All Chapters of DIKIRA PENJUAL NASI KUNING: Chapter 21 - Chapter 30
82 Chapters
BERUBAH DRASTIS
"Sudah berani melawan kamu, Lan! Dasar gembel. Bilang aja nggak punya baju, makanya pakai baju murahan seperti itu. Tahu gitu, kubawakan baju-baju bekasku buat kamu. Tenang saja, baju bekasku bahkan masih jauh lebih layak dibandingkan baju yang kamu pakai saat ini!" sambung perempuan itu lagi. Aku tersenyum tipis. Dia tak tahukah kalau gamis yang kupakai ini juga sedikit bermerk? Meski harganya mungkin jauh lebih murah dibandingkan baju-baju yang dia punya, tapi setidaknya pakaian yang kukenakan detik ini tak semurah yang dia bayangkan. Nyaris empat ratus ribu kurasa bukan baju yang murah. Mungkin beda cerita dengan Riana yang harga kaosnya saja melebihi gamis yang kupakai. Namun, setidaknya dia sedikit menghargaiku. Apa susahnya? Lagipula aku tak pernah cari keributan dengan dia, tapi kenapa dia terus cari ribut denganku. Heran. "Nggak perlu, Ri. Kalau memang kamu punya banyak baju bekas yang masih sangat layak pakai, kirim saja buat saudara-saudara kita yang terkena bencana. Di s
Read more
KADO
Kuhela napas panjang setelah membaca pesan Riana yang masuk ke aplikasi hijauku itu. Dari dulu dia memang tak pernah mau kalah dalam hal apapun, apalagi tentang Dikta. "Nggak usah dilihatin, Lan. Dia semakin besar kepala kalau kamu kasih panggung. Cuekin aja, kalau perlu anggap dia nggak ada." Ike ikut kesal melihat tatapan perempuan itu dari meja yang berbeda. Semua mendadak hening saat seorang laki-laki memasuki aula. Teriakan histeris pun terdengar saat laki-laki paruh baya itu menyunggingkan senyumnya. Beliau adalah wali kelas kami saat duduk di kelas tiga. Pak Anwar. Guru yang sabar, ramah dan super baik karena sering sekali menolongku. Beliau tak segan membayarkan buku-bukuku saat tahu aku belum bayar buku pelajaran. Pak Anwar juga beberapa kali datang ke rumah untuk sekadar bersilaturahmi. Beliau adalah satu-satunya guru yang paling dekat denganku saat itu. Entah mengapa, melihatnya datang ke sini membuatku berkaca. Terakhir bertemu dengannya tiga tahun lalu saat ibu tiad
Read more
SHOCK
"Enak jadi orang kaya. Lulus kuliah nggak perlu pusing cari kerja di mana, tujuannya sudah jelas. Kalau nggak kerja di perusahaan orang tua ya dapat modal buat usaha sendiri. Tapi, untuk yang berasal dari keluarga sederhana nggak boleh putus asa atau rendah diri juga. Karena apa? Kesuksesan seseorang itu pasti juga diawali dengan jatuh bangun, perjuangan, doa dan kerja keras. Percuma dikasih modal besar, kalau nggak bisa mengelola juga bakal habis. Percuma dikasih jabatan tinggi, kalau cuma modal absen, nggak ada perjuangan untuk mengembangkan diri lama-lama juga tersisih. Banyak di luar sana yang hanya lulus sekolah dasar tapi sukses. Semua itu karena perjuangannya yang luar biasa. Jadi, intinya selagi kita bisa harus berjuang sekuat yang kita bisa." Pak Anwar memberikan wejangan yang begitu dalam soal kehidupan. Lagi, gemuruh tepuk tangan terdengar. "Betul itu, Pak. Kadang orang-orang yang nggak terlalu pintar soal akademik saat sekolah, ternyata justru sukses di luar sekolah. Seme
Read more
DIKIRA PENJUAL NASI KUNING
