All Chapters of CINTA SUAMIKU UNTUK WANITA LAIN: Chapter 41 - Chapter 50
72 Chapters
Kembalinya Rian dari Kematian
"Hei ...." Radit membuyarkan lamunanku."Uang itu tidak seberapa, kamu bisa mendapatkan lebih," terang Radit."Bukan masalah uangnya Dit, tapi masalah hati. Selama 8 tahun aku yang menemani, melayani, mengurus segala keperluarnya, ikut menanggung kerugian di saat ia gagal. Tapi apa yang kudapat Dit, Mas Rian mengkhianatiku, diam-diam dia menyimpan uang buat Riana dan Zain. Apa menurutmu itu adil?" keluhku geram."Ok, aku paham masalah itu, tapi jangan sampai merusak pikiran dan kesehatanmu," saran Radit lagi."Mungkin itu sebagai bentuk tanggung jawab Rian pada Zain selama 8 tahun ini Hal," tambahnya.Aku berbalik dan menatap wajahnya, "Sebenarnya kamu bela siapa sih? apa begitu pikiran semua laki-laki? sok mau ngasih nafkah banyak orang, merasa uangnya dihasilkan sediri jadi seenaknya. Dalam hukum pernikahan uang suami itu uang istri Dit, sepeser apapun uang itu dibelanjakan harusnya sepengetahun istri, bukan ngumpet-ngumpet sok biayain orang, apalagi itu milyaran," pungkasku semakin
Read more
Kelakuan Riana Terbongkar
"Aku harus pamit, Mas. Bian ada jadwal home schooling," ucapku memotong percakapannya dengan Bian."Belajar yang rajin ya sayang," pesannya, menatap bola mata Bian yang terlihat masih canggung dengan sikap Papahnya yang tiba-tiba berubah."Nanti Papah sering berkunjung buat nemenin Bian bermain," tambahnya, lalu mengecup tangan mungil itu.Bian hanya diam dan mengulas senyum sebelum pergi. Bi asih mendorong kursi rodanya keluar."Aku pun pamit, Mas," ucapku lagi hendak pergi."Hati-hati di jalan Hal, jaga anak-anak kita," pesannya lagi. Aku hanya tersenyum tipis sebelum berbalik, melirik Riana yang masih berdiri kokoh di sana meskipun seperti tak dianggap.Aku menutup pintu perlahan, sedikit ragu untuk melangkah. Aku sungguh penasaran ada apa dengan Mas Rian, apa ini hanya sebuah sandiwara?"Ada apa denganmu, Mas?" Samar kudengar suara Riana mulai berbicara.Tapi, sayangnya tidak kudengar jawaban dari Mas Rian. Apa mungkin terlalu jauh? dinding ruangan Mas Rian dibatasi oleh setengah
Read more
Kebakaran Cafe
"Mau kemana?" tanya Radit nongol di jendela mobil."Mau ke cafe," jawabku jutek, memutar kunci kemudi."Nggak mau balik lagi ke kantor Bu Wida, sekalian aku kenalin?" ujarnya.Aku melirik dengan mata malas. Radit malah tersenyum mengejek dengan mata berkedip menggoda. Menyebalkan."Titip salam aja. Bilangan sama Bu Wida kalau gantiin baju bujang lapuk kaya gini jangan ditempat umum, bikin senewen yang lihat," balasku."Ah, kamu aja yang otaknya mesum," tukasnya tak mau kalah."Apa?" Aku melirik sinis, menaikkan kaca jendela."Aw ... aw ... aw ... Halwa nanti aku kejepit," pekiknya setengah berteriak."Rasain," ujarku sembari menginjak gas."Jangan lupa makan siang," teriaknya melambaikan tangan.Mataku menyipit, mengintip melalui kaya spion. Bibir bergerak perlahan menyunggikan senyum.Ada-ada saja ulahnya itu.Sampai di depan cafe terlihat banyak orang berkerumun, aku segera turun untuk melihat situasi.Rini berlari tergesa mencari bantuan."Rini ada apa?" Aku mencegatnya."Gas kompo
Read more
Jangan Hina Anakku
"Selamat malam Bu Halwa," sapa seorang suster mendorong troli makanan."Malam, Sus.""Gimana keadaannya sekarang?""Sudah lebih baik, Suster," jawabku lesu."Makan yang banyak ya," ucapnya sembari memeriksa layar detak jantung janinku."Detak jantungnya sudah mulai normal lagi," ujarnya."Alhamdulillah kalau begitu Sus." Aku merasa lega, bayiku sudah baik-baik saja."Kamu akan jadi anak yang kuat kaya kakak Bian ya sayang." Elusku pada perut yang mulai terasa bergetar."Ih, perutmu bergetar, Hal," pekik Radit antusias.Aku hanya tersenyum, lalu kembali mengelusnya. Radit mendekat, terlihat binar matanya bergerak beraturan, memperhatikan getaran perutku."Kamu nanti akan merasakan bahagianya punya anak sendiri, Dit," ucapku pelan.Dia diam, matanya terangkat menatapku lekat."Kamu tidak mau aku jadi ayah dari anak itu dan Bian?" Perkataannya membuat jantungku berlonjakan.Segera kutepis rasa itu, lalu menggeleng."Kamu bisa dapat perempuan yang lebih baik segalanya, Dit. Bukan wanita
Read more
Kesombongan Riana Kalah Telak!
