Share

2. Kejutan

“Panggil dia 'ayah' karena dia calon mertuamu,” ujar Andriyan, mengoreksi ucapan Devanda di lorong tadi. 

Devanda tampak tak peduli. “Kita belum menikah secara resmi. Dia juga belum resmi menjadi ayah mertuaku,” sahutnya dengan nada acuh tak acuh dan kaku. 

Andriyan pun menahan kekesalannya. Dia teringat dengan perkataan Agnes. Apakah benar Andriyan tidak akan tahan hidup selamanya bersama Devanda yang kaku dan membosankan itu jika menjadi istrinya? Bukankah kehidupan pernikahan mereka akan menjadi sangat membosankan?

“Lihatlah penampilan tunangan Anda yang kaku dan membosankan itu.”

“Dia juga anti sosial. Angkuh dan tidak bisa bergaul dengan orang lain.”

“Lebih baik Anda cari perempuan lain sebelum terlambat dan menyesal, Pak.”

Kalau bicara fakta, semua orang yang melihat Andriyan bersanding dengan Devanda pasti akan berkata bahwa Andriyan lebih pantas mendapatkan perempuan yang lebih baik. Bahkan tanpa usaha, Andriyan pun bisa dengan mudah menaklukkan perempuan mana saja yang dia mau. Namun, siapa yang tahu bahwa Devanda yang selama ini mereka remehkan ternyata tidak pernah tertarik dengan Andriyan? Di mata Devanda, Andriyan hanya seperti lalat yang mengusik pandangannya.

Maka siapa yang tidak sakit hati jika dianggap begitu oleh orang yang lebih rendah darinya?

Andriyan tidak tahu apa yang ada di pikiran perempuan itu. Tapi menurutnya, itu hanya cara Devanda untuk mencari perhatian Andriyan.

Andriyan tidak memalingkan pandangannya dari Devanda yang sibuk dengan ponselnya. Ponsel itu satu-satunya hal yang tidak pernah lepas dari pandangan Devanda. Entah apa yang begitu menarik dari situ. 

“Hapus bekas lipstik di bibirmu dan rapihkan kerah bajumu kalau kamu tidak ingin ayahmu tahu apa yang baru saja kamu lakukan,” kata Devanda pada Andriyan yang mau masuk ke ruang ayahnya.

Andriyan menuruti kata-kata Devanda. Dia segera menghapus bekas lipstik di bibirnya dan merapikan kerah bajunya. Dia tidak mau ketahuan ayahnya. Dia bisa kena marah besar. Tapi anehnya, kenapa Devanda tampak tenang saja, ya? Apa dia tidak sakit hati dengan kelakuan Andriyan?

“Baiklah, terima kasih.”

Setelah itu, Andriyan melanjutkan langkahnya menuju ruangan ayahnya. Tapi ekspresi Devanda tidak berubah sama sekali.

Dia mengetuk pintu dengan sopan, lalu membukanya. Ayahnya yang sudah tua batuk-batuk karena penyakitnya. Andriyan segera mendekat agar ayahnya tidak berdiri terlalu lama.

“Ayah, aku sudah datang. Duduk saja, jangan berdiri terus. Itu tidak baik untuk kesehatan ayah,” kata Andriyan.

“Ayah baik-baik saja, tidak usah khawatir,” jawab Aji sambil mengikuti Andriyan yang menuntunnya ke sofa. Lalu ia meletakkan tongkat yang biasa ia gunakan untuk berjalan. “Kamu juga duduk.”

“Iya, Ayah.”

Aji menatap lekat anaknya sebelum bicara. Dia sudah mendengar berbagai rumor tentang perselingkuhan putranya. Bahkan suka bermain dengan banyak wanita. Tapi dia memilih diam karena ingin anaknya sadar sendiri atas kesalahannya. “Iyan.”

“Ya, Ayah.”

“Bagaimana hubunganmu dengan Vanda akhir-akhir ini?” Itu pertanyaan pembuka dari ayahnya. Andriyan merasa bersalah. Apalagi baru saja tunangannya memergokinya berciuman dengan wanita lain. Dia bingung hendak menjawab apa, jadi dia memilih untuk diam saja. Matanya pun mengalihkan pandangan.

“Iyan, keluarga kita memang tidak seberpengaruh Keluarga Kusumawirya. Perjodohan kalian terjadi karena Vanda menyukaimu. Ayah tahu alasanmu kuliah magister di luar negeri untuk menunda pernikahan kalian yang seharusnya dua tahun lalu. Kamu tahu kan kalau pernikahan bukan main-main?”

