All Chapters of Mari Berpisah, Mas: Chapter 31 - Chapter 40
79 Chapters
bab 31
Tani terdiam beberapa saat sambil menatap wanita itu. Segenap kekuatannya ia kumpulkan juga memikirkan harus dijawab apa ucapan wanita tak punya belas kasih ini.Seketika ia baru menyadari kalau wanita ini tidak terlalu menyukainya."Ingat, Tania. Kamu hanya orang ketiga dalam hubungan Hanif dan juga Murni," ucap ibunya Murni. Tania tersentak kaget, tidak menyangka kalau wanita itu akan berkata demikian. Rasanya kepalanya sudah mendidih, ia ingin sekali marah lalu memaki-maki wanita itu, tetapi hatinya berkata jangan.Tania sadar, ia harus mengahadapi wanita itu dengan kepala dingin, tidak mungkin ia akan bar-bar dan memaki-maki wanita itu. Hal ini akan semaki merendahkan dirinya sebagai wanita. Ia ingin menunjukkan siapa dirinya dan apa masih pantas untuk dihina."Tidak mengurangi rasa hormat saya terhadap anda, tetapi asumsi anda tentang saya ternyata nol besar," ucap Tania menjeda ucapan. Bahkan wanita itu memandangnya dengan tatapan tak mengerti."Saya kira sebagai sesama wanit
Read more
bab 32
"Kenapa?" tanya Hanif."Tidak ada.""Jawab jujur.""Kata ibunya Mbak Murni, kalian itu masih saling cinta, Mas. Apa itu benar?" tanya Tania. Memang yang mengganggunya sedari tadi adalah perkataan yang ini. Tania takut kalau suaminya hanya sandiwara saja agar ia bisa kembali ke rumah."Tidak sama sekali. Murni sudah tidak ada di hati, semua yang diucapkan ibunya Murni adalah sebuah kebohongan. Kamu tidak usah percaya padanya. Cukup aku yang kamu percayai, karena yang tahu isi hatiku hanya aku sendiri bukan ibunya Murni. Kamu harus percaya kalau cintaku hanya untukmu," ucap Hanif sambil menatap lekat ke arah istrinya. Seperti biasa, ketika dipandang seperti itu, Tania akan menundukkan kepala.Hanif pun memegang kedua pipi Tania sampai mereka berdua bertatap pandang. Ntah kenapa, setiap menatap mata indah itu, jantungnya berdegup dengan kencang. "Aku akan bicara dengan ibunya Murni agar tidak mengganggu hubungan kita. Mau tak mau dia harus sadar kalau hubunganku dengan anaknya sudah kan
Read more
bab 33
"Sekali lagi saya tekankan, tidak akan pernah ada pernikahan antara suami saya dengan Mbak Murni," tegas Tania."Kamu tidak tahu, suamimu berani datang ke sini untuk menemui Murni, jadi kamu jangan coba-coba memisahkan mereka," ketus Ibu Murni."Suami saya ke sini atas perizinan dari saya, tidak ada cinta lagi dari suami saya untuk Mbak Murni, kalau saya tidak mengizinkan maka suami saya tidak mungkin ke sini. Mas Hanif bukan ingin menemui Mbak Murni, tetapi ingin menemui Ibu, tanyakan saja kalau tidak percaya! Sekali lagi Ibu berbuat seperti ini, maka jangan salahkan saya kalau saya akan bertindak lebih dari ini. Bisa saya pastikan Ibu akan merasakan malu semalu-malunya.""Kamu mengancamku!" bentaknya tak terima. Ia merasa dipermalukan oleh Tania karena wanita itu berani membantahnya. Hal yang paling tidak ia sukai ketika ucapannya dibantah oleh orang lain, apalagi oleh wanita yang umurnya masih dibawahnya."Saya tidak merasa mengancam, tetapi kalau Ibu merasa ucapan saya ini adalah
Read more
bab 34
