Share

30 Days Girlfriend
30 Days Girlfriend
Penulis: Ans18

1 Pegawai Pindahan

“Hei Ren,” sapa Dio yang terlihat membawa tumbler dengan merk sebuah gerai kopi ternama.

Siapa yang tidak mengenal Narendra di perusahaan tempatnya bekerja. Casanova yang juga menjabat Direktur Legal. Tidak ada seorang pun di perusahaan itu, atau mungkin bahkan di Jakarta, yang memiliki jam terbang pacaran sebanyak dirinya.

“Lo masih sama Ratri?” Dio menarik lengan Naren untuk mengajaknya ke tukang bubur yang berada di belakang kantor mereka.

Dio yang juga merupakan teman semasa kuliah Naren dan masuk ke perusahaan yang sama—hanya berbeda departemen—tentu saja tahu sepak terjang Narendra.

“Ratri?”

“Shit! Masih aja lo ya. Abis macarin anak orang trus dilupain begitu aja.”

Naren masih terlihat berpikir keras mengingat-ingat siapa sosok Ratri yang dibicarakan Dio.

“Adiknya Friska, temen kuliah kita. Friska juga pernah lo pacarin. Pasti lo lupa juga. Udah deh, capek bikin lo inget. Intinya, sekarang lo lagi ada cewek nggak?”

“Ada. Danisha.”

“Siapa lagi itu Danisha?”

Naren mengedikkan bahu. “Cewek. Ketemu di car free day.”

“Anjir! Gue bener-bener harus berguru dari lo deh.” Dio menatap Naren dengan penuh harapan.

Naren membiarkan Dio mencari tempat duduk, sementara dia memesankan 2 mangkuk bubur ayam buatnya dan temannya itu.

“Lo bawa kopi dari tempat mahal, tapi sarapannya bubur ayam,” ledek Naren.

“Lah, siapa bilang ini isinya kopi?” Dio terbahak. “Orang isinya air putih. Go green, Ren.”

“Hmm ... apalagi kalo liat duit ya, mata lo juga go green.”

“Sialan! Jadi menurut lo departemen finance mata duitan?”

“Iya, emang gitu kan.”

Dua mangkuk bubur ayam beserta dua gelas teh tawar hangat kini terhidang di depan mereka.

“Eh Ren, lo udah denger belum sih kalo bakalan ada pegawai pindahan dari cabang?”

“Oh, yang program penghargaan itu jadi lanjut?” tanya Naren terlihat tidak terlalu tertarik.

“Iya, 2 orang, cewek, gue harap sih lo ngalah kali ini, biarkan cowok-cowok di kantor ini juga dapet kesempatan untuk deketin mereka. Dan salah satunya bakal masuk ke departemen gue. Awas aja lo mainin dia.”

“Kenapa gue harus ngalah?” senyum licik terpancar dari wajah Naren. “Ya tapi kan belum tentu juga gue tertarik.”

“Lo kapan tobatnya sih?”

Naren pun tidak pernah tahu kapan dia bisa bertaubat dari petualangan tiga puluh harinya.

“Jadi si Danisha ini sisa berapa lama lagi waktunya?”

Bagi yang tidak mengenal mereka berdua, percakapan mereka terdengar seperti membicarakan seseorang yang sedang sakit keras dan menghitung waktu hidupnya berapa lama lagi. Namun bukan itu. Waktu yang dimaksud Dio adalah hitungan masa pacaran Naren dan cewek yang bernama Danisha itu.

Naren mengeluarkan ponselnya dan mengecek aplikasi reminder yang dia gunakan juga untuk mencatat jadwal meetingnya.

“Gue jadian sama dia tanggal 5 bulan ini, karena bulan ini ada 30 hari, berarti gue bakal mutusin dia tanggal 4 bulan depan.”

Dio mendecakkan lidahnya, “Gue nggak habis pikir, dari mana sih lo terinspirasi pacaran tiga puluh hari gitu? Lo nggak takut kena karma?”

“Emang ada karma di dunia ini?” Naren tersenyum meremehkan. Ya, dia memang tidak pernah percaya adanya karma. Ibunya yang pergi meninggalkannya dengan lelaki lain dan ayahnya yang sering berganti perempuan membuatnya tidak mengakui adanya karma.

***

“Hai, boleh kenalan?” sapa seorang gadis berkaca mata. Gadis itu mengenakan celana kulot berwarna navy dan atasan blouse bermotif floral.

“Hai, Aku Kaira Felora. Panggil aja Kaira. Kamu yang pindahan dari kantor cabang juga kan?”

Gadis itu menyambut uluran tangan Kaira. “Aku Rhea.” Terlalu rumit baginya jika harus menyebutkan nama panjangnya, maka dia memilih mengenalkan nama panggilannya saja.

Hanya ada dua gadis itu di dalam ruang meeting. Entahlah ke mana pegawai yang tadi mengarahkan mereka ke ruangan itu.

“Deg-degan nggak sih?” tanya Kaira.

“Iya, kayak baru masuk kerja ya. Padahal aku di kantor cabang udah enam tahunan, apa lebih ya?” Rhea menggaruk tengkuknya sambil berpikir.