"Yeay ... hari ini Mamah pulang," Bian bersorak gembira di depan pintu. Di dorong masuk oleh Radit.Sebenarnya tubuhku sudah pulih sejak hari ke dua di Rumah Sakit, tapi untuk tetap bisa mengontrol kesehatan janin yang ada di dalam kandungan. Radit bersikukuh memintaku untuk berdiam di ruangan pasien ini."Bagaimana kalau sebelum pulang kita mampir dulu ke Mall, bahan makanan di rumah sudah menipis. Kamu kuat kan, Hal?" tanya Radit."Aku bilang dari tiga hari yang lalu, aku udah sehat Radit. Kamunya aja yang bersikukuh aku harus tinggal di kamar ini," ujarku sembari memasukkan barang terakhir."Nggak ada salahnya jaga-jaga, di sini kamu lebih terperhatikan suster dari pada di rumah," tukasnya. Selalu ada saja argumennya yang membuatku hanya bisa diam."Yeay! Bian bisa beli sesuatu di sana Pah?" tanya anak kecil itu.Apa? Apa aku tidak salah dengar."Sayang, kamu manggil Om Radit apa?" tanyaku memastikan."Papah Mah, Om Radit bilang, sekarang Bian bisa memanggilnya dengan sebutan Papah
Read more
Dulu dibuang, Kini dicintai.
[Selamat siang Bu Halwa?] Aku mengangkat panggilan dari Bu Wida.[Iya Bu siang,] jawabku dengan suara bergetar, kejadian tempo hari di kantornya membuatku canggung.[Pihak dari Pak Rian meminta bertemu di Pengadilan agama Bu,] paparnya.[Untuk apa Bu? bukannya sidang sudah diputuskan. Perceraian kami sudah sah bukan? hanya tinggal menandatangani berkas saja?] tanyaku merasa aneh.[Iya Bu, betul. Dari pihak Pak Rian ingin berbicara baik-baik sebelum semua benar-benar selesai. Bagaimana Bu?][Ya, baiklah,] jawabku terpaksa.[Saya tunggu satu jam lagi di Pengadilan agama ya Bu.][Iya baik.][Terimakasih.]Ada apa lagi dengan laki-laki itu? bukankah kami sudah sering bertemu sebelumnya. Malas sekali.Niat awal siang ini mau memeriksa renovasi cafe, tapi apa boleh buat aku harus pergi ke pengadilan, ya sudahlah agar semua cepat selesai. Rasanya sudah tak ingin berurusan dengan Mas Rian dan Riana lagi. Aku sungguh tidak paham kemana arah pikiran laki-laki itu sekarang, apakah begitu cintan
Read more
Riana Sungguh Akan Kejang Sekarang
Aku menghirup udara segar di belakang rumah Radit, hamparan bunga yang luas dan indah, wewangian alami yang ditimbulkannya, mengundang banyak kupu-kupu yang hinggap. Nyaman, tenang, membahagiakan dan memanjakan mata."Kemarilah, Hal." Tangan Radit melambai jarak beberapa meter dari tempatku berdiri. Aku menuruni tangga yang bersisian dengan kolam bunga teratai yang subur dan indah.Radit menghampiri dan memintaku untuk menutup mata.Aku menggeleng, "Nggak ah, nanti kamu ngerjain aku," tolakku bertahan.Namun, telapak tangan Radit malah menutup kedua mataku, sedang tangan yang lainnya menuntun kaki ini untuk melangkah."Aku nggak mau dikerjain," ujarku masih ngeyel. Kebiasaan, saat kuliah dulu dia sangat suka membuatku cemberut karena ulahnya. Meski begitu, perhatiannya tak pernah berubah sampai kini.Tangan Radit perlahan bergeser, cahaya mulai menyelusup tertangkap mata saat pelan kubuka kelopaknya.Hamparan bunga Edelwies bermekaran indah di hadapanku saat ini. Mataku terbelalak den
Read more
Disita