{Jangan macam-macam atau kamu akan tahu akibatnya}Hanif dan juga Tania membaca pesan surat itu yang terletak bersama dengan batu dan pecahan kaca. Mereka berdua nampak terkejut ketika membaca surat tersebut.Siapa orang yang telah melakukan ini, batin mereka berdua."Siapa, Mas, dalang dari semua ini?" tanya Tania.Hanif menggeleng lemah. "Aku juga tidak tahu.""Kita lapor polisi saja.""Benar, tetapi tidak untuk saat ini. Besok aku akan pasang CCTV, kalau hal ini terulang lagi maka biar diusut polisi," jawab Hanif."Tapi aku takut.""Jangan takut, kan ada aku di sini.""Tapi kamu kerja, aku di rumah sendiri.""Ada Bi Yun.""Tapi tetap takut."Hanif memegang wajah istrinya. "Aku akan selalu menjagamu. Kalau masih takut, kamu bisa ke rumah Ibu, sepulang kerja baru ku jemput.""Apa nggak merasa repot?"Hanif tersenyum. "Demi kamu aku tak pernah merasa repot."Tania langsung memeluk suaminya. Jujur saja, sekuat-kuatnya dia, belum pernah seumur hidupnya merasakan teror seperti ini. Ia
Read more
bab 35
"kalian tinggal di sini saja, lagian Ibu juga merasa sepi di rumah sendiri," ucap ibunya saat mereka tengah menikmati sarapan pagi."Rencananya kalau keadaan sudah membaik kami akan pulang ke rumah, tetapi untuk sementara waktu kita akan di sini, Bu, aku nggak tega ninggalin Tania sendirian di rumah," jawab Hanif sambil memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.Rasanya sudah lama sekali ia tak merasakan makanan yang diolah sang Ibu. Semenjak memutuskan menikah dan tinggal di rumah sendiri, ia sangat jarang mau makan di rumah ibunya, ia selalu berkilah istrinya sudah memasak dan tak mau mengecewakan Tania.Walaupun saat itu rasa cinta belum ada tetapi ia selalu ingin menjaga hati Tania, dia bukan lelaki kejam. Ia ingin menghargai jerih payah istrinya walau tak bisa dipungkiri dari hal sekecil itu maka tumbuh benih-benih cinta tanpa ia sadari."Tinggal di sini sajalah, biar Ibu punya teman. Apalagi kalau setelah lahiran tinggal di sini, maka rumah ini akan rame anak kecil," ucap ibunya.
Read more
bab 36
"Viola?" Tania merasa terkejut karena calon Hildan adalah Viola, seorang wanita yang akan dinikahi Randi. Bahkan terakhir yang ia dengan Randi sudah menyebar undangan."Tania?" Sekarang ganti Viola yang tak kalah terkejutnya."Kalian saling kenal?" tanya Hildan sambil menatap ke arah wanita di depannya.Tania sendiri bungkam, ia takut salah bicara. Apalagi Hildan dengan Viola adalah calon pengantin, ia takut kalau bicara sejujurnya malah membuat hubungan keduanya hancur."Kenal, Mas. Tania itu yang pernah tinggal di rumah Mbak Sri, saudaranya Mas Randi yang tempo hari aku ceritain itu," jawab Viola. "Randi yang mau dijodohkan dengan kamu waktu itu?""Iya.""Wah, aku sampai tidak tahu," jawab Hildan dengan senyum lebar.Sedangkan Tania dan juga Hanif menatap dengan tak mengerti dua insan di depannya.Banyak sekali pertanyaan yang ingin dilontarkan, tetapi melihat saat ini banyak keluarga termasuk budhenya, maka ia urungkan niat itu.Obrolan ringan pun dilanjutkan, Tania sama sekali t
Read more
bab 37
Sudah lebih dari satu bulan Tania dan juga Hanif tinggal di rumah sang Ibu, rencananya hari ini mereka akan balik ke rumah karena selama itu tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Teror pun juga cuma satu kali, itupun ketika mereka masih di rumah."Apa nggak ditunda saja baliknya," ucap sang Ibu sambil mendekati anaknya yang sedang membereskan baju."Tania minta sekarang, Bu, lagian rumah dikosongkan terlalu lama juga tidak baik, kan?" jawab Hanif."Iya, tapi rumah ini jadi sepi kalau kalian balik. Tinggal di sini saja temani Ibu. Ibumu ini sudah tua lo."Hanif menatap ke arah istrinya, Tania pun juga begitu."Bagaimana, Sayang?" tanya Hanif."Terserah kamu saja, Mas," jawab Tania sambil menghentikan aktivitasnya. "Biasanya kalau terserah itu tanda tak mau. Perempuan memang seperti itu, bilangnya terserah tapi ketika aku memutuskan ini, salah juga," gerutu Hanif."Lah, kok jadi begini? Memang aku perempuan seperti itu? Kalau aku bilang terserah ya terserah, kok jadi kaya mojokin aku gi
