Semua Bab Mutiara Lembah Hitam: Bab 41 - Bab 50
65 Bab
Bab 41. Bertemu Lee Lagi
“Halo… Spada… Assalamualaikum…”Nesa masuk sambil mengucap berbagai salam. Namun tak seorang pun yang muncul. Rumah itu seperti rumah tinggal. Sunyi, seakan tak ada kehidupan.Kedua alis Nesa saling bertaut heran.“Aneh, pagar dan pintu terbuka, tapi kok gak ada orang?” Ia bertanya-tanya dalam hati sambil terus melangkah ke dalam.“Bu… Ibu… Apa Ibu ada di rumah?” Ia sengaja membuat suara berisik berharap jika ada Susan dapat segera mengetahui kehadirannya.Namun, suasana masih hening. Bahkan suara langkah kaki dan suaranya menggema di rumah besar dan sepi itu.Nesa mulai merasa ada yang janggal.“Apa yang terjadi? Masak iya rumah besar begini tidak dikunci dan gak ada seorang pun yang ada di sini?” Matanya menyapu seluruh ruangan. “Bibik yang beberapa hari lalu menyambutku juga tidak ada.”Meskipun dengan perasaan ragu, Nesa memutuska
Baca selengkapnya
Bab 42. Suara Minta Tolong
“Tidak usah kasar. Aku Cuma ingin bertemu ibuku. Aku tidak ada urusan dengan kamu.” Nesa berkata tegas menatap langsung ke manik mata Lee.“Pergi dari sini. Aku tidak mau kamu mengotori rumahku.” Lee melotot marah seakan hendak menerkam Nesa.“Hei, santai aja! Tidak usah bicara kasar.”“Kamu kayak maling. Masuk rumah orang diam-diam.” Tiba-tiba Lee menyeret Nesa ke arah luar. “Pergi sana!” katanya, seraya mendorong tubuh Nesa.“Hei. Jangan kurang ajar.” Nesa merasa ubun-ubunnya serasa terbakar akibat sikap Lee yang keterlaluan. “Tidak usah berlebihan!” Ia melotot marah. “Aku tidak sudi melihat anak gundik ayahku di rumah ini. Kalian mengotori rumahku saja. Pergi!” Lee kembali mengusir Nesa.“Luar biasa sikap kamu! Kenapa Ibuku bisa menikahi laki-laki yang keluarganya kurang ajar begini!” Nesa balas mendorong Lee.Lee tampa
Baca selengkapnya
Bab 43. Bantuan Datang
“Rendi…! Buruan cari cantuan!” Nesa menjerit histeris.“Iya Mbak. Tutup dulu telponnya,” Rendi ikut berteriak panik dari seberang telepon.Dengan perasaan tidak karuan, Nesa mengamati isi kamar, berharap menemukan peralatan yang bisa dijadikan senjata jika Lee berhasil menerobos pintu.Tiba-tiba matanya tertumbuk pada sebuah pemukul bisbol yang berdiri di sudut lemari pakaian. Bergegas, ia mengambil benda tersebut dan menunggu. Nesa bersiaga di belakang pintu. Ia memegang pemukul kayu itu dengan erat sambil mengatur detak jantungnya yang bergemuruh tak menentu.“Pilihannya, aku atau kamu!” batinnya dengan nekat, siap mengayunkan pemukul kayu jika Lee muncul.Namun pintu dengan kayu tebal itu masih berdiri kokoh meskipun Lee berkali-kali menghantam dari luar.Susan tampak mulai menggerak-gerakkan badan sembari membuka mata. Pandangannya sayu menatap Nesa yang tengah berjaga di depan pintu dengan waja
Baca selengkapnya
Bab 44. Doa Untuk Yang Tercinta
