Seorang istri.Istri Akhtar.Meski itu berarti aku akan ditinggalkan. Sekalipun sama halnya aku akan dilupakan.Tapi ...Tidak!Memikirkan itu tiba-tiba hatiku terasa ngilu. Dingin merayapi permukaan kulit. Menghempaskan aku dalam perasaan sunyi dan mencekam.Kenapa?Semua baru dimulai. Kenapa berpikir sejauh itu?Aku tidak mau mereka tinggalkan. Apalagi mereka lupakan. Shaila, Shaili mereka sudah kuanggap bagian diriku.“Mama Maiii ...!!!” Satu teriakan panjang kembali menyeretku ke alam nyata. Kulihat Shaili melesat. Di susul Shaila yang muncul bersama Omanya. Aku dan Randy bangkit bersamaan refleks menghampiri dan memapah ibunya yang masih tampak lemah berjalan menuju k
Read more
Chapter 29
"Nggak. Nggak sama sekali. Justru saya berterima kasih sudah dibangunkan. Saya harus pulang sekarang."“Euh, saya minta maaf. Tentu hari ini kamu sangat disibukkan oleh anak-anak. Dan saya malah pulang terlambat.”Dia menunduk sekejap. Mengusap tengkuknya kemudian kembali menatapku. “Saya nggak tahu kamu ada di rumah. Andai kamu memberi tahu pasti saya cepat pulang.”Dengan kelopak mata yang masih berat lantaran masih mengantuk kupaksakan tersenyum maksudku tenang saja dia tidak perlu merasa bersalah. Lagi pula memang aku yang ingin menemui anak-anak.“Nggak apa-apa. Saya senang seharian ini bersama mereka.”Lantas kami sama-sama tersenyum. Senyum canggung tepatnya.“Sebuah kejutan buat saya menemukan kamu disini, Mai. Saya senang."Aku mematung tak merespons. Tidak tersenyum atau apapun sampai tawa kecilnya terdengar."Andai saja ..."Ucapannya terhenti. Kupikir ada kata yang sulit dia selesaikan. Kemudian lengang. Telingaku berdenging seakan terperosok ke dalam lubang yang sangat d
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status