Semua Bab Aku (Bukan) Istri Pilihan: Bab 31 - Bab 40
78 Bab
31. Ara Mata-mata Bella
****“Kalau ada yang masih mau dibicarakan, silahkan bicara dengan Johana, manager butik ini, ok! Semoga Anda bisa maklum!” ujar Mas Bara lagi kepada Mas Bayu.“Begitu, ya. Tapi, saya rasa Anda terlalu berlebihan. Anda bukan lagi Abang ipar bagi Indri. Anda hanya mantan, mantan Abang Ipar, itu yang paling tepat, betul bukan?” Mas Bayu tersenyum tipis.“Bagus kalau Anda paham. Anggap saja Anda benar. Saya juga lebih suka dengan istilah Mantan Abang ipar, sehingga tak akan menjadi penghalang bagi saya untuk langkah selanjutnya,” balas Mas Bara juga tersenyum tipis.“Langkah selanjutnya? Maksud Anda?” Mas Bayu menautkan kedua alisnya merasa heran.“Bukan urusan Anda, karena Anda hanya kolega bisnis Indri, mantan adik ipar saya ini. Benar begitu, bukan?” balas Mas Bara dengan lugas.Mas Bayu tercekat.Mas Bara tersenyum lebar.“Indri, ayo! Mama sudah menunggu!” perintahnya sekali lagi.Aku tak berani menolak, entahlah! Kenapa aku tak bisa menolak. Sadar sebetulnya, bahwa dia tak
Baca selengkapnya
32. Ternyata Ini Jebakan Ara dan Bella
===“Bagaimana In? Kamu lihat haga sebentar, ya?” tanya Mama begitu Ara berlalu.“Saya sebenarnya enggan ke kamar mereka, Ma,” jawabku tetap menjaga nada suara. Khawatir dianggap tidak sopan oleh Mama.“Mama temani, ayo!” usulnya.“Bentar, Ma.”Aku segera merapikan diri. Meraih jilbab panjang, mengenakannya di kepala, dan mematut diri di depan cermin rias.Mas Haga bukan suamiku lagi. Dia adalah orang lain sekarang, meski janin di perutku ini adalah darah dagingnya. Maka aku harus menutup aurat serapat mungkin bila di hadapannya, meskipun kami tinggal di bawah atap yang sama.“Yuk, Ma!” ajakku kemudian.“Ya, Sayang! Kamu cantik sekali!” Mama menatapku kagum.“Ah, Mama. Seperti baru pertama bertemu Indri saja!” Aku tersipu, berjalan sambil memegang lengan wanita paruh baya itu.“Semoga cucu mama juga sama cantiknya seperti kamu, ya, sayang!” doanya sambil berjalan menuju kamar Mas Haga.“Aamiin,” timpalku mengamini.Kamar Mas Haga berada di kamar tamu. Mama yang menempatkan me
Baca selengkapnya
33. Pertengkaran Para Durjana
****“Ya, kamu salah! Kenapa kamu mau mengikuti ide gila istri kamu?” sesal Mama.“Sebetulnya, Haga memang mau bicara dengan Indri, Ma, kebetulan Ara menawarkan itu, jadi Haga terima saja. Tak paham kalau dia berniat menjebak Indri.” Haga mendongah, menatap tajam ke Ara kini.“Jadi, kamu tidak tahu kalau ini rencana perempuan ini!”Mas Haga menggeleng lemah.“Bisa kamu jelaskan, Ara! Apa rencana kamu sebetulnya dengan menjebak Indri dan Haga di kamar berduan?” Mama mulai menyelidiki.“Tidak ada, Ma,” jawab Ara terlihat kesal.“Kamu jawab jujur! Kamu mau viralkan begitu, seolah-olah mereka selingkuh? Iya, kan?” tuduh Mama. “Enggak, Ma. Cuma iseng aja.” Ara bertahan.“Iseng kamu bilang? Bilang ini idenya siapa!”“Gak ada, Ma. Ini gak serius!”“Ide kamu atau idenya Bella!”“Enggak, Ma!”“Jawab!”Ara bergeming. Kepalanya menunduk menekuri lantai kamar.“Baik, kami akan tetap menyelidiki ini! Tunggu saja! Indri harus berangkat menemui Dokter kandungan hari ini! Jangan sampai karena insi
Baca selengkapnya
34. Aku Atau Keluarga Mertuaku Yang Akan Keluar Dari Rumah
