Semua Bab Unexpected Wedding: Bab 131 - Bab 140
206 Bab
S2~131
“Beneran, ya, Mas Fajar lagi nggak sibuk,” tanya Intan memastikan lagi, karena khawatir pria itu memiliki pekerjaan yang menumpuk di kantornya.“Kalau sibuk, saya nggak mungkin ke sini nemui kamu,” kata Fajar lalu mempersilakan Intan yang baru saja berdiri, untuk duduk kembali. “Lagian juga dekat dari kantor, sekalian makan siang. Kamu sendiri gimana? Sampai jauh-jauh datang ke sini, padahal bisa bicara lewat telepon.”Intan meringis sembari duduk kembali di kursinya. Bukannya tidak ingin bicara lewat telepon, tetapi, Intan merasa bisa lebih bebas bila langsung bertemu dan bicara seperti saat ini.“Maaf, ya, Mas, sudah ngerepotin,” balas Intan sambil melambai tangan pada seorang pelayan. “Tapi nggak ada yang marah, kan?”Fajar terkekeh sembari menggeleng. “Bukan nggak ada, tapi belum ada.”“Aman berarti, ya?” gurau Intan kemudian ikut tertawa bersama Fajar.Mereka menghentikan pembicaraan sejenak, untuk memesan makanan dan minuman terlebih dahulu. Setelah selesai, barulah obrolan yang
Baca selengkapnya
S2~132
“Kita selesaikan semua ini nanti malam.”Saat mengingat ucapan Safir tersebut, Intan tidak pernah menduga pria itu ternyata meminta seluruh keluarganya berkumpul seperti sekarang. Bahkan, Raga pun saat ini sudah duduk berseberangan dengan Intan, tetapi tanpa Lintang.Jika dilihat dari jas dan dasi yang masih menempel, Raga sepertinya baru saja pulang kantor dan langsung pergi ke kediaman Sailendra. Untuk itulah, Lintang tidak berada bersama Raga saat ini. Atau, ada kemungkinan Lintang tidak tahu menahu mengenai pertemuan malam ini.“Coba Papa sama Mama tanya sama Intan, makan berdua dengan siapa dia siang tadi?” Safir yang duduk di sebelah Raga, memasang senyum tipis nan sinis pada Intan. Ia sendiri tidak tahu, mengapa rasa kesalnya pada Intan tidak bisa hilang-hilang. Di matanya, semua yang dilakukan gadis itu selalu saja salah, dan tidak bisa dibenarkan. Alasan apa pun yang diberikan gadis itu, tidak akan mampu menyibak amarah yang sudah menutupi hati Safir.Semua mata mendadak men
Baca selengkapnya
S2~133
“APA!” Detik selanjutnya, Lintang segera menutup mulutnya dengan kedua tangan. Seruannya barusan terlalu keras, dan ia berusaha untuk tidak mengulangi hal tersebut sekali lagi, karena kedua putranya baru saja tertidur dengan kompaknya. “Sssshhh …” kata mendesis samar, sembari menarik ujung kemeja putihnya dari dalam celana. Sementara jas dan dasi, sudah Raga lepas di kediaman Sailendra, dan ia lupa membawanya pulang ke rumah. “Jangan keras-keras.” Lintang mengangguk pelan, dan menurunkan kedua tangannya. Kantuk yang tadinya sudah menggantung di pelupuk mata, sontak hilang seketika setelah Raga memberi kabar tidak terduga. Akan tetapi, Lintang masih tidak bisa memercayai hal itu begitu saja, kendati Raga tidak mungkin bercanda mengenai hal tersebut. “Safir nyerein Intan?” ucap Lintang pelan, sambil menghampiri Raga dengan cepat. “Serius, Pa? Mereka cerai? Barusan? Nggak salah?” “Nggak mungkin aku main-main, Ma.” Raga melepas kemeja putihnya, kemudian ia bergegas pergi ke kamar mandi
Baca selengkapnya
S2~134
