All Chapters of Pulang Ka Bako: Chapter 81 - Chapter 90
122 Chapters
Hadiah Dari Gibran
Lelah menangis, Dinda beranjak ke kamar mandi. Berendam air hangat di bath up, berharap dapat mengurangi penat di tubuh dan hatinya. Ia merenungi perjalanan pernikahan mereka yang baru akan menginjak satu tahun di bulan depan. Apakah pernikahan ini layak dipertahankan jika terus merasa tak dianggap. Entah apa arti kehadirannya bagi Fahri. Namun, Dinda segera menepis rasa putus asanya. Tak ada rumah tangga yang tak diuji, kalimat itu kembali terngiang di benak Dinda. Ujiannya adalah sifat Fahri yang sulit ditebak. Terkadang manis, terkadang bikin meringis. Dinda baru saja selesai mengenakan pakaiannya ketika Nunik masuk kamar."Dinda sudah enakan?" tanya Nunik dengan sorot mata dan nada prihatin. "Sudah, Nik. Sudah mendingan," Dinda mengulas senyum lebar. Seperti biasa ia selalu saja menyembunyikan perasaan kacau balaunya di balik senyuman. "Pak Gibran nyuruh aku nengok Dinda ke kamar, sepertinya dia khawatir banget," tukas Nunik sembari menghempaskan bokongnya di bibir ranjang.Din
Read more
Pengakuan Gibran
"Bukan cuma perasaan Nda, kok. Memang aku ada rasa sama, Nda. Aku sayang sama Nda," balasnya dengan nada santai. Gibran tak lagi peduli dengan status Dinda. Toh, dari percakapan sekilas yang ia dengar semalam, nyata sudah bahwa Dinda begitu menghiba mengemis perasaan pada lelaki yang berstatus suaminya itu. Gibran tak rela, perempuan yang ia cintai sepenuh jiwa itu diperlakukan seperti itu.Dinda terkesiap mendengar kalimat yang meluncur dengan santainya dari bibir Gibran. "Astaghfirullah, Uda. Nda sudah menikah. Nggak baik Uda ngomong kayak gitu," balas Dinda dengan perasaan bergejolak."Apa Nda bahagia dinikahi sama laki-laki yang nggak pernah cinta sama Nda? Perempuan itu kodratnya dicintai, bukan mengemis-ngemis untuk dicintai, Nda!" Kali ini nada suara Gibran mulai meninggi.Dinda berusaha menelan ludahnya yang mendadak terasa kering. Mengerjapkan mata dengan cepat agar bulir hangat di netranya tak luruh. Tenggorokannya terasa tercekat. Dia tidak mengerti dari mana Gibran tau kon
Read more
Menepikan Perasaan
Gibran mengusap kasar wajahnya setelah Dinda keluar dari ruangan. Entah setan apa yang menghasut hingga ia berani menyatakan perasaan pada perempuan yang telah bersuami. Padahal saat Dinda resmi melepas lajang, Gibran sudah bertekad untuk melepaskan Dinda. Akan tetapi, perasaan yang selalu ia tekan, melambung ke permukaan begitu saja saat melihat wajah penuh beban Dinda.Sementara itu di luar ruangan, Dinda berkali-kali menarik napas dan mengembuskan perlahan. Berusaha mengatur detak jantung yang terasa bagai diremas. Kenapa di saat hatinya tengah gamang seperti ini, Gibran justru mengungkapkan perasaan. Hatinya sedang lemah, tawaran Gibran tadi sangat menggoda imannya. Terlebih lagi Gibran adalah lelaki yang namanya dulu selalu ia sebut dalam doa. Keraguan tiba-tiba muncul dalam hati Dinda, bagaimana jika ini adalah cara Tuhan untuk menjawab doanya. Bukankah terkadang cara Tuhan menjawab doa hambanya salah satunya dengan menundanya. Dinda kembali menoleh ke arah pintu ruangan yang t
Read more
Bertengkar