Aku kembali menyikut Ike yang keceplosan bicara. Namun, yang kusikut justru tak menghentikan ceritanya. "Apa kamu nggak puas selalu bully dia saat sekolah dulu, Ri? Mentang-mentang anak orang kaya, nggak seharusnya kamu semena-mena. Sekalipun Lana nggak pernah balas kamu loh. Padahal jika dia mau, dia bisa saja kasih balasan telak. Empat tahun tak ikut reuni, kamu pikir--"Ke, sudahlah, please." Aku merajuk agar Ike menghentikan ceritanya yang kupastikan akan kemana-mana. "Lana mungkin akan diam saja dan tak peduli dengan semua cacian dan sikapmu yang selalu meremehkannya. Sayangnya aku sebagai sahabat nggak bisa secuek itu. Asal kamu tahu ya, Ri. Tiap bulan gajiannya bisa buat beli motor baru!" Cerita Ike dengan menggebu, sukses membuat banyak mulut ternganga dengan mata membola. Tak hanya mantan teman-teman sekolahku yang kaget, tapi juga Pak Anwar. Mantan wali kelas dan guru terbaik yang kukenal. "Benar, Lan? Kamu kerja apa?" tanya Pak Anwar antusias. Beliau sepertinya benar-be
Read more
PANTI ASUHAN
"Kalau aku bilang rumah itu memang rumahku, kamu tentu nggak percaya kan, Ri? Kalau aku bilang sebenarnya tak jualan nasi kuning, hanya sekadar berbagi pada sesama, tentu kamu juga nggak akan percaya kan? Lantas buat apa aku menjelaskan jika memang tak ada yang percaya. Lagipula aku tak butuh pengakuan kalian jika aku bukanlah produk gagal. Aku cukup bangga dengan diriku sendiri dan apa yang kumiliki. Jadi, tak perlu terus meremehkan atau menyudutkanku karena semua itu tak akan terlalu berpengaruh untuk jalan hidupku. Aku sudah punya planing sendiri dan aku yakin bisa menggapai mimpi-mimpi itu, satu persatu." Hanya Ike dan Dikta yang memberi tepuk tangan untukku. Tak apa, aku pun tak butuh tepuk tangan ataupun pujian dari mereka. Pak Anwar yang tadi mendadak izin keluar karena ada panggilan telepon, kini kembali ke aula di saat wajah-wajah mantan muridnya menegang dan tak baik-baik saja. "Kali ini aku setuju dengan Riana, Dik. Sorry." Yang lain pun ikut menyahut dengan sikap yang sa
Read more
CINTA DALAM DIAM
"Sepuluh juta? Nggak salah kamu, Lan? Seratus ribu kali?" Suara Ratna terdengar begitu keras, membuat teman-teman lain ikut ternganga, tak terkecuali Riana. "Aku nggak salah tulis nol kok. Memang segitu yang aku mau." Gegas kutransfer nominal yang kutulis itu ke rekening yang tertera di sana dengan mobile banking. Rekening atas nama Dikta Prayoga. "Sudah masuk belum, Dik?" tanyaku saat melihat beberapa teman masih saling tatap tak percaya. "Oh, bentar aku cek dulu, Lan." Laki-laki itu pun mengambil handphonenya lalu memeriksa transferan dariku. "MasyaAllah, sudah masuk, Lan. Thanks ya, kamu membungkam keangkuhan mereka dengan cara berbeda. Minggu depan ikut ke pantinya ya, Lan." "InsyaAllah, diusahakan ya, Dik." Aku pun tersenyum tipis lalu kembali duduk bersama Ike yang mengacungkan jempolnya untukku. "Lihat ya teman-teman, nominalnya sama dengan yang ditulis Lana di daftar nama kita. Kalian boleh percaya boleh tidak, tapi memang itulah kenyataannya. Ini sebagai salah satu bukt
Read more
LARANGAN IBU
Rasanya nggak mungkin Dikta cemburu. Setelah sekian lama tak bertemu dan dia sibuk di kota lain, apa iya dia tak pernah pacaran atau sekadar jatuh hati dengan perempuan di sana? Tiap kali aku berharap dia masih menyimpan namaku di hatinya seperti saat putih abu-abu dulu, tiap itu pula aku sadar jika aku bukan siapa-siapa. Aku tak sepesial itu untuk ditunggu dan dicari sampai ketemu. Boleh jadi saat ini dia sudah menikah diam-diam. Iya kan? Siapa tahu, lagipula nggak pernah tahu kabarnya sejak lulus sekolah. "Kenapa diam?" Pertanyaannya membuatku tersedak seketika. "Eh, nggak. Mau ngomong apa, nggak ada yang mau diomongin juga kan? Makanya diam. Sejak dulu aku kan memang pendiam." Aku tertawa kecil untuk mencairkan suasana yang mendadak beku dan dingin. Perlahan kembali menata debar dada yang kian tak menentu apalagi jarak dudukku dengannya cukup dekat, cuma dua jengkal saja jaraknya. "Wei, Lan, Dikta! Sini dulu. Pacaran mulu!" Terima Ike tiba-tiba sembari melambaikan tangannya ke
