All Chapters of Bakti Seorang Menantu : Chapter 101 - Chapter 110
221 Chapters
101. Was-was.
"Assalamualaikum," ucap Rahman sambil memutar handle pintu.  "Waalaikum salam." Terdengar jawaban salam dari beberapa orang dari dalam rumah. Sudah pasti keluarga Rahman sedang berkumpul di ruang tengah, karena di jam ini adalah jadwalnya mereka menonton televisi.  "Kirain gak bakal pulang," ucap Bu Samirah dengan ketus. "Apaan sih, Bu," hardik pak Manto mencoba mencegah omelan istrinya. "Apaan! Apaan! Perempuan hamil itu dilarang keluyuran sebelum magrib, pamali. Lebih baik tidak pulang dan menginap saja disana," ketusnya dengan suara yang meninggi.  Tapi anak dan menantunya itu tak pernah menggubris omelan Bu Samirah, keduanya berlalu ke kamarnya hendak membersihkan badannya yang terasa lengket. Kebetulan cuaca tadi siang begitu panas. Hingga membuat suasana di sore hari pun masih saja gerah.  "Mas, besok kita jadi USG?" tanya Mala, samb
Read more
102. Stillbirth bagian 1.
StillbirthMala melangkah dengan gamang keluar dari posyandu tempatnya tadi memeriksakan kehamilannya. Ada rasa was-was dan curiga ketika ia melihat kedua Bidan tadi saling menatap dan mengangguk. Ia yang baru saja merasakan hamil, sungguh tak begitu paham tentang semua pergerakan atau pertumbuhan janin. Di tengah teriknya mentari ia berjalan dengan lesu. Waktu telah menunjukkan pukul 10:30 wib. Tapi udara panas seakan ingin membakar ubun-ubun kepalanya. Berbagai macam pikiran berlalu lalang dalam pikirannya. Ia hanya mampu menarik nafas panjang lalu membuangnya. Bermacam doa ia rapalkan dalam hatinya demi si buah hati tercinta. Ia mengusap pelan perutnya dengan berkata lirih. " Siang ini kita akan USG. Ibu akan melihatmu, kamu sehat-sehat, ya, Dek.""Mala, kamu sudah pulang," teriak Tika, ia baru saja hendak ke posyandu. Mala mendongak mencari sumber suara yang memanggilnya. Ternyata dari seberang jalan. Tika menyebrang dengan menuntun Alia guna menghampiri Mala."Kamu kenapa?" tany
Read more
103. Stillbirth bagian B.
"Ikh, sejak kapan tidak bergerak bayinya, Bu? Ini janinnya sudah meninggal lama," ucap dokter dengan nada yang tinggi, entah dokter ikut kaget juga dengan gambar di layar monitor dihadapannya. Mala pun melihat monitor besar di tembok yang memperlihatkan gambar janinnya berwarna kemerahan tidak jelas. "Hah?!" teriak Mala, tangisnya seketika pecah, ia meraung dengan meremas besi tempat tidurnya saat mendengar pernyataan dokter. "Lihatlah, ini kepalanya juga sudah gepeng," ucap dokter lagi, tangisan Mala semakin melengking pilu membuat siapapun akan iba mendengarnya. "Kok bisa begini, Bu?" tanya dokter sambil matanya tetap melihat ke arah monitor. Rahman terpaku shock mendengar apa yang dikatakan dokter. Apalagi tangisan Mala begitu sangat pilu di pendengarannya. "Lalu harus bagaimana?" Akhirnya Rahman bertanya dengan bingung dan seperti orang linglung. Sedangkan Mala masih berbaring dan tergugu. "Ini harus dikeluarkan, Pak. Janinnya sudah meninggal, bahaya untuk ibunya kalau dibiar