“80 persen dari gaji dan bonusmu bulan depan, tetap ditransfer ke rekening Intan,” kata Raga sambil bersedekap dan berdiri di samping kursi kerja Ario. Ia menatap ke arah jendela, dan melihat taman yang sedang disirami oleh asisten rumah tangga di luar sana. “Silakan mengundurkan diri dari perusahaan kalau kamu nggak bisa terima itu.”“Mas—”“Kamu juga bisa keluar dari rumah ini,” sahut Ario setuju dengan ucapan Raga. Ario sampai bingung sendiri, bagaimana caranya mendidik putra bungsunya itu agar bisa lebih baik, dan bertanggung jawab lagi.Ario juga tahu, Safir tidak mungkin berani keluar dari kediaman Sailendra, karena ia akan kehilangan semua kemewahan dan fasilitas yang selama ini didapatnya di rumah.“Kebutuhan Intan itu lebih banyak daripada kamu,” tambah Raga sudah malas melihat wajah adiknya. “Apalagi dia lagi hamil.”“Uang bensinku aja—”“Pake motor.” Satu sudut bibir Raga tertarik miring, dan miris mendengar Safir masih saja memikirkan nasibnya, tanpa mau mengingat Intan. “
Baca selengkapnya
S2~135
Intan terbangun ketika dering panjang ponsel mengusiknya. Dengan malas, Intan meraih ponsel yang tergeletak di lantai, lalu melihat nama yang terpajang di sana. Melihat nama sang mama ada di sana, Intan beru-buru berdehem, agar suara serak bangun tidurnya tidak terlalu kentara saat mengangkat panggilan tersebut.“Halo, Ma.”“Kamu di mana?”Pertanyaan datar dari Jenni tersebut, kontan membuat hati Intan mendadak rikuh. Bukan karena kalimat pertanyaan yang dilontarkan Jenni, tetapi lebih kepada intonasi yang terdengar tidak hangat seperti biasanya.Karena sudah sangat mengenal Jenni, Intan sudah bisa menebak, sesuatu pasti sedang terjadi.“Aku di … kampus,” jawab Intan terpaksa berbohong, karena ia belum menyiapkan diri untuk menjelaskan perceraiannya dengan Safir.“Kenapa bu Retno bilang kamu lagi dalam perjalanan ke rumah tantemu?”Firasat Intan benar. Telah terjadi sesuatu, sehingga nada bicara Jenni terdengar dingin dan lebih tegas.Apa Retno telah menelepon Jenni, dan mengatakan se
Baca selengkapnya
S2~136
“Makasih sudah diantar, Mas.” Intan melihat warung makan prasmanan, yang sering dilewatinya ketika pulang mengajar. Ia tidak pernah mampir, karena lebih memilih tempat makan yang berada di sebelah tempatnya mengajar. Atau, Intan akan membeli makanan dari pedagang bakso yang terkadang mangkal di depan Primagala. “Oia, Mas Fajar mau ke mana?”“Saya.” Fajar melepas helmnya, lalu meletakkannya di kaca spion setelah berdiri di hadapan Intan. “Mau makan juga.”Intan mengernyit tidak percaya. Firasatnya mengatakan, Fajar hendak pergi ke suatu tempat, tetapi pria itu mengurungkan niatnya tiba-tiba.“Ibunya Mas Fajar, nggak masak?” selidik Intan mendadak mengendus aroma masakan yang membuat perutnya mual. Namun, Intan berusaha menahannya, agar jangan sampai muntah.“Ibu sama ayah saya lagi di rumah mbak Widi,” terang Fajar. “Jadi, nggak ada makanan di rumah.”Alasan Fajar cukup masuk akal, sehingga Intan akhirnya percaya-percaya saja. “Mas Fajar mau makan apa?”“Kamu sendiri mau makan apa?”Sa
Baca selengkapnya
S2~137
Pagi-pagi sekali, Intan melihat seorang wanita paruh baya tengah menyapu tepat di depan rumah Fajar. Menggiring daun-daun kering yang berguguran, ke tempat sampah yang berada di sudut rumah. Rencananya, Intan membeli sarapan di tempat yang sudah diberitahu Fajar sebelumnya, sekaligus ingin berjalan-jalan untuk mengenal lingkungan sekitar.Namun, karena melihat wanita paruh baya yang diyakininya adalah ibu Fajar, maka Intan mau tidak mau harus menyapa terlebih dahulu.“Pagi, Bu.” Sapaan Intan tersebut, membuat wanita paruh baya itu menoleh, dan menghentikan sejenak kegiatannya.“Pagi.”Intan tersenyum sembari menutup pintu pagar, yang tingginya hanya sebatas pinggang orang dewasa. Ia menghampiri wanita tersebut, lalu memberi anggukuan sopan dan mengulurkan tangan lebih dulu. Intan mencoba bersikap ramah dengan semua orang, agar bisa dengan mudah minta bantuan jika terjadi sesuatu yang tidak terduga dengan dirinya. “Saya Intan, anak kos baru di depan.”“Ohh … saya … panggil aja Ibu Ta