Read more
bab 38
Malam ini Hanif mengajak istrinya untuk keluar. Di hari spesial sang istri, ia ingin memberi sesuatu yang spesial. Sudah menjadi kebiasaan seperti tahun-tahun yang telah lewat, tetapi kali ini didasari oleh cinta yang tengah menggebu."Kita ke mana lagi, Mas?" tanya Tania saat suaminya tak menyebutkan ke mana mereka pergi. "Ngikut aja," jawab Hanif sambil tetap fokus menatap ke depan."Iya, ke mana dulu?""Nanti kamu juga tahu," jawab Hanif."Bikin penasaran."Hanif tersenyum tanpa menjawab, ia menoleh sebentar ke arah sang istri sambil satu tangannya membelai lembut kepala Tania.Tak membutuhkan waktu lama, mereka pun sampai di lokasi, di mana lagi kalau bukan di bukit tempat di mana Hanif memaksa istrinya untuk melayani."Kenapa ke sini?" tanya Tania tak mengerti. Biasanya mereka akan ke sini kalau hati benar-benar kacau, mereka akan menghabiskan waktu di sini sambil mengamati pemandangan dari atas."Kita bernostalgia," jawab Hanif.Tania mengernyitkan dahinya. Ia sama sekali tak m
Read more
bab 39
Lelaki itu hanya tersenyum tipis sambil sekilas menatap Tania. Hal yang tidak pernah ia lakukan pada perempuan manapun. Bahkan pada Murni, ia tak pernah menunjukkan wajah bersahabat, selalu wajah masam yang ia perlihatkan.Buru-buru Beni mengajak istrinya itu pergi. Mereka tak jadi belanja ke supermarket tersebut.Sedangkan Hanif menahan amarah, ia mengepalkan tangan lalu menyusul keduanya yang meninggalkan lokasi begitu saja. "Mau ke mana kamu!" bentak Hanif sambil mencekal lengan Beni. Kali ini ia tidak akan membiarkan lelaki itu pergi, dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya yang telah menyuruh seseorang untuk mencelakai kakak angkatnya."Bukan urusanmu!" jawab Beni dengan menarik tangannya dengan paksa."Kamu harus ikut aku ke kantor polisi, kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu tempo hari," tekan Hanif."Silahkan kalau berani. Tapi ingat, akan ada nyawa yang melayang setelah ini," jawab Beni dengan tertawa sinis."Aku tidak akan takut dengan ancamanmu.""Apa kamu
Read more
bab 40
Tania merasa ketakutan saat lelaki tua itu menatapnya dengan tajam. Bahkan kini dia melangkah semakin dekat ke arahnya. Tania semakin meringsut dan Hanif pun dengan sigap melindungi istrinya. Tetapi setakut-takutnya Tania, ia tetap akan melawan. Dalam diamnya dan dalam penjagaan sang suami, Tania mengumpulkan kekuatan untuk melawan, ia fokuskan pikirannya untuk melakukan apa kalau sampai lelaki itu mau menyakitinya.Jujur saja, suami Yu Parni tidak biasanya seperti ini, ia sangat mengenal keluarga itu dan menilai keluarga yang baik, tapi semua asumsi itu telah dipatahkan saat mendengar lelaki tua tersebut mencaci maki kakaknya, walaupun ia tak tahu apa permasalahan sesungguhnya, tetapi ia merasa sakit hati kalau kakaknya dimaki-maki."Terakhir bertemu kamu tidak secantik ini," ucap suami Yu Parni. Kini ia mendekat dan mencoba menyentuh Tania. Saat tangannya hendak menggapai, dengan cepat Hanif mencengkeram dengan tatapan melotot.Ia tidak suka istrinya disentuh lelaki manapun kecuali
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status