Read more
104. Tangisan Mala.
Tangisan Mala."Mala, Rahman, kalian ngapain di dalam?" tanya Bu Samirah dibalik pintu. "Buka!" Bu Samirah kini menggedor dan menyuruh anaknya membuka pintu kamar."Mas, jangan dulu cerita ke Ibu dan keluarga lainnya. Sampai nanti aku masuk Rumah Sakit," ucap Mala. Yang langsung diangguki oleh suaminya lalu bangkit guna membuka pintu. "Ada apa, Bu?" tanya Rahman saat membuka pintu. "Kalian ngapain aja di kamar, gak jenuh gitu, dari tadi gak keluar-keluar?" tanya Bu Samirah sambil kepalanya melongo melihat ke dalam. Netranya menangkap Mala yang berbaring berselimut membelakangi pintu. "Kenapa, Mala? Sakit?" tanyanya pada Rahman. "Iya gak enak badan," sahutnya lalu melangkah masuk dan duduk di depan laptopnya. "Jangan berbaring terus, Mala. Bergeraklah, biar bayinya juga ikut bergerak dan sehat," ucap Bu Samirah. Bagi Mala ucapan mertuanya itu justru membuatnya getir, kala mengingat sang anak yang dikandungnya telah tak bernyawa. Lalu ia memikirkan bagaimana reaksi sang ibu mertu
Read more
105 tangisan Mala bagian B.
Suara Kokok ayam telah bersahutan. Mala terpaksa bangkit dari tidurnya. Suaminya sudah tak ada lagi di kamar. Padahal jam dinding di kamar Mala menunjukan baru pukul delapan tiga puluh menit. Ia menyibak tirai jendelanya, sinar matahari pagi langsung menyeruak masuk, membuat penglihatan Mala menjadi silau. Ia bergegas keluar dari kamar, dan suasana rumah begitu sepi. Ditambah Rahmat dan Susan sudah pulang ke rumahnya kemarin pagi. Mala celingukan mencari sosok mertuanya. Baru kali ini dia bangun siang dan tidak di omelin oleh mertuanya. Biasanya Seandainya Mala bangun sedikit terlambat saja, maka dari arah dapur akan ramai dengan suara beradu dari panci dan alat dapur lainnya.Mala menyeduh susu khusus ibu hamil. Lalu duduk di meja makan. Ada beberapa potong pisang goreng, bakwan dan buras. Tapi ia tak berselera makan apapun. Kembali ia teringat pada anak dalam kandungannya. Anak yang sangat ia harapkan, kini tak mungkin bisa ia genggam. Airmata kembali jatuh, hatinya tercabik-cabik.
Read more
106. Tangisan Mala bagian C.
Tak ada suara saat motor itu melaju. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Jarak rumah sakit dari klinik tadi, hanya butuh waktu tujuh hingga sepuluh menit saja. Mala langsung masuk IGD dibagian Gawat Maternal. Sementara Rahman mengurus berkas syarat masuk rumah sakit. Mala berbaring di blangkar yang ada di ruangan itu, satu suster mencatat data diri Mala. Yang satu memeriksa Mala. Mulai dari mnginfus dan memeriksa jalan lahir bayinya juga letak posisi janin. Butuh dua jam untuk Mala disitu. Dengan diajak ngobrol dan bercanda oleh suster yang tadi. Hingga pasien lain datang Mala pindah posisi ke kursi roda, karena blangkar tidak ada yang kosong, lagi pula kondisi Mala yang sehat dan bisa berjalan. Setengah jam kemudian, Mala di antar ke ruang tindakan di lantai atas. Rahman dengan pelan mendorong kursi roda istrinya. Setelah Mala masuk keruangan, maka Rahman pun diharuskan keluar. Ada lima tempat tidur disamping Mala. "Aku keluar, ya," pamit Rahman. Mala hanya mengangguk. T