Hingga akhir minggu datang, Gibran masih saja tak menampakkan diri. Dinda berhenti bertanya-tanya dalam hati. Lebih baik begitu, jika ia masih bertemu Gibran di saat jiwanya sedang gamang, tentu saja hatinya makin berpihak pada lelaki itu. Dinda tak mau hal itu terjadi. Seperti yang sudah ia janjikan pada Fahri minggu lalu, kali ini Dinda berkemas untuk pulang. Pikirannya kembali berkecamuk, tetapi rindu yang mendominasi. Iya, Dinda rindu pada suaminya yang galak itu. Rindu suara berat Fahri yang ketus, rindu mendengar suara tawa Fahri ketika mereka bercanda, serta rindu aroma dan hangat tubuh lelaki itu saat mereka berpelukan. "Dinda, kamu jadi nyewa mobil ke Jakarta?" Suara Nunik yang baru keluar dari kamar mandi menjeda lamunan Dinda."Jadi, ini sudah mau jalan." Dinda menyampirkan ranselnya ke bahu saat bangkit berdiri."Aku nebeng, dong. Mau reunian sama teman kuliah ku di Jakarta," pinta Nunik dengan wajah penuh harap."Ayo. Aku telpon supirnya dulu minta nunggu sebentar.""Ak
Read more
Menghindar
Rasa terkejut dan lelah yang bersatu, membuat Dinda tak beranjak dari duduknya. Bahkan di saat Fahri keluar kamar dengan wajah yang sudah dicukur rapi dan wangi pun, Dinda masih bergeming di tempatnya duduk. Biasanya, Dinda suka menciumi aroma tubuh Fahri saat lelaki itu baru selesai mandi. Namun, kini ia hanya bisa menatap nanar Fahri yang berlalu dari hadapannya. Tak lama kemudian, terdengar suara mesin mobil dinyalakan, keluar dari garasi, dan pergi meninggalkan pekarangan rumah. Fahri pergi tanpa pamit, dan Dinda pun enggan menyusul keluar untuk bertanya. Ah! Ternyata rasanya seperti ini, ujar Dinda membatin. Jauh-jauh pulang, ketika sampai di rumah malah diajak ribut. Mungkin begini perasaan Da Ari setiap kali Nda selalu mencari gara-gara. Dinda masih terus saja meracau di dalam pikirannya.Hampir dua jam Dinda merenung seorang diri, tak beranjak dari tempat ia duduk tadi. Merenungi sikapnya yang juga tak pandai membawa diri. Merasa percuma semua ilmu pendekatan kejiwaan yang ia
Read more
Nasehat Sahabat
"Dikasih nggak, nih?" tanya Anwar mengambil kembali ponselnya."Gue cabut kalau dia ngikut," pungkas Fahri dengan wajah ditekuk."Masih patah hati aja, lo, Ri!" ledek Doni."Bukan masalah patah hatinya, ngap! Bini gue kayak ada radarnya aja tiap gue ketemu Priska. Jangan sampai perang dunia lagi, ini aja gue udah pusing!" sungut Fahri."Eh! Bentar! Emangnya lo kapan ketemu Priska lagi?"Fahri mendengkus kesal. "Bulan puasa sama dua minggu yang lalu.""Oh! Jangan-jangan punggung yang di posting Priska itu lo, ya?" Anwar memajukan posisi duduknya yang terhalang meja ke arah Fahri.Kening Fahri berkerut dalam. Beberapa kali melihat akun media sosial Priska, ia tak menemukan unggahan yang menampilkan dirinya selain unggahan saat mereka masih bersama dulu. "Posting di mana emang?" tanya Fahri mengungkapkan penasarannya."Ntar—" Anwar membuka salah satu akun media sosialnya, mengetikkan nama pengguna di kolom pencarian, lalu memamerkan unggahan Priska yang menampilkan punggung Fahri kepada
Read more
Silent Treatment
Jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari ketika Fahri memarkirkan mobilnya di garasi. Meskipun lampu di ruang tengah telah dimatikan, tetapi Fahri dapat merasakan suasana rumah yang jauh berbeda dari saat ia tinggalkan tadi, aromanya lebih segar, dan terlihat bersih karena tak ada lagi tumpukan piring kotor di meja makan.Perlahan Fahri membuka pintu kamar, ruangan tersebut juga sudah gelap. Fahri kemudian menyalakan lampu, bermaksud mencari pakaian ganti di lemari. Ruangan yang mendadak terang, membuat Dinda yang semenjak tadi susah tidur nyenyak, seketika tersentak."Uda sudah pulang?" sapa Dinda dengan suara serak. "Mau Nda bikinin minuman hangat?" Dinda bergegas bangkit dari baring sembari mengucek matanya yang masih terasa berat.Namun, respon yang Dinda dapat dari Fahri sungguh di luar dugaan. Lelaki itu melengos tak menghiraukannya. Seolah suara Dinda yang bertanya hanya angin lalu. Dinda yang sedang malas mencari gara-gara, memilih diam dan kembali
Read more
Haruskah Menyerah?