Andriyan masih terdiam dan menunduk.

“Setelah menikah, tidak boleh ada wanita lain selain istrimu. Itu adalah pedoman yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Jangan sampai kamu melanggarnya karena tidak rela untuk menikah.”

“Iyan tidak akan melanggar pedoman keluarga kita, Ayah,” ucap Andriyan segera.

“Sampai mati pun harus setia,” tegas Aji. Keluarga Prakarsastra sangat menghormati tradisi pernikahan. Maka mereka pun punya pemahaman yang lebih konservatif dan ketat tentang rumah tangga. Itu sebabnya tidak pernah ada cerita tentang perceraian atau perselingkuhan dalam sejarah keluarga. Sekali menikah, untuk selamanya.

Pedoman ini cukup menyiksa bagi beberapa pemuda karena mereka harus lebih berhati-hati dalam memilih calon istri. Sebab, peraturan tak tertulis dalam keluarga membuat mereka merasa terkekang. Hal itu membuat Andriyan berpikir bahwa ia harus menikmati hidupnya sebelum menikah, agar tidak menyesal di kemudian hari. Baginya, gaya hidup seperti ini hanya akan menjadi kenangan masa lalu.

"Iyan, kalau kamu ingin membatalkan pertunanganmu dengan Devanda, katakan saja sekarang," ujar Aji.

Ayahnya mengucapkan hal itu dengan serius, membuat Andriyan teringat delapan tahun yang lalu. Saat pertama kali ia bertemu dengan Devanda yang selalu tampak datar. Andriyan yang berusia 19 tahun baru saja lulus SMA dan diterima di universitas favoritnya. Namun, situasinya bertepatan dengan kondisi perusahaan yang sedang krisis. Saudara-saudara Aji, yaitu paman-paman Andriyan, tidak mau membantu karena sibuk dengan kampanye politik mereka.

Acara peluncuran produk baru dari Keluarga Prananta, membuat Aji berkenalan dengan Sakti yang merupakan Kepala Keluarga Kusumawirya. Keluarga yang sangat berpengaruh dan memiliki kedudukan lebih tinggi dari Keluarga Prakarsastra itu disambut hangat oleh Aji. Mereka pun saling memperkenalkan anak-anak mereka.

"Ini dia Andriyan Prakarsastra, putra tunggal saya," kata Aji. Lalu Andriyan menyapa Sakti dengan sopan.

Sakti tersenyum kagum melihat Andriyan yang beretika baik. Kemudian, Sakti memperkenalkan dua anaknya yang memiliki aura sangat berbeda. "Ini dia Devanda Kusumawirya, putri sulung saya dan Delvino Kusumawirya, putra bungsu saya."

"Wah, hebat sekali ya Pak Sakti. Anda memiliki anak yang lengkap, laki-laki dan perempuan. Perpaduan yang luar biasa karena Anda harus memahami bagaimana sifat laki-laki dan perempuan dan bagaimana mendidik mereka."

"Hahaha... begitulah, Pak Aji. Mereka adalah anak-anak yang sangat aktif."

Aji mengamati perbedaan Devanda dan Delvino. Jika Vanda begitu diam, kaku, dan tampak tidak peduli dengan apa pun yang terjadi di sekitar, Vino lebih ceria, ramah, murah senyum, nyaman diajak berbincang, dan atraktif.

"Kalau boleh tahu, perbedaan usia Vanda dan Vino berapa tahun ya, Pak?" tanya Aji karena tidak bisa dilihat dari tinggi badan. Vino yang merupakan laki-laki tentu memiliki tinggi badan lebih dari kakaknya.

"Mereka berjarak tiga tahun, Pak. Vanda 17 tahun dan Vino 14 tahun."

Aji mengangguk paham, mereka pun mulai membincangkan banyak hal hingga menemukan salah satu pernyataan bahwa Sakti ingin membantu Aji mengatasi krisis perusahaannya.

"A-Anda serius, Pak Sakti?" tanya Aji. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Bagaimana mungkin ada orang baik yang tiba-tiba datang untuk membantunya? Ini seperti rezeki tak terduga dari Tuhan.

"Papa," panggil Devanda sambil menarik sedikit kain kemeja Sakti. Otomatis Sakti menoleh dan belum sempat membalas ucapan Aji.

"Iya, Sayang?"

"Aku ingin menikahinya," bisik Devanda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status