All Chapters of Satu Malam Untuk Selamanya: Chapter 41 - Chapter 50
81 Chapters
Kehilangan
KENZIONggak ada yang membuatku segelisah ini selain mengetahui ponsel Viola tidak aktif. Nomornya nggak bisa dihubungi. Hal itu terjadi sejak kemarin malam. Senin pagi pesanku masih terkirim walau Viola nggak membalasnya. Namun saat malamnya kutelepon dia udah nggak bisa dihubungi sampai pagi ini.“Zio!”Aku menjauhkan ponsel dari telinga setelah gagal menghubungi Viola. Kulihat Om Brahma berjalan mendekatiku.“Iya, Om?”“Om mau bicara sebentar dengan kamu.”Aku mengangguk menunggu apa yang akan disampaikan mantan calon mertuaku itu.“Om baru saja bicara dengan dokter. Katanya Clara berhasil melewati masa-masa kritisnya paca operasi kemarin. Dokter sendiri merasa takjub, nggak menyangka karena ternyata Clara sekuat itu. Sekarang kita hanya menunggu sampai Clara sadar.”Raut Om Brahma terlihat lega yang membuatku juga lega. Artinya aku bisa pergi tanpa beban.“Syukurlah, Om. Semoga Clara segera bangun.”“Semoga, Zio.” Om Brahma menghela napasnya lalu menatapku lekat. “Zio, kalau bisa
Read more
Mencari Viola
KENZIO“Lo mau nyusulin dia ke Batam?” Yogi menatapku ragu saat keesokan hari aku bertemu dengannya dan kuceritakan semua yang terjadi mulai dari kepulanganku ke Bali untuk memutuskan Clara, kecelakaan itu, hingga tentang Viola yang pergi ke Batam tanpa menungguku pulang.“Gue nggak mungkin ngebiarin dia pergi gitu aja, Gi. Dia marah sama gue. Dari kemarin gue nggak tidur karena mikirin dia. Kepala gue rasanya mau meledak.”“Oke, gue setuju, masalahnya sekarang apa lo tau di sana dia tinggal di mana?”Aku menggeleng lesu. Mana kutahu kalau dia perginya saja nggak bilang ke aku dulu.“Tapi lo tau dia kerja di mana kan? Maksud gue nama perusahaannya. Tau dong ya masa enggak?”“Duh, Gi, kalo gue tau nggak bakal sepusing ini.” Aku meremas rambut frustasi.“Astaga, Zio, bener-bener lo ya. Masa pacar sendiri nggak tau kerja di mana. Pacar kayak apa sih lo? Katanya sayang, katanya cinta.”Saat itu memang aku yang mengantar Viola pergi interview. Tapi sayangnya nggak sampai ke tempat. Di teng
Read more
Belum Menyerah
KENZIOIni adalah hari ketiga kami di Batam. Aku menunda beberapa urusan dengan klien yang bisa kutunda serta membatalkan yang bisa dibatalkan hanya demi mencari Viola.Aku dan Yogi mencarinya bukan hanya di kota namun juga sampai ke pinggiran. Dan hasilnya nihil."Sewa detektif aja nggak sih?" Ide konyol itu terlontar dari mulut Yogi."Lo jangan ngaco, Gi. Ini bukan film." Aku nggak setuju pada idenya itu."Nggak ada yang bilang ini film. Lagian gue besok udah nggak bisa lagi nemenin lo. Gue mesti balik ke Jakarta. Lo gimana?" Yogi memandangku lekat."Gue masih stay di sini," jawabku."Sampe kapan?"Nggak tau.""Bucin boleh aja, Kenzio, tapi bego jangan. Viola udah nggak mau sama lo. Dia udah nggak cinta lagi. Masa itu aja lo nggak ngerti?"Aku nggak menanggapi kalimat tajam Yogi. Selain nggak ingin berdebat tubuhku juga butuh istirahat.Karena aku bungkam Yogi mengira aku marah.“Sorry, gue terlalu frontal, tapi ini demi kebaikan lo juga, Zio.”“Nggak apa-apa. Lo bener, gue memang b
Read more
Nyaris