=====“Udah siap?” Mas Bara membukakan pintu mobil untukku.Aku mengangguk. Lalu berjalan menuju mobil itu.Tetapi, langkahku segera terhenti. Kalimat Mas Haga terngiang di telinga. ‘Jangan pergi bareng Mas Bara! Bayi itu bukan benihnya!’Kupikir ada benarnya. Tak pantas rasanya seorang mantan kakak ipar selalu meempel pada mantan istri adiknya. Bukan karena ingin mengindahkan permohonan Mas Haga, tetapi memang hati kecilku yang berbicara. Aku harus bertindak sekarang juga. Bersikap tegas, dan mulai menunjukkan jati diri yang sesungguhnya.Selain itu, aku tak ingin mencari masalah baru. Bella tak akan pernah diam, melihat kekasihnya yang semakin mengacuhkan. Tak ingin menjadi batu sandungan, aku bukan perempuan perusak hubungan orang. Sudah saatnya aku segera menyingkirkan semua onak dan duri yang menghadang. “Maaf, Mas, saya bisa berangkat sendiri!”Kembali aku melangkah menuju kamar utama, itu adalah kamar pribadiku.“Indri? Ada apa?” Mas Bara ternyata mengikutiku.“Stop
Baca selengkapnya
35. Aku Harus Pergi
****“Betah, lho, Pak. Semewah-mewahnya tinggal di rumah orang, pasti akan lebih enak dan nyaman tinggal di rumah sendiri. Meskipun kecil dan sederhana. Tapi Indri merasa tenang. Tak ada intrik dan kemunafikan di dalamnya.”“Lho, rumah mewah itu kan, milik kamu, Nduk? Sudah dialih nama dengan nama kamu, kan?”“Dialih nama doang, Pak. Tapi buktinya mereka tetap bertahan. Indri juga enggak mau berharap. Bia raja, deh, Pak. Indri mau tinggalkan rumah itu, biar bsa hidup tenang dan nyaman.”“Baiklah, Bapak dan Ibu nanti akan datang. Tetapi, kalau misalnya mertuamu melarang kamu pergi bagaimana, Nduk?"“Bapak pinter-pinterlah ngomongnya, pak! Beri pengertian buat mereka!”“Baiklah, semoga berjalan lancar, ya, Nak, ya! Sekarang kamu di mana ini?”“Mau ke dokter kandungan, Pak. Mau cek up.”“Sama siapa, Nduk?”“Indri sehat, Pak. Jadi, gak masalah meskipun sendiri.”“Kamu sendiri, Sayang?” Kudengar suara Bapak berubah serak. Pasti dia merasa pilu karena putrinya sendirian. Padahal aku
Baca selengkapnya
36. Calon Bayiku Perempuan
====Dokter itu sudah mengakhiri percakapanya dengan papa mertuaku.Tetapi dia saja masih sibuk mengutak atik ponselnya. Padahal aku masih menunggu di hadapannya. Kalau saja dia bukan dokter pilihan keluarga Wijaya, sudah kuprotes kinerjanya yang sangat mengecewakanku ini.“Ok, Bu Indri. Sudah Beres,” ucapnya seraya mengulas senyum.Aku terpaksa balas tersenyum, meski kesal di dada.“Bu Indri memang menantu idaman, menantu kesayangan keluarga Wijaya,” pjinya tiba-tiba.“Maksud Doker?” Aku melongo. “Ya, keluarga mertua Ibu, begitu menyanyangi Bi Indri. Saya bangga sekali di percaya oleh keluarga nomor satu di kota ini, untuk merawat dan memantau kondisi kehamilan Bu Indri.”“Terima kasih. Dok, saya juga bangga menjadi pasien Dokter. Bagaimana resep Vitaminnya? Udah boleh saya bawa pulang?” tanyaku tetap sopan.“Ini, Bu Indri. Tapi sepertinya Ibu tidak usah bawa pulang, resep ini ,” ucap Dokter itu kembali membuatku melongo. “Lho, maksud Dokter? Saya sedari tadi menunggu
Baca selengkapnya
37. Teriakan Minta Tolong Ara
****“Aku hanya mau ingatkan, tolong segera kamu tinggalkan rumah ini! Biarkan aku hidup tenang bersama keluarga suamiku! Inget, kamu itu bukan siapa-siapa di rumah ini! Kamu bukan menantu, hanya mantan! Paham!”Kutepis cengkramannya, lalu tersenyum tipis. Kemudian berlalu.“Hey!”Sepertinya Ara merasa tersinggung karena kuacuhkan. Kembali tangannya mencengkram lenganku. Kali ini aku tak diam, kukibaskan dengan kasar.“Aku malas berurusan dengan kamu! Maaf! Kita gak se-level! Aku dan kamu beda banget! Kamu dengan Bella, tuh, yang sama! Ngobrol sama dia, aja! Sory!” ucapku meninggalkannya.“Oh, gak selevel? Emang iya. Ternyata kamu sadar juga, ya, siapa kamu sebenarnya! Perempuan kampung! Udik! Murahan! Sok polos tapi tebar pesona pada suami orang, juga pada Mas Bara pacar orang!” Ara mengejarku, langsung mendorong tubuhku hingga oleng kehilangan keseimbanagn. Hampir saja aku tejerembab jatuh. Seseorang menangkap tubuhku.“Ara!”Itu suara Mas Bara.Kami tersentak. Ternya