Read more
BUKAN UNTUKMU
"Fix ya, Minggu depan yang ikut ke panti aku, Ratna, Dikta, Lana sama Rizal." Riana mengakhiri obrolannya. "Aku ikut, Ri. Gimana sih!" Ike kembali protes untuk ketiga kalinya. Dia nggak mungkin membiarkanku sendiri ke acara itu tanpanya. Seolah tahu banget apa yang bakal dilakukan perempuan itu jika tak ada Ike di sisiku. "Kamu mau ikut? Ngapain? Nggak penting. Yang ada berisik dan bikin ulah," sahut Riana dengan tatapan jengah. "Kalau kamu nggak mulai, aku nggak mungkin berisik. Pokoknya aku ikut." "Dih maksa!" "Nggak ada namamu di sini," timpal Ratna tak kalah sinisnya. "Kenapa sih? Aku juga ikut andil dalam acara itu. Kenapa dilarang?" Ike tak mau kalah."Cuma nyumbang lima ratus ribu saja belagu!" sahut Riana kembali mengejek. Wajah Ike merah padam seketika, antara malu dan marah pastinya karena menyangkut nominal lagi dan lagi."Kalau Ike nggak ikut, aku juga nggak ikut deh." Aku menoleh ke arah Ike yang masih bersungut kesal. Dia pun menoleh lalu tersenyum tipis saat berta
Read more
RENCANA TERSELUBUNG?
"Kalau bukan buat aku, memangnya kado itu buat siapa sih, Dik? Jangan bilang buat Lana!" balas Riana dengan ketusnya. "Kalau memang buat Lana kenapa, Ri?" Riana tergagap lalu menoleh ke arahku cepat. "Bukannya Tante Delima ngelarang kalian berdua berhubungan? Lagian si Lana genit banget jadi perempuan. Sudah tahu dilarang masih aja keganjenan!" "Bukannya yang genit itu kamu, Ri. Bisa-bisanya nuduh Lana yang diam saja. Baru kali ini juga loh dia ikut reuni." Ike kembali menyahut membuat wajah Riana merah padam. Beberapa teman ikut cekikikan melihat ekspresinya yang berubah drastis. Antara kesal, malu dan marah, pokoknya campur aduk. "Nggak perlu ikut campur urusan orang, Ri. Aku tahu apa yang terbaik untuk hidupku." Dikta berbisik, tapi cukup keras terdengar di telingaku yang memang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri. "Semua kado memang kusiapkan untuk Lana, termasuk kado ini." Dikta memberikan kado berwarna merah jambu itu untukku. "Bu-- buatku, Dik?" tanyaku sedikit gugup.
Read more
DOA YANG TAK INGIN TERWUJUD
Aku kembali mengeja apa yang dikatakan Pak Anwar barusan. Sebenarnya aku paham maksud Pak Anwar, hanya saja aku tak mengerti mengapa Mas Radit bisa bicara seperti itu pada ayahnya. "Maksud bapak?" Aku pura-pura tak mengerti agar Pak Anwar menjelaskannya sekali lagi. Mungkin tadi salah bicara atau apa dan kini masih ada waktu untuk memperbaikinya. "Radit cuma mau nikah sama kamu, Lan. Nggak mau sama yang lain. Bapak sudah berusaha mencarikan perempuan lain untuk dia, tapi tetap saja ditolak. Makanya, bapak ikut reuni ini barang kali ketemu kamu. Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga. Bapak tak memaksa kamu, hanya saja kalau kalian cocok, bapak ikut senang. Siapa yang nggak senang punya menantu seperti kamu kan? Pintar, cantik dan rendah hati." Pak Anwar kembali memuji. Selalu begitu sedari dulu, hanya beliau lah yang sering memujiku banyak hal. Pak Anwar seolah menjadi bapak pengganti untukku. Meski dulu masih honorer, tapi jiwa sosialnya cukup tinggi. Hanya beliau yang sering membant
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status