Baca selengkapnya
S2~138
“Ngapain, Jar?” Tidak biasanya putranya itu duduk-duduk di teras rumah seperti sekarang. Sepulang kantor, Fajar pasti akan langsung berada di kamar, dan hanya keluar untuk makan malam. Kecuali ada Widi berkunjung ke rumah, atau Fajar sedang kedatangan teman kantornya. Jadi wajar, bila sebagai ayah, Fikri bertanya akan hal tersebut. “Cari angin,” jawab Fajar mendadak mempertanyakan hal yang pada pada dirinya sendiri. Untuk apa juga Fajar duduk di teras rumah seperti sekarang, tetapi tidak melakukan hal apapun. “Cari angin?” Fikri berdecih, lalu duduk pada kursi rotan yang berada di samping putrannya. “Kamarmu di atas itu kurang banyak apa lagi anginnya? Tinggal buka jendela, kenyang! Masuk angin.” “Cari suasana baru.” Fajar beralasan dan menatap lurus pada rumah yang berseberangan dengannya. “Bosan di atas terus.” “Gini, ini.” Fikri menoleh dan mengarahkan telunjuknya pada Fajar. “Kalau kelamaan jomlo. Kamu itu sudah keliling pulau Jawa, tapi nggak ada satu pun perempuan yang nyang
Baca selengkapnya
S2~139
“Kata ayah, kamu sudah kenal sama Intan.” Tati tidak akan menunda untuk menginterogasi putranya pagi ini. Mumpung Fajar baru saja duduk di meja makan, dan tengah menyendokkan nasi ke piringnya. “Ibu baru ketemu sekali, tapi … sepertinya anaknya sopan, baik, cantik juga. Karyawannya mbakmu juga, kan, ternyata?”“Jangan mulai,” pinta Fajar melihat sang ayah baru saja menarik kursi di sebelahnya, lalu duduk di sana. “Aku sama Intan nggak ada hubungan apa-apa.”“Beluum,” goda Fikri sambil menyomot tempe goreng yang sudah tersaji di meja. “Bentar lagi juga ada. Itu penerawangan Ayah,” kata Fikri lalu terkekeh pelan. “Tinggal kamunya aja, jangan terlalu pasif jadi laki-laki. Nanti keburu disambar orang, seperti Lintang.”Fajar menghela. “Lintang …”Intan berbeda dengan Lintang. Saat mengetahui gadis itu adalah putri dari pengusaha media ternama, Fajar pun sadar diri dan tidak lagi bertanya-tanya mengapa Lintang selalu menolaknya. Mungkin, perbedaan status merekalah yang membuat Lintang masi
Baca selengkapnya
S2~140
Saat memeriksakan kandungannya pertama kali, Intan melakukannya bersama Safir. Yang kedua, Intan melakukannya bersama Retno, yaitu saat ia masuk rumah sakit tempo hari.Lantas sekarang? Intan pergi seorang diri ke dokter kandungan, tanpa ada yang menemani.Sesak? Pastinya! Intan baru merasakan, betapa pilunya memeriksakan kehamilannya seorang diri. Tanpa suami, dan tanpa satu pun keluarga ada di sisinya. Intan tiba-tiba merasa asing, dan kesepian. Ia merindukan orang tuanya, Lintang, Retno, teman-teman kampusnya, dan juga … Safir.Dasar bodoh! Satu-satunya orang yang tidak boleh lagi masuk ke dalam kehidupan Intan, adalah Safir. Pria yang sangat dicintainya, sekaligus pria yang juga memberinya luka.“Mbak, sudah sampai.”“Sudah sampai?” Karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, Intan sampai melupakan keberadaannya saat ini. Kemudian, ia menegakkan tubuh dan memandang rumah Lintang dari luar pagar. Intan terdiam untuk beberapa saat, lalu menghela dan kembali menatap sopir taksi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
21
DMCA.com Protection Status