Baca selengkapnya
38. Mas Haga Mencoba Bu nuh Diri?
****Bangkit perlahan, kuraih jilbab instan yang tergeletak di sudut bibir ranjang. Kumasukkan ke dalam kepala dengan buru-buru. Lalu memutar anak kunci yang tergantung di pintu kamar.“Tolooooong!”Jeritan Ara semakin membahana. Kubuka dan kudorong daun pintu kamar.“Ara! Ada apa?” Mama ikut berteriak. Berbarengan dengannya, kami berlari menuju kamar tamu, kamar yang Mas Haga dan Ara tempati selama ini.“Mas Haga, Ma! Lihat dia, Ma!” Ara menjerit histeris sambil menunjuk ke lantai kamar.Mas Haga tergeletak di lantai kamar. Cairan seperti muntahan menggenang di lantai, di sekitar kepalanya. Mulutnya mengeluarkan buih dan sisa muntahan. Sebuah botol tergenggam di tangan kanan. Botol bekas obat tidur. Beberapa butir tampak berhamburan di lantai, di sekitar tubuhnya.“Astaga! Haga! Haga …! Kenapa dia, Ara?” Ada apa dengan Haga?” Mama histeris.“Saya gak tahu, Ma. Saya juga baru pulang. Setelah Mas Bara membanting hape saya tadi, saya ke luar, menemui Mbak Bella. Minta ganti
Baca selengkapnya
39. Over Dosis Obat Tidur
****“Iya, kami keluarganya.” Mas Bara menghampiri, wajahnya semakin tegang, seperti halnya kami semua. Aku dan Mama bangkit, mendekati sang Dokter.“Bagaimana anak saya, Dok?” tanya Mama tak sabaran.“Mohon maaf, Bu, Pak. Korban overdosis obat tidur. Sepertinya kejadiaannya sudah beberapa jam yang lalu, kami tak bisa lagi mengeluarkan racun dari tubuh korban. Sudah menyerang jantung dan aliran darah. Korban tak bisa diselamatkan lagi, kami mohon maaf!”“Haga …! Haga …!” Mama histeris, ambruk dan kemudian pingsan.Untung Mas Bara menangkap tubuh Ibunya. Dokter segera memanggil perawat, memerintahkan agar tubuh mama di bawa ke dalam ruangan. Mas Bara mengendong tubuh Mama ke dalam, lalu keluar lagi menemuiku.Sementara Ara menjerit menerobos masuk ke dalam ruangan, dia ditemani oleh Bella. Aku hanya mematung. Tak tahu harus berbuat apa.Mas Bara memukul dinding rumah sakit itu berulang kali dengan tangan yang mengepal untuk melampiaskan perasaan kalutnya. Tak hanya
Baca selengkapnya
40. Keluarga Ara Meminta Naik Ranjang
*****Hari ini tahlilan hari ke tujuh untuk Mas Haga. Kelompok pengajian Papa mertua, jiran tetangga dan juga seluruh keluarga Wijaya hadir di rumah ini. Dan yang agak istimewa bagiku adalah kehadiran kelurga Ara. Sebenarnya mereka hadir sejak hari pemakaman, pulang lagi setelah bubar acara tahlilan. Hingga hari ke enam selalu begitu. Tetapi, tidak untuk hari ke tujuh ini.Papa dan mamanya masih bertahan, pada hal semua tamu undangan, bahkan keluarga besar sudah bubar. Tetapi, kenapa aku merasa aneh mereka tidak ikut bubar, coba? Toh, Bapak dan Ibu juga tidak pulang? Orang tuaku juga masih bertahan. Bukankah sama saja? Kalau orang tua Ara, jelas alasannya, Mas Haga adalah menantunya.Sedang orang tuaku, bukan lagi. Mas Haga hanyalah mantan menantu. Namun, mereka tetap bertahan, karena memang ingin membicarakan tentang aku. Tentang keinginanku meninggalkan rumah ini, meski rumah ini sudah dibuat atas namaku. Semoga tidak terlalu dini untuk membicarakan ini.“Terima kasih at
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status