Fahri terkesiap tatkala membaca pesan dari Dinda. Lama ia menatap layar ponselnya. Tadinya dia berharap pesan dari Dinda berisi permohonan maaf, bukan menerima begitu saja apa yang ia cetuskan kemarin siang. Tenggorokan Fahri tercekat. Ketakutan mulai menyelimuti hatinya. Bukan takut dengan reaksi uminya, tetapi takut jika Dinda benar-benar nekat mengajukan gugatan cerai itu. Namun, Fahri enggan menjilat ludahnya sendiri. Ia masih berusaha mempertahankan egonya. Dinda tak akan berani, karena tak ingin mengecewakan umi, begitu egonya mendebat.[Ya. Nanti biar aku kasih tau umi.]Pesannya dibaca Dinda, tetapi tak lagi ada balasan. Lama Fahri memandangi layar ponselnya. Menunggu jawaban dari Dinda, tetapi benda itu tak lagi bersuara. Fahri saat itu tengah bersama Hendra, mendiskusikan rencana bisnis baru mereka. Percakapan mereka terjeda. Pikiran Fahri kini terbelah dua. Tadinya ia berharap dengan mengabaikan Dinda sementara, bisa membuat Dinda mengakui kesalahan, alih-alih menimpakan k
Read more
Kabur
Langit Bandung yang sudah diselimuti gelap seolah turut menangis saat menyambut kedatangan Dinda. Rintik hujan yang cukup deras membuat Dinda terpaku di peron. Seolah tersadar dari lamunan, Dinda mengerjap beberapa kali menatap ke sekililing area stasiun. Penumpang yang tadi turun bersamanya dari kereta yang sama sudah mengurai. Mereka telah melanjutkan perjalanan ke tujuan masing-masing. Kini tinggallah Dinda terpaku di pinggir rel, tempat ia tadi turun, tanpa tujuan. Jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan hampir tengah malam. Dinda kebingungan. Bodohnya ia tak tau alamat pasti rumah mertuanya. Dinda pun merutuki diri karena tak mungkin menelpon mertuanya itu tengah malam begini. Tiba-tiba ia teringat Dena—istri kakak iparnya. Gegas Dinda merogoh sling bag, mengeluarkan ponsel dan mencari nama Dena pada daftar kontak. Tak menunggu lama, Dena menjawab panggilannya. "Hai, cantik! Apa kabar?" sapa Dena dengan suara ceria dari seberang sana. "Assalamualaikum Teteh. Maaf Nda ga
Read more
Terlambat
"Nda yang salah emang," sahut Dinda dengan tenggorokan tercekat. Ia kembali mengerjapkan mata untuk menahan airmata yang sudah di pelupuk mata. Dinda tak lagi dapat menyembunyikan lukanya seperti biasa. Mencintai Fahri membuatnya lemah. "Nda dari awal nikah minum pil pencegah hamil."Pasangan suami istri itu saling berpandangan mendengar kalimat Dinda, tetapi mereka tak memberi komentar apa-apa. Sementara Dena merasa kalau dirinya berada di posisi Dinda, tentu akan melakukan hal yang sama. Memiliki anak tanpa dukungan suami bukan hal yang mudah. Mungkin sifat Fahri yang keras dan kekanak-kanakan lah yang menjadi penyebab Dinda melakukan hal itu, begitu pikir Dena. "Nda nggak ngomong ke uda. Terus kemarin uda nemu pil itu—" Dinda membenamkan wajah pada kedua tangannya. Membayangkan wajah dingin Fahri kemarin, membuat hatinya kembali memerih. Kedua pasangan suami istri itu masih berusaha menahan kalimatnya untuk tak berkomentar, membiarkan Dinda mengeluarkan gundahnya. Dinda kemudian
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status