Semua Bab Janji Setia : Bab 41 - Bab 50
157 Bab
Permintaan Seorang Kakak 2
“Tuan, ini binatang peliharaanmu? Dia mengamuk di tengah kota. Aku berusaha menenangkan dan aku antar dia pulang.” Nuwa menyerahkan tali kekang pada salah satu lelaki. “Kau yang menenangkannya?” tanya mereka. “Iya, kenapa?” “Ini kuda paling liar dan sulit diatur, bagaimana bisa?” “Bukan liar, terlalu banyak tekanan, karena itu dia stress. Kuda juga punya perasan, Tuan. Ya sudah kalau begitu aku pergi dulu.” Nuwa ingin pergi ketika sudah menyerahkan tali kekang itu. Namun, binatang berwarna hitam itu mengikutinya dari belakang. “Aku pendatang di sini, aku belum punya rumah. Ini tempatmu tinggal, kau di sini saja, ya.” Nuwa mendorong kuda itu, lalu berbalik, tetapi masih diikuti. Kuda itu tidak mau ditinggalkan. Nuwa mengantarnya lagi. “Sepertinya, dia jinak denganmu. Padahal dengan kami setiap hari harus dicambuk.” “Ya itulah salahmu, Tuan, kenapa dicambuk. Kau dicambuk mau tidak?” Nuwa terbawa emosi. “Kami jual saja dia padamu, bagaimana?” “Aku tidak punya rumah, tak mungkin
Baca selengkapnya
Percaya Diri
Maira masuk ke rumah tempat tinggal Nuwa. Sedangkan wanita itu sendiri sedang menambatkan kudanya pada sebatang pohon besar. Kai—kuda kesayangan wanita Suku Mui itu tidak mau tinggal di kandang lagi. Dia sangat setia mengikuti Nuwa. Wanita berusia 20 tahun itu berlalu ke dapur dan mengambilkan segelas air putih pada Maira. Nuwa tidak minum manis atau yang lain terlalu sering. Sebab bisa membuat tubuhnya berat saat latihan.“Aku akan merepotkanmu. Sangat merepotkanmu,” ucap Maira, sambil matanya melihat ruang tamu yang kecil itu. Ada gambar siluet tubuh manusia dengan titik-titik merah, ditempel di dinding. Serta gambaran beberapa jurus yang juga dipajang di sana. “Tidak apa-apa, lagi pula aku tidak punya pekerjaan selain mengurus kuda dan latihan seharian,” jawab Nuwa, ia tahu ke mana arah pandangan Maira tertuju. “Ini titik-titik penting tubuh manusia, bisa sebagai sasaran dalam pertarungan, juga bisa berguna untuk ilmu pengobatan.” “Kau bisa mengobati orang sakit?” “Tidak. Aku h
Baca selengkapnya
Percaya Diri 2
Jeep Maira sampai di kantor polisi. Wanita bermata biru itu langsung membawa Nuwa ke tempat belajar menembak. Setelah menggunakan tutup telinga, Maira menunjukkan caranya membidik lawan satu demi satu. Tentu saja ia yang sudah pengalaman selama belasan tahun bisa melakukannya dengan baik. Tidak dengan Nuwa. “Aku payah sekali dari tadi tidak tepat sasaran.” Peluru Nuwa tidak pernah mencapai titik tengah seperti halnya Maira. “Tidak apa-apa, tidak perlu tepat sasaran sebenarnya, cukup membuat orang terluka saja. Ayo, kita sudahi latihannya. Akan aku perlihatkan di mana lokasi hilangnya suamiku.” Maira meletakkan perlengkapan menembaknya begitu juga dengan Nuwa. Wanita Suku Mui itu lebih interest menggunakan belati daripada pistol. “Di sini, di deretan pegunungan ini Fahmi hilang, sampai sekarang tidak juga ketemu. Sudah dicari sampai ke dalam akar pohon tapi tidak ada jejaknya sama sekali. Setiap kali kami datang, mereka seperti hilang tanpa jejak.” Maira menunjukkan gambar di layar
Baca selengkapnya
Mengabaikan Perasaan 1
