Semua Bab Bukan Indahnya Berbagi: Bab 81 - Bab 90
100 Bab
Bab 81 (Rizki)
Rizki merasa heran karena tumben sekali Hikam mengajaknya bertemu di kafe. Ia pun tiba lebih dulu demi menghormati kakak iparnya."Saat aku dan Salis mengantarkan Aghni survey asrama, aku bertemu dengan salah satu teman dari teman kerjaku. Kami tidak terlalu dekat, tapi Ia mengenalku dan aku mengenalnya, Ia seorang wanita," ujar Hikam sembari mengedarkan pandangannya. Rizki yang menyimak ucapan itu mencerna dengan saksama dan mencoba menebak arah topiknya. Tidak biasanya Hikam berbicara tentang perempuan, apalagi perempuan itu hanya teman dari teman kerjanya."Ia pembina asramanya Aghni, Mas?" tanya Rizki."Bukan, mungkin hanya pengurus catering, atau bahkan mungkin bukan siapa-siapa di sana. Tetapi yang jelas kami bertemu. Ia menanyakanmu." Hikam menoleh memandang Rizki."Hah, kok bisa Mas? Maksudnya apa?" Tentu saja ucapan Hikam membuat Rizki terkejut sekaligus bingung."Ia menanyakanmu apakah sudah menikah lagi atau belum," ujar Hikam kemudian."Ya belum lah, Mas. Emang Mas Hikam
Baca selengkapnya
Bab 82 (Rizki)
"Bagaimana pertemuannya, Riz?" pesan Hikam saat Rizki baru saja akan menghidupkan mesin mobilnya."Mantap, Mas. Aku suka kepribadiannya. Ini baru lagi pulang, Mas," balas Rizki. Sebenarnya Ia ingin bicara lebih banyak tetapi khawatir akan mengganggu konsentrasinya.Rizki merasa lega setelah rasa penasarannya terpenuhi. Ia bisa pulang dan makan malam bersama anak-anaknya dengan lahap. Sesekali Ia bercakap-cakap bersama anaknya tentang sekolah mereka. Rupanya Itsna sudah sangat betah dengan lingkungan barunya di Tempat Penitipan Anak, Ia merengek tidak mau jika Rizki memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak."Kalau boleh, aku nanti juga nggak mau naik ke SMP," ucap Ikhda sependapat dengan adiknya."Kakak, Nana, hidup itu selalu ada perubahan. Kita lah yang harus menyesuaikan dan mengembangkan diri. Karena kalau nggak mau, kita bakal kesusahan sendiri. Alloh tidak akan mengubah diri kita, kalau kita nggak ada usaha sendiri," ucap Rizki panjang lebar menasihati anak-anaknya.Saat Rizki tengah
Baca selengkapnya
Bab 83 (Muniroh)
Muniroh tersenyum lega saat Salis kembali datang untuk menjemput Aghni, Ia pun bisa membicarakan berdua tentang pertemuannya dengan Rizki."Kalau kepribadiannya, Ustadzah suka nggak?" tanya Salis. Muniroh mengangguk sebelum menjawab lebih jelas."Alkhamdulillah. Kalau saya ingat-ingat, Pak Rizki itu tipe orang yang mudah menyesuaikan diri dengan sekitar, Bu. Saya rasa itu sangat cukup untuk saya," ujar Muniroh. Ia ingat betul ketika lelaki itu baru saja datang, dirinya tengah membaca buku. Setelah memesan makanan, pembicaraan mereka pun tidak jauh-jauh dari hobi membaca. Semenjak melihat wajah Rizki secara langsung, Muniroh langsung mendapat kesan bahwa Rizki adalah orang yang cerdas. Ia sangat pandai menguasai lingkungan sekitarnya."Hmm, kalau itu mah memang keterampilan wajib yang harus dimiliki seorang pengusaha, Ustadzah. Mas Rizki 'kan pengusaha, tentu saja bisa menyesuaikan diri untuk sekadar ngobrol dengan siapapun," tanggap Salis nampak belum puas. "Saya 'kan baru ketemu sa
Baca selengkapnya
Bab 84 (Putri)
