All Chapters of Lelaki Yang Kau Pamerkan Itu Suamiku: Chapter 21 - Chapter 30
91 Chapters
Saat Mamer Bertindak
“Kalau kabur alamat nggak dapet warisan, mana lagi nggak punya duit lagi. Apes banget sih hidup aku.” Desi menghembuskan nafas kasar lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur.Semalam tidak bisa tidur dan sekarang waktunya untuk memejamkan mata karena memang ia juga merasa mengantuk. Meratapi pun tidak akan mengubah keadaan jadi lebih baik tidur, Desi bertahan hanya karena memikirkan uang warisan yang akan didapatkannya padahal belum pasti, umur tidak ada yang tahu bukan. Sama seperti apa yang dikatakannya pada sang ibu tadi.Desi berada di alam mimpi sampai sore menjelang. Ia terbangun karena mendengar suara orang-orang dari luar rumah. Desi yang orangnya memang kepo langsung loncat dari kasur dengan terburu-buru mengintip dari jendela rumahnya.“Wah, orang kaya dari mana tuh lewat?” gumamnya.Ia keluar dari rumah guna melihat kemana mobil itu melaju. Kening wanita itu berkerut saat mobil mewah itu berhenti di depan rumah Launa. Bahkan terlihat ibu-ibu juga saling berbisik membicarak
Read more
Keturunan Pelakor
“Mama mer-”“Nyonya Kania!” Bu Nia memperjelas, “Jangan sembarangan manggil orang! Jangan sok kenal!” bentaknya dengan mata melotot.“Ayo pulang, Ma.” Damar merangkul sang ibu, tidak mau sampai membuat keributan disana.“Sampai ketemu lagi, kujahit mulutmu itu! Sembarangan goda laki orang. Kalau udah gatel sana cari laki sendiri!”“Dia udah nikah, Ma. Udah sih, kita pulang ya.” Damar masih mencoba membujuk ibunya sedangkan Launa menahan tawa melihat ekspresi wajah Desi.“Eh, nggak ada ceritanya istri punya suami dua. Kecuali kalau emang situ dipake rame-rame,” celetuk Bu Nia membuat wajah Desi langsung memanas karena malu.Desi terdiam masih shock dengan perkataan Bu Nia.Bu Rt yang melihat itu begitu puas, akhirnya ada yang bisa membuat Desi mati kutu seperti ini dengan mulut yang lemes dan perkataan yang tidak memakai saringan.“Pulang yuk, Ma. Nanti Aslan nyariin.” Launa juga mencoba membujuk Bu Nia agar bisa diajak pulang.Bu Nia melengos setelah melayangkan tatapan tajamnya yang
Read more
Saling Menguntungkan
“Iya, Emak kamu ini pelakor dan saya korbannya. Terus ceritanya kamu mau mengulang sejarah jadi pelakor, mau rebut anak saya dari istrinya? Mimpi aja sana! Harusnya yang diwarsikan itu yang baik ini malah bibit pelakor!” Dengan gamblangnya Bu Nia bicara.Suara keras wanita itu bahkan bisa dengan jelas didengar oleh orang-orang disana yang langsung berbisik-bisik.“Jaga mulutmu itu!” Bu Siti menjambak rambut Bu Nia dengan gerakan cepat.“Lepaskan tangan kotormu dari rambutku, jal*ng!” pekik Bu Nia yang balas menjambak rambut Bu Siti.“Jangan seperti ini, bicara baik-baik. Malu dilihat orang.” Pak Adi mencoba untuk menjauhkan keduanya tapi tidak bisa, seolah kedua wanita itu memiliki kekuatan besar.“Desi, pegang ibumu. Kenapa hanya diam?”“Biarin aja, Pak. Kapan lagi lihat beginian,” ujar Desi seperi tidak ada rasa khawatirnya pada sang ibu.Ibu-ibu juga bukannya membantu memisahkan mereka malah bersorak layaknya sedang menonton sebuah pertandingan.Bu Nia yang memliki kekuatan lebih b
Read more
Sekilo Kurang Se-ons