“Perempuan sialan!” Sosok itu berusaha menusukkan pisau ke arah jantung Nesa.Nesa terperanjat. Rudi dan Rudi tak kalah kaget. Mata mereka terbelalak ketika Lee tiba-tiba menerjang Nesa.“Hei! Apa-apaan!” seru Rudi dengan suara keras.Dengan gerakan refleks, Nesa memutar tubuhnya menghindari serangan Lee. Pisau Lee terlempar, sedangkan Lee tampak terhuyung-huyung. Ia kaget, tak menyangka Nesa berhasil menghindari serangannya.Melihat Lee terhuyung, sontak Rudi dan Roni memegangi tubuhnya dengan kuat.“Tangkap dia, Pak!” Teriak Nesa kencang begitu berhasil selamat dari tusukan pisau Lee. “Jangan sampai lolos!”Namun, entah mendapat kekuatan dari mana, Lee berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Rudi dan Roni. Ia melarikan diri. Kedua orang suruhan Raga itu mengejar Lee yang melesat menuju halaman belakang. Lalu masuk ke dalam sebuah bangunan yang berdiri di sebelah kolam renang. Dengan cekatan
Baca selengkapnya
Bab 45. Hilang
Raga kembali menyentuh tangan Susan dengan lembut, lalu berpaling pada Nesa.“Kamu di sini jaga Ibu, Sayang. Aku mau ketemu Rudi dan Roni dulu.” Ia berjalan keluar kamar. Nesa mengikuti dan berbisik ketika mereka sampai di luar pintu.“Pastikan bajingan itu tidak kabur, Mas. Dia harus mempertanggungjawabkan kejahatannya pada Ibu.”“Iya. Kamu tunggu di sini. Aku ke sana dulu.”Raga meninggalkan Nesa dan berjalan cepat menuju halaman belakang. Ia disambut Rudi dan Roni dengan salaman dan langsung melaporkan keadaan.“Dia masih di dalam, Pak,” kata Rudi, disambut Roni dengan anggukan.“Tadi dia nyaris mengenai Mbak Nesa dengan pisau. Untung Mbak Nesa refleks menghindar. Kalau tidak bisa sangat fatal,” Kata Rudi dengan wajah masih menyisakan kemarahan.“Kok bisa lolos?” Raga menatap keduanya dengan penasaran.“Tadi sudah berhasil kami tangkap, tap
Baca selengkapnya
Bab 46. Malam Terindah
Sementara itu, di lantai Penthouse Gedung Global Holding Company, Pram tengah termenung memikirkan ucapan Nesa tadi siang. Meskipun tampak tidak mempedulikan apa yang dikatakan Nesa, tetapi setelah kepergian gadis itu, Pram terhanyut dengan berbagai pikiran dan spekulasi.“Apa mungkin benar Nesa anak kandungku?” Pikiran itu terus menghantuinya. “Tapi kenapa Susan tidak pernah memberitahuku?”Sebenarnya ada rasa kagum menyeruak di hati laki-laki jelang enam puluh tahun itu. Ia tak menyangka tim kuasa hukum yang mewakili perusahaan dan juga sekaligus calon menantunya itu memiliki keberanian dan kenekatan yang membuatnya merasa nyaris tidak percaya.“Aku tak pernah bertemu gadis senekat dia,” gumam Pram sambil mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya. Sebuah kebiasaan yang ia lakukan jika tengah berpikir serius. “Perempuan pendiam yang terlihat lembut itu ternyata menyimpan nyali yang sangat besar. Semua orang memperlak
Baca selengkapnya
Bab 47. Pertemuan Tak Terduga
Pagi hari, Pram merasakan semangatnya kembali pulih. Meskipun energinya terkuras karena Susan tak henti-henti membuatnya terbang melayang, tapi ia merasakan jiwanya seakan berada di puncak nirwana. Kebahagiaan semalam yang ditawarkan Susan bena-benar membuat Pram kembali merasakan kehangatan cinta.“Terima kasih, Sayang,” ucapnya ketika berpamitan di pagi hari. “Aku akan kembali untuk kamu.” Sebuah janji yang ternyata tak semudah itu dapat ia wujudkan.Butuh waktu tiga bulan hingga akhirnya ia memiliki kesempatan untuk menjumpai Susan kembali. Namun kehadirannya di kesempatan kedua itu sangat mengecewakan. Susan sudah bersama orang lain. Ia tidak bisa bersama gadis yang telah dinantinya sekian lama. Pram menghabiskan malam itu di Mike House dengan semangat yang terasa sangat jauh berbeda.“Semua tak sama tanpa, kamu, Sayang,” keluhnya karena tak bisa bersama Susan.Namun, Mike dan Juliana cukup berbaik hati padanya. Mer
