All Chapters of Mari Berpisah, Mas: Chapter 21 - Chapter 30
79 Chapters
bab 21
"Semoga Tania bisa segera ditemukan ya, Mas," ucap Linda pada suaminya saat mereka tengah beranjak tidur."Aamiin. Kasihan Hanif, dia sangat terpuruk. Sebagai lelaki aku tahu apa yang dirasakan Hanif, dia terlihat sangat menyesal," jawab Zaki.Di sini Linda ingin mengatakan sesuatu selain membahas adik iparnya, tetapi ia takut kalau suaminya akan marah."Kenapa melamun? Ayok tidur, besok kita akan menempuh perjalanan panjang, jangan sampai kamu kecapean," ucap Zaki."Aku teringat Tristan, aku kangen sama dia, Mas," bohong Linda. Padahal bukan itu yang membuat pikirannya terganggu. "Ikhlas kan. Tristan sudah tenang di sana," ucap Zaki, padahal hatinya juga bergemuruh hebat. Ia juga belum sepenuhnya ikhlas dengan kepergian anaknya. Tetapi ia akan mencoba, bukankah semua yang hidup pasti akan merasakan mati?"Iya, Mas."***Langit nampak cerah ketika Hanif dan juga ibunya datang menjemput Zaki. Hari ini mereka akan melakukan perjalanan ke kota Blitar. Hanif sendiri sudah mengajukan cuti
Read more
bab 22
"Kenapa kamu setega itu meninggalkan aku?" tanya Hanif dengan mata berkaca-kaca. Akhirnya, setelah tiga minggu tidak bertemu dan menahan semua kerinduan, hari ini ia kembali dipertemukan dengan sang istri."Maaf," ucap Tania, ia sama sekali tak berani menatap Hanif. Hatinya masih sakit, ia belum bisa bertemu dengan suaminya."Kamu tahu, aku hampir gila tanpamu. Aku mencarimu ke sana kemari, tapi kamu seperti hilang ditelan bumi. Dan kini akhirnya aku bisa menemukanmu di sini," ucap Hanif. Kini ia semakin mendekat, kerinduan yang selama ini ia rasa seakan tak bisa ia kendalikan. Ia mencoba memeluk istrinya itu, tetapi Tania lebih memilih menghindar dan berlalu dari hadapan suaminya."Semua asumsi mu salah besar, Tania. Aku...""Stop, Mas. Aku tidak ingin mendengarkan semua alasanmu," jawab Tania memotong ucapan Hanif. Hanif menatap tak percaya. Sebegitu terlukanya kah istrinya saat ini? Ia sadar apa yang telah dilakukannya salah besar, tanpa mendengarkan ucapan istrinya, ia lebih mem
Read more
bab 23
"Kenapa nggak memberi kabar kalau mau datang ke sini? Jadinya nggak ada persiapan," ucap Mbak Sri membuka percakapan saat semuanya tengah berkumpul di meja makan.Hanif sendiri lebih memilih diam, ia juga tidak seperti awal tadi yang terus-menerus mendekati istrinya.Kini ia lebih banyak diam dan tak terlalu merespon obrolan hangat mereka.Tania pun juga begitu, selain karena masih kecewa dengan peristiwa Murni, ia juga marah dengan tuduhan suaminya. Ia merasa suaminya menilainya wanita gampangan. "Sebenarnya mau memberitahu, tetapi tidak jadi karena ingin memberi kejutan buat Tania," jawab Zaki. Ia nampak biasa berbicara dengan Mbak Sri, selain karena masih ada hubungan saudara, tautan umurnya pun tidak terlalu jauh."Dan kamu berhasil. Tania nampak begitu shock dengan kedatangan kalian," ucap Mbak Sri sambil menatap ke arah Tania. "Mas Hanif kok lebih banyak diam?" tanya Mbak Sri pada Hanif."Capek, Mbak," jawab Hanif sesingkat mungkin."Tania, ajak suamimu beristirahat karena mul
Read more
bab 24