VIOLALelaki itu tersenyum padaku. Mungkin sudah sejak tadi dia mengamatiku asyik sendiri.Aku membalas senyumnya. “Eh, Pak. Ini lagi foto-foto.”“Pemandangannya indah ya.”Aku mengangguk setuju.Lalu sesaat kami saling diam sedangkan mata kami sama-sama menatap ke seberang sana.“Saya mengganggu ya? Lanjutin aja foto-fotonya,” kata Ben karena aku menyimpan ponsel ke dalam saku.“Udah selesai kok, Pak.” Semuanya sudah siap kuabadikan.“Tapi nggak apa-apa kan kalau saya di sini?”“Nggak apa-apa,” jawabku. Aku nggak mungkin melarangnya kan?Ben kemudian menempatkan diri duduk di sebelahku. Kami mengobrol ringan membicarakan pekerjaan. Dia juga sedikit menceritakan tentang kehidupan pribadinya tanpa sungkan seakan kami merupakan dua orang yang sudah saling mengenal sejak lama. Sikap Ben yang hangat dan saat ini nggak menempatkan dirinya sebagai atasan membuatku merasa nyaman berbicara dengannya.“Seminggu di sini berasa homesick nggak, La?” tanyanya.Aku tersenyum untuk dua hal. Pertama,
Read more
The Lucky Bastard That You Love
VIOLAJadi, aku bekerja di perusahaan pembiayaan yang melayani pembiayaan beragam produk. Mulai dari sepeda motor, alat-alat elektronik, furniture, hingga kebutuhan lainnya.Memasuki bulan ketiga cabang usaha di sini menampakkan geliatnya. Nggak ada lagi waktu untuk bersantai kecuali hari Minggu. Hampir setiap hari aku pulang malam. Bahkan pada hari sabtu yang jam kerjanya hanya setengah hari aku sengaja meminta lembur. Hari-hari yang kumiliki aku habiskan untuk bekerja sehingga aku nggak punya waktu untuk memikirkan hal-hal yang nggak perlu.Bekerja di Starnusa sangat menyenangkan. Selain karena perusahaan besar yang kuat secara modal, tim kami juga solid. Apalagi di bawah kepemimpinan Ben. Lelaki itu tahu kapan menempatkan dirinya sebagai leader, dan kapan sebagai teman. Kalau ada karyawan yang melakukan kesalahan maka Ben nggak akan mempermalukannya dengan me-roasting di depan banyak orang. Ben akan memanggil yang bersangkutan baik-baik lalu deep talk berdua. Bagiku Ben adalah soso
Read more
Hamil
VIOLASeluruh persendianku bagai terlepas dari tempatnya. Sementara pikiranku bercabang tak menentu bersama wajah Kenzio yang menari-nari di depan mata.Aku baru saja bisa bernapas setelah penderitaan panjang yang nyaris tiada akhir. Namun kenapa aku kembali diuji dengan kenyataan pahit ini?Apa aku nggak boleh bahagia sedikit saja?Apa dosa yang telah kulakukan sehingga cobaan hidup ini tiada henti menimpaku?"Viola! Lo masih lama?"Ketukan di pintu kamar mandi membuyarkan segalanya. Wajah Kenzio, pelukan hangatnya di tubuhku, ciumannya di bibirku, segalanya."Viola!" Suara Widi kembali terdengar lantaran nggak kuberi jawaban."Iya bentar." Aku menyahut.Kutatap wajahku di kaca sebelum keluar dari kamar mandi, hanya untuk meyakinkan bahwa segala kekusutan ini tidak tergambar di sana. Setelahnya kubuka pintu dan memasang tampang biasa."La, lo dicariin Ben tuh."Aku mengangguk lalu masuk ke kamar untuk meletakkan testpack yang kugenggam erat-erat di tangan.Kuhela napas sedalam mungki
Read more
Malaikat Bernama Ben
VIOLAAku menggeliat pelan. Pinggangku terasa pegal setelah hampir seharian duduk di depan komputer.Masa-masa morning sickness sudah lama berlalu. Saat ini aku berada di fase sakit pinggang dan punggung, apalagi kalau duduk terlalu lama."Sore, Bumil ..." Sapaan itu berasal dari pria berkemeja abu-abu yang baru saja masuk ke ruanganku. Ada segelas susu di tangannya."Sore," jawabku pada Ben yang kemudian mengisi kursi di seberang meja."Minum dulu yuk susunya." Ben meletakkan gelas berisi susu di meja lalu menggeser ke arahku.Ini adalah salah satu tindakan yang rutin Ben lakukan. Setiap sore selama kami berada di kantor Ben akan membuatkan susu hamil untukku."Thanks, Ben." Aku mengangkat gelas susu lalu meniup perlahan uap panas yang mengepul sebelum menyesapnya.Dari balik gelas aku tahu Ben sedang mengamatiku."Nanti jadi kontrol ke dokter?" tanyanya setelah aku meletakkan gelas yang isinya tinggal setengah di atas meja."Jadi dong," jawabku sambil mengusap perut."Bulan ini udah