Baca selengkapnya
Bab 48. Kasih Dari Masa Lalu
Pertemuan keluarga yang semula untuk saling mengenal calon besan, berubah menjadi pembicaraan kaku dan penuh tekanan. Pram terpaksa harus bersandiwara agar tidak membuat Vita dan Raga curiga. Begitu pula Susan. Ia terlihat sangat berusaha agar tetap bisa mengendalikan diri. Meskipun wajah cantiknya terlihat pucat, ia tetap bersikap tenang. Saat berbicara pun ia berupaya agar tetap fokus dan tidak menimbulkan kecurigaan. Apalagi Suami Susan tampaknya sangat protektif pada sang istri dan terus menatap Pram seakan hendak menerkam.Pram dapat merasakan kegelisahan Susan karena ia pun tak kalah resah dengan pertemuan tak disangka sangka itu.“Ternyata bumi ini begitu sempit,” batinnya.Pertemuan itu sontak membuat kenangan masa lalu menari-nari di kepala Pram. Dia tidak banyak berubah,” lirihnya dalam hati. Ingin rasanya ia memeluk perempuan itu saking bahagianya bertemu kembali, dan melepaskan segala rasa rindu yang puluhan tahun ia tahankan, tapi
Baca selengkapnya
Bab 49. Cinta Itu Masih Ada
Pram terdengar menghela napas lega.“Saya segera ke sana,” katanya dengan suara terdengar sungguh-sungguh.Nesa tercenung. “Apa aku tidak salah dengar?” gumamnya. Pikirannya melayang ke sana kemari. Satu sisi hatinya bahagia karena Pram ternyata masih peduli pada Susan, tapi di sisi lain, ia mengkhawatirkan nasib cintanya dengan Raga.“Jika benar dia ayahku, apa yang harus kulakukan dengan Raga? Apa cinta yang kupunya untuk Raga bisa kualihkan menjadi cinta adik pada kakak?” Tiba-tiba Nesa bergidik ngeri teringat apa yang telah ia perbuat dengan Raga di malam sebelumnya.Tergesa ia menggelengkan kepala menghapus bayangan itu. “Aku khilaf ya Tuhan,” keluhnya dengan perasaan tak karuan.Dengan langkah gontai, Nesa kembali menuju ke ruang perawatan Susan. Tadi ia memilih keluar agar Susan tak mendengar pembicaraannya dengan Pram.“Apa yang akan Ibu lakukan jika Pram benar datang ke sini?&rdq
Baca selengkapnya
Bab 50. Dia Anak kamu
Pram memandangi Susan. Perasaannya berkecamuk. Rasa bahagia bercampur prihatin membuat laki-laki itu menghembuskan napas berat. Lalu, secara tak terduga, ia mengelus tangan Susan dengan lembut.Nesa menatap tak percaya. Pemandangan di depan matanya seakan tidak nyata.“Dia mau apa?” batinnya sambil memperhatikan setiap gerakan Pram.Tiba-tiba Susan membuka mata dan terbelalak melihat Pram berdiri begitu dekat di hadapannya.“Pram…..” Ia berbisik dengan suara lemah.“Bagaimana keadaan kamu?” Pram bertanya dengan suara lembut.Susan tampak masih belum percaya. “Pram….Kenapa kamu ada di sini?” Ia menoleh ke arah Nesa, seolah meminta penjelasan.“Nesa dan Raga mengabari yang terjadi sama kamu.” Jawaban Pram membuat Susan menutup mata dan memalingkan wajah.“Seharusnya kamu tidak boleh di sini,” katanya dengan suara lemah. “Aku terlalu malu b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status