“Kamu dapet halangan nggak sih waktu ditawarin pindah ke kantor pusat? Dari keluarga, pacar, atau suami gitu?”

Rhea tersenyum mengingat saat-saat ia menyampaikan berita kepindahannya ke kantor pusat. “Boro-boro, papa sama mamaku malah seneng banget. Disuruh ngurus rumah yang di sini. Beberapa tahun lagi papaku pensiun, mungkin abis itu pada pindah ke sini. Oh iya, aku dulu sekolah di sini, cuma karena papaku sering pindah tugas, jadi ngikut Papa ke mana-mana.”

“Kalo pacar atau ... suami?”

Rhea menatap Kaira dan memahami maksud ekspresi yang ditunjukkannya, “Aku nggak ada pacar dan belum nikah. Nggak usah ngerasa nggak enak gitu ah, udah kebal aku dapet pertanyaan itu. Makanya orang tuaku udah resah dan gelisah.” Rhea terbahak. “Justru aku pindah karena capek denger omongan orang. Kamu gimana?”

“Aku ... sebenernya hampir lamaran beberapa bulan lalu, tapi gagal, dan yaaa ... sama kayak kamu, males denger omongan orang, makanya aku nerima tawaran ini.” Kaira mendadak terlihat sendu. “Eh ini kita baru kenalan kenapa udah ngomong yang pribadi banget gini ya?”

“Abisnya nggak mungkin kan kita ngomongin strategi perusahaan.”

Keduanya terbahak, lalu tiba-tiba terdiam ketika seorang lelaki yang diprediksi Rhea sebagai Direktur HRD masuk ke dalam ruang meeting diikuti beberapa orang di belakangnya.

Rhea dan Kaira berdiri dan mengangguk dengan sopan.

“Selamat pagi. Saya Radith, Direktur HRD.”

Keduanya menerima jabat tangan dari lelaki itu.

“Pertama, saya ingin berterima kasih atas kinerja yang kalian berdua berikan di kantor cabang, dan saya harap kalian bisa memberikan sumbangsih yang sama besar atau bahkan lebih besar di kantor pusat. Kedua, saya ucapkan selamat datang di kantor pusat, dan selamat bekerja, semoga betah ya. Boleh saya kenalan dulu?”

“Saya Rhea Pak.”

“Rhea, yang dari kantor cabang Batam kan?”

“Iya Pak.”

“Ok, nanti kamu ditempatin di divisi audit internal, di bawah Departemen Finance ya. Sesuai dengan keahlianmu. Dan kamu berarti Kaira?”

“Iya Pak, saya Kaira dari kantor cabang Surabaya.”

“Kamu nanti di bawah humas ya. Kayaknya kita cukupkan perkenalan kita ya. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kinerja kalian. Oh iya, hampir lupa, sebagai salah satu reward buat kalian, Pak Presdir ngajak makan siang nanti sama beberapa orang lainnya. Nanti biar sekretaris saya yang hubungi kalian ya.” Lelaki bernama Radith itu memberikan kode kepada sekretarisnya untuk membantu Rhea dan Kaira.

Usai perkenalan singkat itu, Rhea dan Kaira terpaksa berpisah karena lokasi departemen mereka yang berbeda.

Keduanya kembali bertemu saat Dinda—sekretaris Direktur HRD—memanggil mereka untuk berangkat menuju hotel tempat diadakannya makan siang bersama.

“Aku cuma ngantar kalian sampai sini ya.” ucap Dinda yang menitipkan mereka ke sekretaris Presdir yang terlihat sedang mangamati siapa saja yang belum sampai di restoran Hotel Pullman yang berada di kawasan bundaran HI itu.

“Loh, Mbak nggak ikut?”

“Nggak, itu kan acara buat para direktur sama kalian. Aku sih mau makan di GI sama temen.”

“Serius Mbak?” tanya Kaira yang mulai gelisah.

“Iya, beneran. Good luck ya. Nggak usah tegang. Direktur kita ganteng-ganteng kok. Lumayan buat cuci mata.” Dinda meninggalkan keduanya sambil terkekeh.

Erika--sekretaris Presdir yang bertugas mengatur jamuan itu—mengantarkan keduanya ke salah satu meja yang sudah di-booked.

“Santai aja, belum pada dateng, boleh kok kalo mau langsung ambil makanan yang ada. Buat ngemil-ngemil dulu. Aku tinggal dulu ke depan ya.”

“Ini ngapain sih kita mesti diajak makan gini?” Rhea menghembuskan napas berat setelah Erika pergi.

Kaira hanya terkekeh melihat ketidaknyamanan Rhea.

“Pak Dio.” Rhea yang mengenali direktur di departemennya itu, merasa sedikit lega karena akhirnya melihat sosok yang dikenalnya.

Dio melempar senyumnya. Ia datang bersama Naren dan langsung mengambil posisi duduk di depan kedua wanita itu.

Pandangan Rhea tidak bisa beralih dari lelaki yang duduk di samping Dio. Rasanya seperti tersedot ke masa lalu. ‘Naren?’

Kesadaran itu seketika menamparnya dan membuatnya menundukkan kepala, berharap lelaki itu tidak menyadari keberadaannya, ‘Kenapa ada dia? Dia inget gue nggak ya? Mampus gue.’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status