"Mas Hanif, kamu kenapa?" tanya Tania sambil mengguncangkan tubuh suaminya. Tetapi tubuh itu hanya diam tak bergerak."Mas, jangan bercanda ya? Aku nggak suka kamu kaya gini," ucap Tania lagi. Ia semakin panik melihat kondisi suaminya, ia belum pernah sekalipun melihat suaminya pingsan seperti ini.Sedangkan Vino yang tak sengaja melihat Om nya tak sadarkan diri, dia langsung ke depan dan memberitahu ayahnya.Semua orang panik lalu beranjak ke dapur untuk melihat Hanif."Hanif kenapa, Tan?" tanya Zaki."Nggak tahu. Tiba-tiba saja Mas Hanif ambruk begitu saja," jawab Tania tak bisa menyembunyikan tangisnya."Angkat ke dalam, biar aku panggilkan bidan Desa," ucap Mbak Sri.Dibantu yang lainnya Hanif pun dibopong menuju kamarnya."Sudah, tidak apa-apa. Hanif kalau banyak pikiran dan kurang istirahat memang seperti ini," ucap Ibu mertuanya menenangkan Tania. "Apa selama ini Mas Hanif kurang tidur, Bu?" tanya Tania lagi.Ibu mertuanya mengangguk. Ia menyaksikan sendiri anaknya yang kurang
Read more
bab 25
Kenapa nggak kunci pintu kalau mau itu," sindir Randi. Kini tatapannya menelisik ke arah Tania dan juga Hanif.Dirinya memang tidak tahu kalau mereka berdua adalah suami istri, yang ia tahu, Hanif adalah saudara jauh dari Mbak Sri."Jangan berpikir macam-macam, semua tidak seperti yang kamu pikirkan," ucap Tania lalu beranjak pergi. "Di rumah ini hanya ada kalian berdua dan tidak ada siapapun di sini, lalu apa aku tidak boleh berpikir aneh-aneh?"Tania tak menanggapi. Ia hanya berlalu dan melewati Randi begitu saja. Baginya pertanyaan Randi hanya lelucon belaka."Tan, aku mau bicara," ucap Randi sambil mengikuti langkah Tania."Bicara saja. Biasanya juga langsung bicara," jawab Tania sambil melanjutkan membuat kue."Kamu suka lelaki tadi?""Bukan urusanmu," ketus Tania. Ia memang tidak menyukai jika ada seseorang yang bertanya tentang dirinya, apalagi hatinya. Karena semua itu termasuk privasi dan tidak semua orang boleh mengetahuinya."Aku hanya ingin menjaga kamu dari lelaki yang t
Read more
bab 26
Jantung Tania berdegup keras. Ia tidak menyangka kalau Hanif akan sekecewa ini. Ia pun juga tak bermaksud membuatnya terluka."Kenapa kamu berbicara seperti itu? Secara tidak langsung, kamu telah menuduhku mempunyai lelaki lain," lirih Tania. Kini ia melangkah mendekati sang suami. Ingin sekali berkata jangan pergi tetapi lidahnya terasa sangat kelu."Aku tidak mengatakan itu. Coba cerna sekali lagi apa yang baru saja ku ucapkan," jawab Hanif tanpa menoleh sedikitpun. Hatinya benar-benar hancur saat ini."Mas, maafin aku.""Kamu tidak salah, Tania. Aku lah yang bersalah.""Tapi kenapa kamu pergi. Dengan kamu yang seperti ini malah membuatku yakin kalau aku yang bersalah."Hanif menghentikan sejenak aktivitasnya, lalu ia membalikkan badan dan menatap istrinya dengan lekat."Apa kamu mencintaiku?"Tania terhenyak, sudah tentu rasa itu masih ada, kenapa juga suaminya bertanya seperti ini, harusnya tanpa bertanya dia sudah tahu jawabannya."Tolong jawab jujur, apa kamu mencintaiku?" tanya
Read more
bab 27
"Tania, ku tekankan sekali lagi. Ini adalah permintaan dariku untuk yang terakhir kalinya. Mau kah kamu menjadi istriku lagi? Aku tak mau menjanjikan apapun selain kebahagiaan karena ku yakin kamu pun tidak akan percaya," ucap Hanif. Kini ia mengambil nafas dalam, ada suatu perasaan yang sulit ia cerna, ntah itu takut, ragu atau bahagia.Takut akan ditolak, ragu akan sebuah perasaan istrinya dan bahagia karena istrinya menahan kepergiannya."Tania, mau kah kamu menerima cintaku lagi, lalu kita bina hubungan kita dari awal dan menjadi orang tua yang utuh untuk anak-anak kita kelak?""Ada syaratnya, Mas," ucap Tania dengan ragu. Ia ragu kalau suaminya akan menolak syarat itu."Apa syaratnya?""Aku ingin kita tinggal di sini dan menghilang dari jejak Mbak Murni, aku nggak mau kalau kamu masih terbayang masa lalumu," jawab Tania."Aku setuju. Tinggal di sini rasanya juga enak dan sekali lagi ku tegaskan, tidak ada Murni dalam hubungan kita, dimana pun kita berada, walaupun Murni yang akan