"Ibu sudah baca email yang barusan masuk?" Ucapan sekretarisnya membuat Putri mendongak, "Belum, Div. Kalau misal nggak penting-penting amat mending dihapus saja. Forward ke saya yang sekiranya penting, Div," ujar Putri menanggapi dengan santai. "Ini dari Pak Rizki, Bu." Diva mendekatkan wajahnya dan menyodorkan laptop, layar monitornya masih menayangkan isi email dari Rizki."Apa ini?" gumam Putri mengerutkan dahi mulai mencerna isi email tersebut. Rizki menyampaikan surat konfirmasi pembayaran pinjamannya ke email pribadi Putri dengan lampiran beberapa foto bukti. Tanpa pikir panjang, Putri pun meraih gagang telepon di depannya dan memencet rangkaian nomor lalu menunggu panggilannya diangkat."Hallo, ini Delta, Bu. Bisa tolong sambungkan ke Pak Rizki sekarang?" ucap Putri kepada penerima telepon di seberang sana.Putri menunggu beberapa saat dengan perasaan campur aduk, Ia sendiri tidak bisa mendefinisikan hal yang sebenarnya tengah dirasakan. Entah mengapa Ia gelisah ketika Rizk
Baca selengkapnya
Bab 85 (Rizki)
"Karyawanku pernah lihat Mas Rizki makan bareng perempuan di restoran ini," ujar Putri cukup membuat Rizki terkesiap. Rizki menelan makanannya kemudian menenggak air putih. Pertemuannya kali ini dengan Putri sebenarnya untuk membahas hutang Rizki yang masih setengah. "Ya, beliau Ustadzah Muniroh," ucap Rizki menjawab pertanyaan Putri yang dilontarkan secara tidak langsung. "Ustadzah?" Putri mengerutkan dahi seperti tidak percaya. "Kukira karyawan atau kliennya Mas Rizki," lanjut Putri."Bukan, kalau pengusaha, Kau sendiri pasti sudah tahu. Sekarang ini nggak banyak yang mau kerjasama sama aku, Mbak Put. Kau tahu sendiri lah, hutangku banyak," ujar Rizki sembari tertawa getir. "Iya sih, tapi emang apa salahnya sih. Lagian 'kan Mas Rizki sudah bangkit lagi sekarang." Putri mengedikkan bahu. Rizki hanya mengangguk-angguk mendengar ucapan Putri yang selalu membesarkan hatinya.Dalam hati Rizki ingin merahasiakan perihal perjodoha
Baca selengkapnya
Bab 86 (Rizki - Muniroh)
"Nggak apa-apa, Mas. Ini tadi ada motor nyebrang," gumam Rizki. "Astaghfirulloh. Ya sudah aku matikan dulu telponnya," gumam Hikam. Panggilan pun dimatikan sepihak oleh Hikam.Keganjilan-keganjilan hari ini membuat Rizki tak bisa tidur nyenyak. Ia sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Putri dan Hikam. Namun, Ia tidak berhak mencampuri urusan rumah tangga mereka.Esok paginya ketika Rizki hendak berangkat ke kantor, Hikam mengirim pesan bahwa hari ini Ustadzah Muniroh akan menemuinya saat jam makan siang. Rizki terkesiap dan langsung menghubungi sekretaris untuk melonggarkan jadwalnya di siang hari."Kau bisa ke alamat ini 'kan, Riz?" Hikam mengirimkan screenshot lokasi. "Bisa, Mas," jawab Rizki tanpa pikir panjang, sejauh apapun Ia harus bisa.Seperti kata Hikam, Ia khawatir jika harapannya akan pupus jika dibiarkan berlama-lama. Ia sendiri juga harus mengejar wanita itu. Apa yang Rizki butuhkan di usia yang
Baca selengkapnya
Bab 87 (Muniroh)
"Pak Arman?" gumam Rizki terdengar jelas di telinga Muniroh."Pak Rizki kenal?" ucap Muniroh dengan suara sangat tercekat nyaris tak terdengar. Rizki berbalik menatap Muniroh dengan mengerutkan dahi seolah mengembalikan pertanyaannya. Perlahan, 'lelaki itu' datang mendekati meja mereka. Degup jantung Muniroh semakin kencang tak terkendali, Ia tak kuasa menyembunyikan badannya yang gemetar. "Pak Rizki, umur panjang ya kita bertemu di sini. Kebetulan saya juga mau makan siang," ujar Pak Arman dengan santai, menunjukkan pada Muniroh bahwa mereka sudah saling kenal dekat. "Oh, ini kami juga sedang makan siang. Tumben sekali Pak Arman sendirian, mari duduk sini saja, Pak." Rizki menarik satu kursi untuk duduk lelaki itu."Terima kasih, Pak. Kebetulan saja saya lewat sini, jadi sekalian makan siang. Review di internet sih katanya bagus, saya jadi penasaran." Pak Arman duduk kemudian memanggil waitress dengan isyarat tangan. "Habis