Sohwa sedang memantau pergerakan di sekitar tempat mereka bersembunyi. Mereka—para tentara Xin Hua itu memang gila. Di negaranya mereka memotong dan meratakan pegunungan untuk membuat perumahan mewah baru untuk para elit pejabat. Di Syam mereka menggali pegunungan sebagai markas tempat berlindung yang tidak pernah diprediksi oleh Maira. “Apakah semuanya aman malam ini?” tanya Sohwa. Ia sangat lelah dan ingin beristirahat. Barusan ia mengksekusi mati tiga anak kecil dan jenazah sudah dikirim ke rumah masing-masing. Saatnya ia minum arak dan tidur sampai pagi. “Aman, Letnan Sohwa,” jawab salah satu mata-matanya. “Baiklah, jangan ganggu aku malam ini, dan jaga Fahmi baik-baik. Dia tawanan spesial Kapten Xia He. Jangan lupa undian kematian jalankan lagi. Aku ingin tidur, rasanya mengantuk sekali.” Sohwa meninggalkan ruangan di mana anak buahnya kerap menyusun rencana sangat keji. Wanita itu masuk ke ruangan pribadinya, menggunakan head set dengan musik full volume dan tidur sampai tub
Baca selengkapnya
Mengabaikan Perasaan 2
“Mudah-mudahan kunci ada pada salah satu dari kalian.” “Gawat, ada penyusup. Cepat panggil yang lain dan lapor pad—” Belum selesai wanita itu bicara, sebilah belati menancap di uluhatinya. Ia pun tumbang. Tiga yang lain menoleh ke belakang. Mereka menarik pistol, tetapi Nuwa terlebih dahulu melempar tangan mereka dengan batu lalu melempar seutas tali hingga merampas senjata api tersebut, agar tidak timbul kegaduhan. Misi harus dijalankan setenang mungkin.“Bunuh dia!” Perintah yang pangkatnya paling tinggi. Fahmi yang mendengar keributan itu berusaha mengintip sebisa mungkin. Siluet bayangan tiga perempuan melawan satu orang terlihat jelas diterangi oleh cahaya api yang hidup. Fahmi membelalakkan mata ketika sebuah benda tajam menancap di perut dan ada yang menjerit. Begitu juga ketika terdengar suara patahan tulang lalu hening. Sisa satu lawan satu. Sebuah hantaman menyakitkan diarahkan di bagian tulang yang melindungi jantung. Cukup dua kali pukulan, Nuwa berhasil membuat yang t
Baca selengkapnya
Sebelum Pergi 1
Nuwa menarik kudanya ke tempat di mana keran air berada. Ia jadi bahan perhatian beberapa orang yang menunggu. Namun, wanita itu tidak peduli. Ia mencari ember, menghidupkan keran dan memberi minum kudanya yang haus. Sama, Nuwa juga haus sekali, tapi untuk minta air dengan siapa? “Kai, minum.” Wanita berusia 20 tahun itu menyodorkan seember penuh air. Kuda tersebut menghilangkan dahaganya sesegera mungkin. “Apakah aku harus minum air dalam ember ini juga?” tanya Nuwa pada desir pasir yang terus lewat. Air tersebut bersisa, Nuwa mengangkat embernya. Ia lihat sejenak, angkat dan tidak jadi diminum. Nuwa justru menyiram kepalanya yang panas di pagi hari dengan sisa air di dalam ember. “Segar sekali,” ucapnya sambil membersihkan matanya yang serasa terisi pasir. Nuwa tidak sadar dilihat oleh beberapa lelaki di sana. “Astaghfirullah,” ujar mereka bersamaan. Seperti melihat bidadari mandi di siang hari yang panas. Tak baik bagi mata lelaki. “Ayo cepat sana, datangi dia dan tanya apa ya
Baca selengkapnya
Sebelum Pergi 2
Fahmi dibawa ke ruang rawat ketika Maira sudah mengganti baju dan membersihkan tubuh suaminya. Ketika sadarkan diri, yang pertama Fahmi lihat yaitu Maira, mereka berdua di dalam satu ruangan. “Aku pikir kau tak akan kembali.” Maira memegang tangan suaminya. Ada salah satu jemari yang ia rasakan tak punya kekuatan lagi. Fahmi hanya menghela napas panjang saja. “Patah, mereka menyiksaku luar biasa. Cincin kawinku pun hilang.” “Ada di rumah, mereka mengirimnya kembali. Jangan risaukan hal itu, yang penting kau kembali hidup-hidup. Aku berpesan pada Nuwa tadi untuk membawamu hidup atau mati. Syukurlah dia membawamu tanpa kekurangan satu apa pun.” Maira mengecup tangan suaminya berkali-kali. Mata biru wanita itu melihat ke arah infus. Sudah dua kali ganti dan cepat sekali kosong. Ia pun memanggil perawat dan minta dipasangkan yang baru. “Dia kuat sekali dan sadis juga melawan musuh.” Fahmi mengingat kejadian beberapa jam lalu. Bagaimana Nuwa melubangi leher para tentara Xin Hua dengan
