Semua Bab Pernikahan Suami di Rumah Mertua : Bab 41 - Bab 50
80 Bab
 Hari Setelah Hujan
Jalanan aspal dan trotoar masih basah setelah diguyur hujan semalam. Seperti biasa, mereka memulai aktivitasnya pagi itu. Sosok bertubuh atletis berambut gondrong itu berhasil mengagetkan Vita yang baru membuka pintu. “Pak Bram!” Vita agak terkejut dengan kedatangan Bramantyo. Bram masih tak bergeming. Ia menunggu Kemala mempersilahkannya masuk. Meskipun sebenarnya tempat itu terbuka untuk semua orang. “Kak, ada Pak Bram.” Vita menghampiri Kemala, “Tapi dia menunggu di luar.” Setelah menyampaikannya pada Kemala, gadis itu kembali melakukan pekerjaan yang belum selesai. Bram masih berdiri di luar toko saat Kemala keluar dari dapur. Sepertinya ia terlalu berhati-hati menjaga sikap agar Kemala tidak semakin marah. Hari ini Bram berniat menjelaskan semuanya. Setelah Vita pergi, ia bersiap menemui Bram dengan berat hati. Sebab hatinya masih belum rela dipermainkan oleh Bram. Meskipun semalam ia telah melepas rasa sesaknya, Kemala belum dapat mempercayai pria itu. Senyumnya mengemban
Baca selengkapnya
Tak Pernah Ada Kesempatan Kedua
“Jaga mulutmu!” Pekik Kemala. “Jangan melantur! Ingat batasmu!” Kemala pergi dari hadapan pria itu. Namun ia gagal menghindar karena Herdian berhasil menarik lengannya. Sekarang keduanya saling berhimpit. Bahkan tangan kiri Herdian melingkar di pinggang ramping Kemala. Tatapannya yang liar seakan siap melucuti seluruh pakaian Kemala. “Apakah kamu masih merasakan dadamu yang berdegup kencang karena seperti ini?” tuduh Herdian, ia semakin mengeratkan pegangannya hingga Kemala sulit bernapas. “Tolong, jaga sikapmu. Aku tidak ingin ada pelanggan yang melihat kita seperti ini.” Kemala masih merasakan napasnya yang berkejaran. “Baiklah, tapi aku akan tetap di sini sampai malam nanti.” Herdian masuk ke dalam dapur. Padahal Kemala ingin sekali mengusirnya. Ia tidak ingin pria brengsek itu menyentuh putranya. Amarahnya tersulut, tapi terpaksa ia padamkan karena seorang pelanggan datang. Ia harus menghias wajahnya dengan senyuman ramah meskipun dadanya masih mendidih. Melihat isi etalase
Baca selengkapnya
Meledaknya Bom Waktu
 Setelah melihat kepergian Herdian di tengah gerimis yang tiba-tiba datang, Kemala membalik badan. Namun tangan seseorang berhasil menahannya. Alhasil membuatnya tersentak kaget, lalu menoleh ke arah sosok tersebut. “Ohh–“ Kemala terperanjat, “Bu Mayang!” Matanya membelalak, degup jantungnya berpacu. “Apa yang kamu sembunyikan, Kemala?” Mayang menatap penuh amarah pada anak angkatnya. “Tttidak ada apa-apa, Bu. Mari silahkan masuk!” Kemala membuka pintu. Setiap ketukan dari langkah kaki Mayang bagaikan hitungan waktu dari sebuah bom yang siap meledak. Namun ia tahu, situasi ini akan datang. Salah satu penyebab ia tidak ingin bertemu dengan Herdian. Entahlah, sekarang otaknya mendadak berhenti berpikir. Ia tidak dapat menebak apa yang akan terjadi setelah ini. Dengan berat hati, Kemala pun duduk di hadapan Mayang. Ia tertunduk, tidak dapat mengatakan apapun. Dala
Baca selengkapnya
Keadaan Tak Terkendali