Read more
Hampir Bertemu
VIOLA I’m finally here …Tempat penuh luka dan selalu membuatku untuk meneteskan air mata akhirnya harus kuinjak lagi.Belum sampai setengah tahun meninggalkannya, tapi aku merasa sudah bertahun-tahun pergi dari jakarta. Kalau saja bukan karena tuntutan pekerjaan maka kuyakin nggak akan berada di tempat ini sekarang.Tidak banyak yang berubah dari Jakarta. Tapi saat kakiku menapak setelah turun dari pesawat seolah baru saja menginjak tempat yang benar-benar baru.Dari bandara kami langsung ke head office. Saat taksi yang kutumpangi melintasi Setiabudi mendadak kenangan itu hadir lagi. Padahal aku nggak ingin mengingatnya.Dengan impulsif kepalaku menoleh ke kanan saat lewat di depan kantor Assegaf & Partners. Walaupun nggak begitu lama bekerja di sana sebagai tukang bersih-bersih, namun tempat itu sangat berarti untukku.Gimana kabar Mbak Emma sekarang? Gimana kabar Tedi? Gimana kabar Yogi? Siapa yang menggantikanku setelah aku pergi dari sana?Dan bagaimana kabar ‘orang itu’? Masihk
Read more
Setelah Sembilan Bulan
KENZIO Vio, sayang …Sembilan bulan berlalu, dan aku masih merindukanmu sampai saat ini. Setiap jam, setiap waktu, setiap detik. I miss you so badPesan itu berhasil kuketik lalu kukirim namun hanya centang satu yang keluar.Percaya atau tidak hampir setiap malam sebelum tidur aku mengirim pesan untuk Viola, namun sejauh ini pesanku nggak pernah terkirim.Kuhela napas dalam-dalam setelah melepaskan ponsel dari genggaman hingga tergeletak begitu saja di permukaan kasur di sebelahku.Sudah sekian lama Viola pergi meninggalkanku tapi sampai saat ini aku masih belum bisa melupakannya apalagi menghilangkan perasaan cinta padanya. Meski Yogi berkali-kali mengatakan bahwa Viola sengaja menghilangkan jejak karena sudah berhenti mencintaiku tapi aku terus berharap agar bisa bertemu dengannya. Ini baru sembilan bulan, belum sembilan tahun.Yogi juga sudah berkali-kali mengenalkanku pada wanita yang berbeda yang katanya perempuan baik-baik sama seperti Viola, tapi nggak satu pun dari mereka ya
Read more
Close to You
KENZIO Malamnya Ben benar-benar datang menjemput. Dia masih mengenakan kemeja, celana formal dan pantofel hitam."Langsung dari kantor?" tanyaku melihat penampilannya."Ya beginilah budak korporat," kekehnya pelan."Budak korporat apaan? Budak korporat nggak gini," balasku."Selagi masih kerja untuk orang artinya masih bawahan, sebesar apa pun gajinya. Ya nggak?""Haha … iya ..."Percakapan kami terjeda sesaat ketika ponsel Ben berbunyi. Dia menerimanya sambil menyetir."Gue udah di luar. Lo atur aja dulu. Hubungi Widi kalau ada yang mau ditanyain." Itu sekilas yang kudengar."Dari tim. Biasalah," katanya memberitahuku setelah selesai menelepon."Tim maksudnya, bawahan?"Ben mengangguk.Aku jadi berpikir iklim kerja di sana sepertinya amat sangat santai. Buktinya tadi kudengar cara Ben bicara seperti pada teman sepermainan."Hehe ... Sama anak-anak kantor emang udah biasa begitu, nggak ada formal-formalnya," jelas Ben seakan mengerti apa yang saat ini tengah kupikirkan. "Biar kita le
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status