All Chapters of Lelaki Yang Kau Pamerkan Itu Suamiku: Chapter 41 - Chapter 50
91 Chapters
Benda Keramat Desi
“Loh, nelpon kok nggak ngomong.” Anto menatap heran layar ponselnya lalu memutuskan sambungan dan kembali memasukan ponsel itu ke dalam saku celananya.Ia sedang berada di pabrik. Pembangunan pabrik masih berjalan, memakan waktu cukup lama karena memang bukan pabrik kecil yang dibuatnya.Setelah beberapa menit lalu menerima telepon Desi, Anto malah jadi tidak tenang. Ia menelpon balik tapi tidak diangkat.“Pak, saya izin sebentar boleh?” tanya Anto pada Damar yang juga sedang ada disana untuk mengawasi pembangunan.“Kemana, To?”“Tadi Desi nelpon tapi nggak ngomong apa-apa, saya telepon balik tapi nggak diangkat.”“Oh ya udah, pergilah. Takutnya kenapa-napa.”“Terima kasih, Pak.”Takut terjadi apa-apa ia langsung bergegas ke rumah Desi untuk memastikan. Bekerja pun ia tidak akan tenang jika seperti ini. Meski kemarin bertemu, Desi terlihat baik-baik saja namun Anto mengingat Desi yang mengeluh perutnya kram.“Des, Desi!” Anto mengetuk pintu rumah Desi namun tidak ada sahutan.“Tidur k
Read more
Keputusan
“Da-leman?” Anto mengenyit tidak mengerti karena Desi bangun tiba-tiba mengatakan soal pakaian dalamnya.Wajah Desi langsung merah apdam, merutuki dirinya sendiri yang refleks bicara seperti itu. Mungkin terbawa obrolannya dengan sang ibu tadi sore.“I-ibu mana?” Memalingkan wajah guna menghindari tatapan Anto, berpura-pura mencari ibunya.“Sudah pulang. Aku meminta mereka untuk istirahat, kasihan juga setelah perjalanan jauh.”Kedua alis Desi saling bertaut, “terus kamu ngapain disini?”“Jagain kamu.”“Aku bisa sendiri kok, nggak usah dijagain segala.” Desi masih seperti biasa, padahal tinggal bilang terima kasih nyatanya begitu sulit.“Kamu harus segera pulih biar bisa lihat anak kita.”Ada desiran aneh saat Anto mengatakan itu. Anak kita, kata yang biasa tapi berdampak luar biasa pada Desi. Ia ingat betul Anto pernnah mempertanyakan soal ayah biologi bayi yang dikandung oleh Desi meski Desi sudah menjelaskan tidak pernah berhubungan lagi dengan lelaki manapun dan terakhir dengan An
Read more
Tak Bisa Menolak
“Sakit, Bu.” Desi meringis saat ia mencoba untuk duduk rasanya begitu nyeri.“Pelan-pelan aja, nanti kamu juga harus belajar jalan.”“Mau duduk aja sakitnya nggak ketulungan apalagi nanti jalan.”“Udah, jangan banyak ngeluh gitu. Kamu mau cepat ketemu anak kamu 'kan?”“Iya, Bu.”Hanya itu yang bisa membuat Desi semangat agar bisa berjalan. Dari balik pintu, Anto melihat bagaimana Desi berusaha untuk segera pulih. Ia tidak tahu bagaimana rasa sakit yang dirasakan Desi tapi melihat wanita itu sering meringis sudah pasti bukan sakit biasa yang dirasa.Lelaki itu terperanjat saat pundaknya ditepuk dari belakang.“Kenapa nggak masuk, To?” tanya Pak Adi.“Saya baru mau masuk, Pak,” bohongnya padahal dari tadi ia berdiri saja memperhatikan Desi.Pak Adi pun tahu itu, ia merasa ada sesuatu diantara Desi dan Anto tapi ia tidak akan ikut campur jika bukan mereka yang meminta saran padanya.Desi sudah diperbolehkan untuk pulang setelah lima hari berada di rumah sakit tapi bayi laki-laki yang dib
Read more
Anak Istimewa