“Mir, tolong sampaikan pada suamimu bahwa mulai hari ini, dia tidak perlu pergi ke kantor!” Mayang melakukan panggilan suara dengan Mirna. “Tapi ... Mas Herdi sudah berangkat pagi-pagi sekali, Ma.” Mirna menjadi agak khawatir. “Ada apa, Ma? Mengapa Mas Herdi tidak boleh ke kantor?” Mirna mulai menggigit kuku tangannya karena panik. Menyadari suara putrinya yang bergetar, Mayang meralat kalimatnya, “Maksud mama–hari ini saja. Karena ada tim audit yang akan datang ke kantor. Jadi, biar mama saja.” Mayang mengakhiri panggilannya. Setelah mendengar kalimat yang dikatakan ibunya, Mirna merasa curiga. Tidak seperti biasa, sikap Mayang kali ini aneh. Ia berpikir keras, mungkin ada yang tidak ia ketahui. Sementara itu, Mayang bergegas pergi ke kantor begitu mengakhiri pembicaraan melalui telepon dengan Mirna. Sepertinya Mayang tidak dapat menahan lebih lama lagi untuk tidak bertemu dengan Herdian. Ia pun segera pergi ke ruangan menantunya setelah sampai di kantor. Pria yang sedang du
Baca selengkapnya
Hari Penghakiman Herdian
Mirna tidak menyangka jika wanita yang ia panggil ‘Mama’ tega mengatakan hal yang menyakiti hatinya. Tak hanya darahnya yang mendidih, dadanya pun seakan dihujam batu besar yang membuat napasnya terasa sesak. Ia hanya diam meskipun isi kepalanya menyimpan banyak pertanyaan. “Sebelum saya mengajukan pertanyaan, saya akan memberimu kesempatan untuk mengatakan yang sejujurnya.” Mayang menatap dingin ke arah Herdian. “Tentang apa itu, Ma? Saya tidak mengerti maksud pembicaraan ini.” Herdian tampak percaya diri. “Jeng–apakah anak saya melakukan kesalahan?” Yana menyela pembicaraan mereka. “Seperti yang saya bilang, saya benci kebohongan, pengkhianatan dan perselingkuhan.” Pandangan Mayang tetap lurus ke depan tanpa menghiraukan Mirna yang sedang menatapnya. Baru saja Herdian merasa percaya diri, tapi nyalinya mulai menciut setelah mendengar kalimat yang baru saja dikatakan oleh Mayang. Ia dan Yana saling melihat satu sama lain. Kata ‘perselingkuhan’ yang dilontarkan ibu Mertuanya mem
Baca selengkapnya
Mengorbankan Hubungan Darah
Meskipun ada rasa perih yang mencabik-cabik, Mayang tetap mengeraskan hatinya. Wajah putri semata wayangnya sempat membuat pendiriannya goyah. Namun ia memilih untuk tidak melunak sedikit pun. Sebab ia yakin, darah lebih kental dari pada air. Mungkin sekarang Mirna belum bisa melihat siapa yang tulus menyayanginya. Namun suatu saat, ia akan sadar bahwa semua yang Mayang lakukan untuk kebaikannya. “Mirna, mama akan bertanya sekali lagi padamu.” Mayang menatapnya, “Siapa yang berhak atas kepercayaanmu, mama atau suamimu?” tanya Mayang, ia berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Air muka wanita muda di hadapannya masih tampak kesal. Ia belum juga memahami situasi yang tengah terjadi. Dalam benaknya, kebenaran tetap milik suaminya. Meskipun Mayang telah berusaha membuka matanya dengan fakta. Mirna tetap memilih Herdian dari pada ibu yang telah melahirkannya. “Selama ini Mas Herdi selalu ada untuk Mirna. Mengapa butuh alasan lagi untuk tidak percaya?” Mirna menghindari kontak mata deng
Baca selengkapnya
Bertahan Dalam Kesulitan
Saat itu, pria yang baru saja kembali dari mengantar Mirna itu tampak nyaris tak sadarkan diri. Melihatnya limbung, wanita paruh baya yang baru saja melakukan pekerjaannya pun menuruti permintaan pria tersebut. Setelah menyajikan minuman hangat di atas meja, ia pun melanjutkan pekerjaannya. Tanpa rasa penasaran tentang apa yang terjadi pada pria yang bekerja sebagai sopir di rumah Mayang. “Bi, dia kenapa?” Mayang yang sudah bersiap pergi mendapati sopirnya tergeletak di atas karpet. “Saya juga tidak tahu, Bu. Dia baru saja datang sekitar 2 jam yang lalu. Dia tampak sangat kelelahan.” Bibi menyajikan susu hangat untuk Mayang. Mendengar cerita Bibi tentang sopirnya, Mayang tidak merasa heran. Justru ia sudah mengira akan seperti itu. Sebab Mirna tidak punya tujuan. Rumah pemberiannya yang pernah ditempati Yana pun telah ia amankan. Ia pikir Herdian dan Yana harus mendapatkan bayarannya. Meskipun ia juga terpaksa melihat Mirna kesulitan bersama mereka. Mungkin Mirna juga perlu belaj