“Tapi rencana ini nggak instan, To.” “Mie aja yang instan harus direbus dulu 'kan?” Damar yang baru saja keluar kamar langsung menyahut, lelaki itu berjalan mendekat menghempaskan tubuhnya di samping sang istri. “Bener kata Mas Damar. Kamu harus sabar tapi sambil nunggu rencana ini berjalan mending kamu pulang aja. Udah lama 'kan nggak jenguk istri kamu.” “Tapi, Bu. Soal kerjaan saya ….” “Saya itu marah, marah banget sama kelakuan kamu, To. Tapi saya kasihan sama istri kamu yang sakit. Kamu harus berterimakasih sama istri kamu karena berkat dia kamu nggak jadi saya pecat.” “Be-benar, Pak?” “Iya. Udah pulang sana, siap-siap balik kampung. Tapi terserah kamu sih, itu saran dari kami.” “Tapi kerjaan saya, Pak?” “Udah kamu disana aja dulu, saya juga masih liburan disini nanti saya balik ke kota baru kamu juga balik.” “Kamu juga disini makan hati terus dibuat si Desi, mending jenguk istri kamu dulu. Kasihan loh, pasti nunggu kamu pulang.” tambah Launa. Anto merasa sangat bersyukur
Read more
Gentayangan
Damar tengah menunggu tukang bakso lewat sementara Launa sedang mandi, wanita itu memang yang meminta Damar menunggu tukang bakso yang biasa lewat depan rumah. Apapun akan dilakukan jika untuk istrinya meski harus menunggu di depan rumah dan menjadi pusat perhatian para ibu-ibu.Saat suara mangkok dan sendok beradu itu sebuah pertanda kedatangan tukang bakso. Damar tersenyum sumringah, ia bahkan sudah pegal. Padahal ia bisa saja duduk tapi malah memilih berdiri.Damar segera menghampiri gerobak bakso itu, meski harus sedikit mengalah pada ibu-ibu lain. Ia tidak mau berdesakan.“Mang, bakso ya. Bakso yang paling besar tapi nggak usah pakai kuah, kecap sama sambal aja.”“Yamin maksudnya?”“Iya itu kali, nggak tahulah. Pokoknya nggak usah pakai kuah, pake bawang sama seledri yang banyak.”“Berapa mangkok?”“Satu aja. Satu lagi pake ini aja.” Damar mengarahkan telunjuknya pada tusuk kayu yang ada di dekat sendok dan garpu.“Berapa biji?”“Dua aja.”Damar hanya penasaran bagaimana sensasin
Read more
Mamer Tak Ada Lawan
“Kenapa diam?”“A-anu, Bu. A-anu aku ….”“Anu, anu. Anu kamu kenapa emang?” tanya Bu Nia dengan mata melotot khas dirinya saat sedang marah.“I-itu …”“Gatel? Minta digaruk pake ini?” Bu Nia mengangkat garpu rumput di tangannya. “Beraninya kamu ngintip anak sama menantu saya? Mau bintitan kamu?”Desi membelalak tubuhnya mundur teratur saat Bu Nia memajukan langkahnya.“Sekali lagi saya lihat kamu deketin anak saya, saya botakin kamu ya! Saya nggak main-main, di belakang ada gunting rumput, mau sekalian aja sekarang? Ayo!”“Ti-tidak, Bu.”“Ba bu ba bu. Aku bukan Ibumu. Panggil aku Nyonya Kania.”“I-ya, Nyonya.”“Saya peringatkan sekali lagi. Nggak cuman botakin kamu, saya kasih masuk kamu ke parit habis itu diarak keliling kampung biar jadi tontonan sekalian karena kamu itu sukanya cari perhatian 'kan?”Desi menggeleng tanpa bisa berkata-kata. Saat berdekatan dengan Bu Nia memang auranya sangat berbeda, begitu mengerikan bahkan Desi yang banyak bicara saja tidak bisa berkutik, bukan ka
Read more
Kepanasan di Kamar Sebelah
“Pelan-pelan. Ini minum dulu.” Anto menyodorkan gelas berisi air putih pada Desi.Beruntung tidak ada orang di hadapan Desi, jika ada sudah pasti Desi dimaki karena menyemburkan nasi.Laras yang tadi mengantarkan makanan untuk Desi tidak terlalu memperhatikan karena sibuk dengan pembeli.Desi masih sibuk dengan pikirannya karena sampai tidak bisa mengenali Anto. Lelaki yang beberapa bulan lalu ditemuinya itu tidak terawat bahkan dekil di mata Desi tapi sekarang sangat berbeda. Sudah pasti karena Anto tinggal bersama istrinya jadi apapun kebutuhannya tersedia. Juga karena bantuan Sang Nyonya Muda, Launa.Dan ini juga salah satu rencana yang disarankan oleh Launa saat itu. Untuk menarik perhatian Desi itu yang pertama sudah pasti penampilan karena jika sudah dibuat jatuh cinta uang akan menjadi nomor sekian.“Kamu ya yang sengaja minta Bapak sama Ibu buat bawa aku kesini!” bentaknya, ia tidak ingin ketahuan terpesona pada suaminya sendiri. Itu akan sangat memalukan bagi Desi.Suara Desi
Read more
Hal Tersembunyi?