Baca selengkapnya
Bab 88 (Alvian)
"Terima kasih atas kesempatannya, maksud kedatangan kami sekeluarga adalah untuk meminang putri tunggal Pak Omar, yang sudah saya kenal sejak beberapa bulan lalu. Saya meminang putri Bapak untuk menjadi pendamping hidup saya." Alvian bicara panjang lebar menyampaikan maksudnya.Hari ini Alvian akhirnya datang bersama keluarga kecilnya untuk melamar Febi setelah Ia dan Febi sepakat untuk serius menuju jenjang pernikahan. Tidak sia-sia perjuangan dan pengorbanannya, akhirnya gadis itupun luluh dan menerimanya. "Ya, saya terima maksud baik Nak Alvian. Tetapi apapun keputusannya nanti tetap ada di tangan anak saya. Toh, nantinya juga kalian berdua yang akan menjalani pernikahan ini 'kan?" Pak Omar menerima dengan baik maksud kedatangan Alfian. Alfian mengangguk yakin, sementara Pak Omar menoleh ke arah anaknya yang juga mengangguk. "Baik lah, lamaran Nak Alfian untuk menikahi anak saya, saya terima. Silakan dilanjutkan ta'arufnya," ujar Pak Omar.
Baca selengkapnya
Bab 89 (Muniroh)
Bilik 3×3 meter yang menjadi ruang kerja Muniroh kini terasa seperti labirin. Lelaki itu duduk di meja sembari menyilangkan kakinya. Muniroh mundur selangkah karena begitu terkejutnya."Terlalu mudah untuk menemukanmu kembali, Muniroh," seringai lelaki itu."Hubungan kita sudah selesai, Mas. Tidak ada yang perlu kita bicarakan," sahut Muniroh dengan bibir gemetar."Memang. Lalu, sekarang Kau menghinaku dengan menikahi rekan kerjaku?" Pak Arman turun dari meja dan melangkahkan kakinya perlahan mendekati Muniroh. "Ap-apa maksudnya, saya kira tidak ada hubungannya. Saya menikahi Pak Rizki atas dasar suka sama suka, bukan karena Anda, Mas." Muniroh mengerutkan dahi saking bingungnya dengan pola pikir mantan suaminya.Muniroh berani bersumpah bahwa Ia tidak memiliki maksud buruk kepada siapapun dalam menikahi Rizki. Namun, tetap saja lelaki itu merasa terhina. Bagaimana bisa? Pak Arman tersenyum kecut, Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Muniroh
Baca selengkapnya
Bab 90 (Hikam)
Hikam mengembuskan napas kasar merebahkan punggungnya di ranjang berukuran kingsize. Langit-langit kamar yang bernuansa kuning keemasan dengan sebuah lampu besar menggantung, sangat berbeda dengan kamar yang biasa ia tempati untuk tidur. Tentu saja, ini adalah kamar milik Putri yang dulu ditempati wanita itu bersama Reza.Apapun yang ada di ruangan ini serba mewah dan indah, kecuali gairah Putri yang malam ini seperti nihil. Hikam tak tahu alasan yang pasti. Namun, tetap saja terasa mengganjal karena tidak seperti biasanya. "Rizki udah melunasi pinjamannya?" tanyanya dengan bergumam. "Belum, baru setengahnya. Memangnya kenapa, Mas?" jawab Putri tanpa mengalihkan pandangannya dari cermin lebar di hadapannya. Tangannya dengan tak berselera menyisir rambut panjangnya helai demi helai."Ya sudah," ucap Hikam sambil kembali mengembuskan napas kasar. Putri yang memberikan pinjaman itu, tetapi ia tidak bisa membiarkan Rizki menunda pelunasann
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status