Belum sempat Launa kembali bicara, ia melihat Anto yang datang mendekat pada Desi dan menyerahkan minuman botol.“Teh botol yang ini?” tanyanya.“Iya, nggak papa.” Desi menerima botol itu.“Kalian … rujuk?” Akhirnya kata itu keluar juga dari mulut Launa.Desi dan Anto saling melempar pandangan dan tersenyum, tanpa kata pun itu sudah sangat menjelaskan. Keduanya sepakat memulai hubungan baru tentu dengan seizin Laras, Desi tahu Laras pasti tidak benar-benar merelakan tapi ia juga tahu Laras bukan wanita egois, ia begitu murah hati.Launa sudah biasa melihat orang-orang memiliki istri dua tapi baru sekarang orang yang ada di sekelilingnya, lebih tepatnya karyawan suaminya itu memiliki dua istri. Kaget, sudah jelas karena sebelumnya Launa melihat hubungan Anto dan Desi itu merenggang. Tapi sekarang mendengar kabar keduanya rujuk.“Dia yang maksa sih.” Desi menyikut perut Anto sambil terkekeh geli.“Kok aku sih? Kamu juga mau 'kan?” balas Anto tidak terima.“Udahlah, kalian sama-sama mau
Read more
Berbagi itu Perih
Dengan hati yang lapang Launa dan Damar menerima kondisi anak kedua mereka tapi meskipun begitu mereka tetap mengusahakan Alesha mendapat pengobatan. Apa yang sudah diberikan oleh Sang Pencipta tidak boleh diprotes apalagi dihina.Meski awalnya berat, Launa bisa menjalani hari-harinya dengan biasa. Jika ia sendiri rapuh bagaimana nanti ia membuat anaknya kuat. Launa bukan wanita lemah yang akan tumbang karena hadiah Tuhan yang istimewa ini.Bu Nia yang tahu juga awalnya syok tapi ia mencoba untuk menerima.“Mami, kita nanti pulang nggak?” tanya Aslan yang masuk ke kamar sambil membawa piring berisi buah. Sedangkan Launa sedang menyusui anaknya.“Pulang ke rumah besar?”“Iya.”“Pulang dong, sayang. Abang masih betah disini?”Aslan mengangguk. “Selesai sekolah tk baru kita pulang lagi ke rumah besar ya?”“Iya, Mami.” Anak itu mengangguk, mengambil irisan apel dan menyuapkannya pada sang ibu.“Perhatiannya anak Mami.” Sebelah tangan Launa yang bebas terangkat untuk mengelus puncak kepala
Read more
Bukan Tamu Tapi Madu
Tiga kepala itu menoleh pada ambang pintu, Bu Rt berdiri di sana.“Mas Anto, ini ada undangan. Besok malam datang ke balai desa ya buat diskusi acara tujuh belasan. Itu pun kalau nggak keberatan.”Anto menghampiri. “Oh iya, terima kasih, Bu. Saya pasti datang.”Bu Rt mengangguk. “Des, ayo pulang. Kamu di sini ganggu aja,” celetuknya tanpa perasaan.Desi menahan diri untuk tidak membalas perkataan Bu Rt yang sekarang sudah tidak terlihat. “Beda Rt juga ngapain sengaja nganterin kesini. Nyebelin, pengen masukin cabe ke mulutnya itu,” geram Desi. Tidak ada yang mendengar selain dirinya sendiri.“Mungkin karena udah lumayan lama tinggal disini, Mas. Jadi mereka mau Mas juga berpartisipasi,” ujar Laras.“Iya kayaknya. Tapi Bu Rt tadi 'kan beda Rt sama di sini.”“Mungkin bagi-bagi tugas kali, Mas. Loma tujuh belasan biasanya 'kan nggak cuman se-Rt doang.”Anto manggut-manggut. “Iya juga sih.”Keduanya mengobrol diperhatikan oleh Desi.Laras baru menyadari kondisinya yang berantakan ia pun u
Read more
Sebuah Penghinaan
“Kenapa tegang gitu sih, Des?” Laras menepuk pelan pundak Desi sambil terkekeh, wanita itu bergurau tapi Desi menganggap serius.Meski sebuah gurauan itu memang fakta, Desi hanya seorang madu yang kehadirannya bahkan sangat tidak disangka-sangka. Anto saja tidak berniat membawa Desi ke dalam kehidupan pernikahan namun takdir yang tertulis memang sudah harus seperti ini.Menjadi istri Anto berat tidak hanya untuk Desi tapi Laras pun merasakan hal yang sama tapi tidak pernah sekalipun mengeluh dan mencoba mencari perhatian karena tanpa melakukan itu Anto pun tetap memperhatikan.“Nggak kok, Mbak. Perasaan Mbak aja kali, aku cuman lagi capek belakangan ini.” Desi langsung mengalihkan pembicaraan karena tidak mau kepergok dirinya benar-benar marah karena ucapan Laras.“Kalau mau titip Haidar di sini jangan sungkan, Des.” Laras duduk di kursi samping Desi. “Kamu juga pasti butuh banyak istirahat 'kan sedangkan urus bayi itu pasti capek.”Desi memaksakan senyumnya. “Nggak papa kok, Mbak. Na
Read more
Pisah Lagi?