Baca selengkapnya
Pesan yang Dikirim 1
Maira dan Fahmi sama-sama menggunakan seragam kepolisian lengkap dengan pengaman di bagian-bagian tubuh yang vital. Wanita bermata biru itu membuka laci. Ia mencari pistolnya tetapi tidak ada. “Eh, tidak ada, ke mana ya?” Maira sampai mengeluarkan isi laci semuanya. Begitu juga dengan belatinya. Padahal dua benda itu ia berikan pada Nuwa. “Tidak ada waktu mencari. Pakai ini saja.” Fahmi memberikan senjata miliknya. “Terus, kau pakai apa?” “Ini, jauh lebih baik.” Fahmi mengeluarkan senapan laras panjangnya.Mereka berdua kemudian berangkat ketika orang-orang masih tidur. Anak ketiga yang masih kecil akan dijaga oleh dua orang kakak lelakinya. Maira yang menyetir lagi karena kaki Fahmi masih sakit. “Kau menghubungi siapa?” tanya Fahmi ketika melihat istrinya mengambil ponsel dan mendial satu nama. “Nuwa, yang menolongmu kemarin.” “Untuk apa? Biarkan dia beristirahat. Dia tidak boleh sebenarnya ikut urusan ini, dia bukan bagian dari kepolisian atau militer. Dia warga sipil yang ha
Baca selengkapnya
Pesan yang Dikirim 2
“Buka pintu penjaranya, Nui.” Sohwa menyerahkan kunci. Bawahan tersebut mengambil dan mulai membuka jeruji besi. “Bagaimana bisa ada mayat bergelimangan di penjara. Penyusupnya pasti benar-benar hebat.” Sohwa sampai tutup mulut mencium bau mayat yang mulai membusuk. Pintu penjara sudah dibuka dan anak-anak mulai ketakutan. “Eksekusi, Nui!” Sohwa memberikan jarum beracunnya. Nui mengambil tiga batang sekaligus. Lalu ia ingin tancapkan ke mata perempuan kejam itu. Sohwa menahan tangan Nui. “Nui, kau penyusupnya. Bedebah kau!” Sohwa kesulitan menahan tangan Nui yang bergerak cepat. Sedikit lagi matanaya akan tertusuk. “Nui sudah mati, yang ada hanya Nuwa. Wei Nuwa, Wei Nuwa. Kau harus ingat namaku sampai di neraka. Aku tidak pernah memaafkan orang-orang seperti kalian.” Nuwa menekan jarum itu lebih dekat. “Kau mengkhianati negaramu!” “Negara tidak pernah peduli padaku,” jawab Nuwa. Sorot mata besar itu sangat memancarkan dendam sangat mendalam atas kematian Kai. Bagi Nuwa semua ten
Baca selengkapnya
Tiga Orang Murid 1
Nuwa memotong batang pohon kecil-kecil dan mulai membuat bonsai untuk diletakkan di dalam rumah. Hidup di sekeliling padang pasir, sawah dan pegunungan yang jauh membuatnya kekeringan. Sebenarnya ia juga suka merangkai bunga walau tak seindah tangan-tangan lemah lembut perempuan lain. Namun, di sini bunga segar sangat mahal harganya. Lebih baik uangnya ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari saja. Iya, dia menolak santunan pemerintah. Baginya harga diri jauh lebih penting. Bahkan di Xin Hua semiskin apa pun dia tak pernah mengemis, menahan lapar sering. Nuwa masih bisa bekerja menggunakan kedua tangan dan kakinya. Jika ditanyakan memang sejak kembali dari menyelamatkan anak-anak, namanya memang cukup dikenal. Akan tetapi, ia tak pernah memanfaatkan hal itu. Nuwa yang sederhana dari dulu sama saja tidak ada yang berubah dari dirinya. “Di sini tidak ada bunga lotus sama sekali. Padahal akan sangat indah kalau ada di ruang tamu. Bunga pasir saja banyaknya, mending juga bunga bank, ckc
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
16
DMCA.com Protection Status