Read more
bab 28
"Jangan macam-macam kamu. Dia itu istriku!" bentak Hanif tak terima. Sejujurnya ia sudah menduga kalau lelaki ini menaruh hati pada istrinya."Tenang saja, aku cuma mengutarakan isi hatiku tanpa ada niat merebut istrimu," jawab Randi. Ia memang tak ada niat merebut tetapi ia sangat sulit menahan hatinya. Kejadian kemarin saat mendengar Mbak Sri menyebut mertua Tania, ia baru sadar kalau lelaki di samping wanita itu adalah suaminya. "Lalu tujuanmu mengatakan cinta pada istriku itu apa?!" Hanif nampak sekali tak terima. Jujur saja ia cemburu walaupun melihat istrinya nampak biasa saja. Bahkan respon Tania bukan nampak senang, ia hanya menunjukkan wajah datar."Tidak ada. Aku hanya ingin Tania tahu kalau aku mencintainya.""Pulanglah, Mas. Aku sudah bersuami, percuma saja kamu mengatakan perasaanmu. Kenyataannya memang aku tak ada perasaan," lirih Tania. Ia nampak tak enak saat mengatakan itu."Baiklah. Datanglah ke hari pernikahanku nanti," ucap Randi."Kapan?" Satu bulan lagi.""Ins
Read more
bab 29
Tania menatap lama layar ponsel itu, ada perasaan iba tetapi ada juga khawatir.Mungkinkah selama ini suaminya masih sering menghubungi wanita itu?Lalu tujuan suaminya memintanya kembali untuk apa kalau mereka berdua masih sering berhubungan."Kenapa bengong?" tanya Hanif menghampiri istrinya. Bahakan Tania sendiri sampai tidak sadar ketika suaminya telah menyelesaikan mandinya."Enggak.""Kamu jangan berpikir macam-macam. Oh iya, udah kamu blokir nomor itu?" tanya Hanif.Tania menggeleng."Bukan hak ku untuk memblokir nomor seseorang di ponsel kamu, Mas. Kamu punya jari dan kalau pun kamu mau, sudah dari dulu kamu blokir nomor itu."Hanif mengangguk faham. Ia tahu istrinya tengah cemburu, karena tak mau Tania berpikir macam-macam lagi, ia pun mengambil ponselnya lalu memblokir nomor Murni."Sudah. Kamu bisa lihat," ucap Hanif sambil memperlihatkan bukti blokiran tersebut.Tania hanya menatap tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ntah kenapa moodnya mendadak hilang.Hanif pun berlutut di
Read more
bab 30
Hanif masih diam mematung dan di posisi yang sama. Ia sama sekali enggan untuk sekedar mendekat. Ia tak mau terjadi konflik antara dirinya dan juga istrinya. Kedatangannya ke sini bukan karena inginnya, tetapi karena permintaan istrinya. Kalau bukan Tania yang meminta tentu ia sudah pergi. "Hanif?" panggil ibunya Murni."Maaf, Bu. Saya tidak bisa karena saya dengan Murni sudah tidak ada hubungan apapun. Seseorang yang boleh membutuhkan saya hanya Tania dan keluarga, tidak dengan wanita lain," jawab Hanif. Bahkan kini genggaman tangannya semakin dieratkan ke tangan istrinya."Lalu untuk apa kamu ke sini kalau bukan untuk Murni?" tanya ibunya Murni dengan tatapan tajam. Sebenarnya ia sangat mengharap kalau anaknya bisa kembali dengan Hanif, karena ia tahu anaknya masih sangat mencintai lelaki itu."Bukan saya, tetapi istri saya yang ingin melihat kondisi Murni."Tania menghela nafas panjang, lalu ia berjalan mendekat ke arah Murni. Ibunya pun hanya menatap sinis ke arah Tania tanpa me
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status