Baca selengkapnya
Rahasia Mirna Terbongkar
“Lekas bawa wanita ini!” Seorang wanita memberi komando pada beberapa orang. Darah segar masih mengalir di kedua kaki Mirna. Sampai tiba di puskesmas terdekat, ia belum sadar. Tampak para petugas medis memberikan pertolongan segera. Salah seorang warga, tak lain merupakan wanita yang pertama kali menyadari ada yang salah pada Mirna pun memutuskan untuk tetap tinggal. “Siapa keluarga pasien?” Wanita muda berpakaian serba putih keluar dari ruangan UGD. “Saya bukan keluarganya, tapi saya yang membawanya ke sini.” Air mukanya tampak cemas. “Tapi–kami perlu berbicara lebih banyak dengan keluarga pasien. Kami harus segera memutuskan sesuatu karena pasien dalam keadaan darurat.” Wanita muda yang ternyata seorang perawat itu menjelaskannya pada si Wanita paruh baya. Wanita itu tampak bingung, apa yang harus ia lakukan. Jika tidak segera mendapat perawatan, mungkin Mirna tidak tertolong. Pada akhirnya, wanita tersebut mengajukan diri untuk menjadi wali agar Mirna segera mendapat peraw
Baca selengkapnya
Membuat Kesepakatan
“Jangan, Bu! Jangan beri tahu Mas Herdi, saya pun tidak bermaksud menipunya. Saya hanya–“ Mirna memohon sambil memegang kaki Yana, butiran bening masih mengalir deras di kedua pipinya. Yana membalik badan mendengar rintihan Mirna. Seketika ia punya rencana baru untuk wanita itu. Air mukanya yang tadi penuh dengan kemarahan berubah menjadi lebih ramah. Bukan menerima kondisi Mirna yang sekarat. Namun, ia ingin membuat kesepakatan dengan menantunya. “Imbalan apa yang akan kamu berikan jika saya tetap merahasiakannya dari Herdian?” Yana menatapnya dengan tatapan licik. Mirna menengadah, menatap wajah mertuanya. Ia mengusap pipinya yang basah kuyup lalu berdiri. Sejujurnya, ia tidak mengerti tentang apa yang dikatakan mertuanya. Meskipun mencoba untuk berpikir keras, tapi ia belum bisa menebaknya. “Imbalan seperti apa yang Ibu inginkan?” Mirna menatapnya tajam. “Akan kuberitahu setelah memikirkan apa yang kira-kira pantas. Sekarang kamu hanya perlu menyatakan persetujuan atas hal it
Baca selengkapnya
Ketika Induk Kehilangan Semang
“Bu, tadi ada yang menitipkan ini.” Pak Satpam menyodorkan sesuatu. “Untuk saya?” Mayang mengerutkan dahinya. Pak Satpam hanya menganggukkan kepalanya. Setelah berpikir sejenak, Mayang melanjutkan langkahnya ke tempat parkir. Begitu Pak Satpam menyerahkan padanya, ia langsung tahu bahwa itu kunci ruko miliknya. Tanpa menunggu lama, ia segera pergi. Semua atribut yang berhubungan dengan Echo Bakery telah dilucuti. Sekarang ia hanya berdiri di depan sebuah ruko kosong miliknya. Langkah beratnya berayun masuk ke dalam ruko. Semua kembali ke keadaan semula. Hanya ada secarik kertas yang sengaja ditempelkan pada papan pesanan. Untuk Ibu Mayang Damayanti Saya ingin mengucapkan terima kasih atas perhatian dan bantuan Ibu selama ini. Mohon maaf, jika saya tidak mengatakannya secara langsung. Saya hanya tidak ingin momen perpisahan menjadi momen terakhir yang memberi kesan buruk. Kami membutuhkan ruang dan waktu untuk saling menjaga. Sejujurnya, saya telah menganggap Ibu Mayang seperti
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status