Andai saja tidak sedang bersama Aslan, Launa akan mengeluarkan semua sumpah serapahnya pada Bu Mae. Wanita paruh baya itu seperti ada dendam saja pada setiap orang, rasanya gatal jika satu hari saja tidak menggunjing orang.“Permisi!” Launa menggendong Aslan dan berlalu meninggalkan Bu Mae yang mencebik.“Pantes aja dapet anak cacat, sombong amat jadi orang mentang-mentang kaya,” cibirnya.Launa bahkan masih bisa mendengar itu tapi ia masih bisa mengendalikan emosinya agar tidak meledak.Ia tidak tahan lagi tinggal di sini jika mendapat hinaan seperti ini. Tinggal di kampung halaman karena ingin mengajarkan Aslan hidup bersosialisasi dengan orang lain juga agar Alesha bisa tinggal di lingkungan yang udaranya masih sejuk jauh dari polusi seperti di kota.Tapi sayang sekali tidak akan bisa tenang karena banyak mulut yang akan menghina apalagi Bu Mae sudah tahu, akan dipastikan ibu-ibu lain juga akan mendengar. Jadi daripada Alesha sakit hati lebih baik ia pulang saja ke rumahnya di kota
Read more
Selalu Ada Kebaikan di Setiap Kejadian
Desi tersentak mendengar itu, jelas saja ia tidak mau jika berpisah lagi dari Anto. Jujur dirinya memang sudah sangat mencintai lelaki yang pernah ditolak dan direndahkannya itu.“Nggak, Mas. Aku nggak mau, aku nggak mau pisah.” Desi menggeleng.Anto menarik nafas dalam-dalam. “Tolonglah, Des. Jangan bersikap kekanakan, kalau emang ada sesuatu yang nggak adil menurut kamu, ngomong ke aku. Jangan cuman dipendam sendiri dan menyimpulkan sendiri. Selama ini aku mencoba buat adil ke kamu sama Laras.”“Kenapa kamu … nggak pernah sentuh aku?” tanya Desi dengan suara lirih. “Apa aku nggak cantik di mata kamu? Aku nggak menarik lagi?”Raut wajah Anto yang sebelumnya merah padam kini berubah seketika, tawanya pecah membuat Desi terheran-heran.“Kenapa malah ketawa? Emang ada yang lucu?” ketusnya.Anto sampai memegangi perutnya yang terasa sakit karena tertawa lepas.
Read more
Didatangi Seorang Lelaki
Damar tidak berniat menanyakan apapun pada Launa perihal wanita itu yang tiba-tiba ingin pulang. Ia tahu ada sesuatu yang membuat sang istri tidak nyaman, daripada membuat Launa semakin sedih lebih baik Damar diam atau menunggu Launa sendiri yang cerita.“Kalau kayak gini 'kan aku jadi nggak khawatir sama kamu, Mas.”Kening Damar berkerut. “Khawatir kenapa?”“Kamu itu kalau nggak diingetin, nggak diawasi pasti bakalan lupa segala hal kalau udah kerja.” Launa bergelayut manja di lengan suaminya."Bukan karena khawatir Mas digoda cewek lain?" Damar menarik tangannya dan beralih mendekap tubuh sang istri, menghirup dalam-dalam aroma tubuh wanita itu. Aroma tubuh yang membuatnya menjadi candu.“Kalau kamu kuat iman pasti nggak bakalan kegoda. Nggak usah aku awasin juga kalau emang setia nggak akan mungkin mendua.”Damar terbahak mendengar kata-kata istrin
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status