Read more
107. Tangisan Mala II bagian A.
Tangisan Mala II."Ayo, Bu. Dibuka pahanya, ucap sang suster dengan ramah. Mala dengan sedikit malu-malu membuka pahanya. Kini ia telah menggunakan kain sarung agar memudahkan proses melahirkan nanti. Satu butir obat dimasukkan lewat jalan lahir bayi. Lalu sang suster meninggalkan Mala dan ada satu pasien lainnya yang ternyata sama juga mengalami Stillbirth. Kini Mala tidak sesedih tadi dan kemarin, ia paham bukan hanya dirinya yang mengalami hal seperti itu. Bahkan pasien di sebelahnya, kehamilannya sudah mendekati hpl tapi kenyataan pahit yang harus diterima. Manusia hanya berharap, namun Allah yang mengatur ketentuannya. Mala juga punya impian untuk calon anaknya. bahkan puluhan nama telah ia catat di sebuah buku agenda. Kata orang kalau hamil, dan wajah si ibu lebih kusam atau lebih jelek dari sebelum hamil maka anaknya laki-laki. Mala mengalami kemalasan yang akut. Bahkan ia kuat tak mandi seharian. Padahal sebelum hamil, ia tipe orang yang resik. "De, cepat keluar, Ya. Biar k
Read more
108. Duka keluarga
Duka keluarga."Dokter datang. Dokter datang," ucap seorang Bidan yang masuk ke ruang bersalin.Degh…Mala seketika gemetar, gugup dan takut. Rasa hatinya tak karuan lagi. Sudah terbayang di pikirannya. Bagaimana jika alat-alat stainles itu masuk ke rahimnya untuk menguras gumpalan darah yang tersisa. "Ini, Dok yang mau di kuret," ucap salah seorang suster dengan menunjuk ke arah Mala. Dokter pun mendekatinya. Sedangkan sang suster langsung mengolesi gel diperut Mala, untuk melakukan USG setelah melahirkan. Sang dokter menempelkan alat USG ke perut Mala dan berkata. "Udah bersih ini mah, sisa sedikit lagi. Pake obat saja, ya. Bu.""Iya, Dok," sahut Mala dengan cepat. "Lalu, apa penyebabnya bayi saya meninggal dalam kandungan?" "Saya tidak tahu, Bu. Karena saya tidak melihat langsung bayinya. Alhamdulillah, Ibu bisa lahiran normal, jadi tidak dengan saya. Kalau saya melihat bayinya saya bisa memprediksi penyebabnya," ucap dokter itu dengan lembut dan seulas senyum. Mala yang mendengar
Read more
109. POV Mala bagian A.
POV Mala.Saat aku memasuki ruang rawat, kesedihan kembali mendera. Betapa tidak. Ruangan khusus ibu bersalin dengan dua ranjang, lengkap dengan box bayi. Hatiku seperti diiris tipis, kala melihat box di samping kanan. Seandainya saja bayiku hidup, sudah pasti ia terbaring di box itu. Kenapa kamu pergi begitu cepat, Nak. Bahkan, ibumu ini tidak sempat melihatmu. Air mata kembali berderai dengan rasa sakit hati yang lebih lagi. Ini murni kesalahanku, yang tidak mendengarkan mitos dari ibu. Ini murni keteledoranku yang kalau bergerak bak orang tidak hamil. Aku baca di beberapa artikel wanita hamil itu tidak boleh menunduk dengan menungging jika mau mengambil sesuatu di lantai, tapi harus jongkok pelan-pelan. Dan tidak pernah aku indahkan. Maafkan, Ibu, Nak.Aisyah dan Emak langsung memelukku dari arah berlawanan, kami bertiga menangis tanpa suara. "Ikhlaskan, ya, Nak. Allah tahu apa yang terbaik untukmu," ucap Emak dengan lirih sambil meraih tanganku, mengusapnya lembut mungkin mencoba
Read more
110. POV Mala bagian B.
Aku membalas chat Tika dan menanyakan ada apa? Aku juga bilang telah menghapus chat grup RT tanpa membacanya.{Syukurlah, lekas sehat. Aku tunggu di rumah.}Dih, ni anak bukan menjawab malah balasnya begitu. Aku tak peduli lagi dengan isi chat itu, mungkin saja mereka membahas mitos yang mengenai aku sekarang. Tapi begitulah warga disekitarku bukan nya empati kadang malah mengolok-olok dan menyalahkan si yang kena musibah. Mas Rahman datang dan langsung mengajakku naik ke kursi roda. "Aku bisa jalan kok, Mas," ucapku sambil berdiri."Tapi kamu habis lahiran, La," ucapnya dengan khawatir. "Ndak apa-apa, aku jalan aja," kataku dengan mendahului melangkah ke arah pintu. Mas Rahman akhirnya mengekor dan mengambil langkah cepat, karena ternyata kini ia telah menggandengku. Barang bawaan kami sudah dibawa Aisyah tadi. Jadi sekarang mas Rahman hanya membawa tas gendongnya yang bisa ditebak isinya adalah berkas persyaratan aku masuk Rumah Sakit. Dengan cekatan suamiku mengetik di layar pons
Read more
PREV
1
...
910111213
...
23
DMCA.com Protection Status