Hampir seminggu, berita di televisi hanya berkutat tentang gedung ambruk yang dibangun Mas Rian. Banyak opsi bermunculan, banyak pendapat ahli yang memperkirakan penyebab kejadian, bahkan demo keluarga korban tak henti menjadi sorotan. Tercatat sampai hari ini, 5 korban jiwa telah melayang, 15 orang kritis, 30 orang mendapat luka ringan dan sudah bisa dipulangkan dari Rumah Sakit.Bian menunduk lesu saat berita itu kerap terdengar olehnya, beberapa hari ini nafsu makannya pun ikut berkurang."Sayang, Bian kenapa?" Aku memeluk tubuhnya dari belakang."Mah ...," lirihnya melirik wajahku."Apa sayang, bicaralah.""Boleh nggak kalau Bian ingin ketemu Papah Rian?" tanyanya ragu.Bola mataku menatap lekat, melihat kejernihan matanya yang tulus.Apakah Bian lupa sakitnya diabaikan Papahnya?Apakah dia lupa saat laki-laki itu lebih memilih Zain daripada dirinya?"Bian yakin?" tanyaku memastikan.Bian mengangguk pasti."Baiklah, mari kita berangkat sekarang," ajakku.Wajah Bian terlihat baha
Read more
Bastian, siapa dia sebenarnya?
"Dakwaan terhadap Rian berat, Hal. Dia dituduh telah memanipulasi dana hingga menggunakan bahan-bahan yang berkualitas buruk, menyebabkan bangunan tinggi itu tak kuat menyanggah," papar Radit.Kami sedang sarapan pagi ini, pemberitaan tentang Mas Rian semakin santer dibicarakan, ia benar-benar tersudut."Aku tidak yakin. Bukan satu kali Mas Rian mengerjakan proyek, ia adalah salah pekerja yang berdedikasi tinggi. Dia tidak bodoh, hal ini pasti terhitungkan kalaupun ia benar-benar melakukan itu," sanggahku."Benar, aku sudah mengenalnya dalam dunia kerja, Rian bukan orang yang seperti itu, terlepas dari masalah pribadinya.""Aku khawatir sama Bian, Dit. Dia sangat murung tiap kali menyaksikan Papahnya di televisi.Apa televisi aku cabut dari belakang ya, biar dia kira rusak?"Aku masih berpikir untuk menenangkan anak itu, hatinya benar-benar lembut. Pagi ini pun ia bahkan tidak mau ikut sarapan."Mamah ...."Aku mendengar Bian menangis di ruangan tv. Aku dan Radit menoleh."Mamah ....
Read more
Tidaaaak!
Tepakan kaki kembali terdengar, pria itu berjalan mendekat, tumbuhku semakin beringsut, kaki melipat kebalakang, aku benar-benar ketakutan. Dia duduk di depan cermin rias, perlahan menuangkan alat kecantikan pada kapas, menggosokannya pada wajah.Setiap wajah yang terusap berubah warna, dia masih diam menatap lekat wajahnya di cermin. Hatiku berdegup lebih kencang. Meski jarang bertemu dan hanya terlihat dari pinggir, aku bisa memastikan siapa pemilik wajah itu."Hai ...," sapanya ramah. Namun, bagiku itu seperti sapaan kematian."Heum ... heum ....." Aku berontak untuk membuka ikatan."Sssstt!" Bastian meletakkan telujuk dibibirnya. Menatap, lalu tertawa.Ia meninggalkanku begitu saja yang masih mencoba berontak.Bastian mengambil sebuah remot tv, ia menyalakan sebuah dvd, lalu duduk di ranjang, tepatnya di bawah kakiku."Papah selamat ulang tahun ...." Teriak riang seorang anak, seorang anak laki-laki seusia Bian. Berlari-lari menghampirinya."Makasih sayang."Bastian menggendong
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status