“Siap-siap aja. Lusa kamu balik ke sini. Ke kampung istri saya,” ujar Damar.“Apa?”“Istri kamu sekarang udah sehat jadi sekalian aja bawa kesini, To. Katanya istri saya juga ada kerjaan buat Laras, siapa tahu cocok.”“Baik, Pak.”“Daripada kalian tinggal terpisah 'kan. Okelah, saya tunggu kamu balik.”“Terima kasih banyak, Pak.”Launa masuk dengan secangkir kopi di tangan.“Habis telepon siapa, Mas?”“Anto.”“Jadi, kamu minta dia kesini?”Launa terbahak.“Kenapa malah ketawa?”“Si Desi udah dibawa jauh-jauh kesana eh ujungnya balik lagi kesini.”Damar mengedikkan bahunya, “mau gimana lagi. Dia harus ikut kemanapun suaminya kerja.”Mereka masih berada di kampung halaman Launa karena Damar akan membuka lapangan pekerjaan d
Read more
Kalah Telak
“Ada apa, Mas?”“Sayang ….”“Kalau nggak ngomong ak-”“Iya, iya. Ada sedikit masalah, tadinya aku nggak mau cerita ke kamu karena takut kamu kepikiran. Tapi aku bakalan segera selesaikan kok, nggak usah khawatir.”Kedua tangan Launa terangkat membingkai wajah sang suami, “aku percaya kamu bisa menyelesaikan semuanya. Aku nggak bakalan mikirin sesuatu yang bakalan bikin kondisi kehamilan aku terganggu.”“Maaf.”“Udah, nggak apa-apa.”Damar merogoh kembali ponselnya memperlihatkan layar dan nama Amel terlihat disana, ia lalu memutuskan sambungan telepon. “Aku percaya kok, Mas.”“Kamu 'kan biasanya cemburuan, sayang.”“Nggak setiap saat juga, Mas. Emang aku berlebihan banget ya?”“Nggak kok, sayang. Masuk yuk, Anto kasihan udah nunggu.”Keduanya melangkah masuk
Read more
Saat Istri Sah Bergerak
“Bu Nia ….” Kaki Bu Rt gemetar melihat Bu Nia.Siapa suruh bawa-bawa anak tampannya Bu Nia sekarang terima akibatnya saat sang induk singa marah.“Mama ke dalam aja ya,” pinta Launa dengan seulas senyum.Melihat aura menantunya berbeda, Bu Nia langsung masuk. Ia ingin lihat seperti apa perkembangan Launa saat menghadapi orang-orang toxic seperti Bu Rt dan Desi.“Desi, Bu Rt. Apa yang kalian lakukan ini sangat menjatuhkan harga diri, harga diri kalian sendiri. Jangan karena selama ini aku diam karena terima apa yang kalian lakukan, aku bukan orang yang suka adu mulut soalnya, aku cuman nggak mau ada omongan aku yang melukai hati orang. Tapi kalau udah keterlaluan aku juga nggak bisa diam. Soalnya bukan cuman satu dua kali, tapi berkali-kali. Aku juga bisa bedain bercanda sama serius.”Kedua orang itu diam karena melihat Launa yang tiba-tiba bicara dengan begitu serius bahkan tidak ada senyu
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status