All Chapters of Bakti Seorang Menantu : Chapter 81 - Chapter 90
221 Chapters
81. Kecewa.
Kecewa.Aku masuk dengan bergegas, tanpa sadar aku menjinjing dasterku. Kudengar gelak tawa Helen dari dalam. Oh...rupanya minta di garuk beneran sama ibu hamil, wanita itu. Aku yang sudah dikuasai oleh amarah, melangkah bak Rahwana saja. Dan ternyata suara tadi terdengar dari arah kamar Ria yang kini dihuni Bang Rahmat. Syukurlah. Aku merasa lega, setidaknya dia tertawa bukan dengan suamiku. Tapi ternyata, saat aku sampai di dapur, tak kutemukan suamiku. Gegas ku tengok keluar tak ada juga, kamar mandi kosong, begitu pun kamar kami. Aku tertegun sejenak. Kemana gerangan mas Rahman? "Sini aku yang bawa berkasnya, Bang," ucap Helen. Akh, jangan-jangan suami ada di kamar Bang Rahmat. Benar saja, ku lihat dia sedang menggendong kakaknya menuju mobil Helen. Punya rencana apa lagi, Sunda*l itu. Tak akan ku biarkan kau mendekati suamiku. Meski aku kalah dalam hal penampilan, setidaknya aku lebih beradab jadi manusia. Tak pernah ingin merusak apapun milik orang lain. Lain hal dengan wani
Read more
82. POV Helen.
POV Helen.Yes, akhirnya. Aku bisa mengangkut Rahman dengan Bu Samirah, meski hanya untuk ke Rumah Sakit. Setidaknya aku lebih berguna dari si dekil itu. Untung tadi aku melihat status mbak Susan yang sedang galau karena piketnya belum berakhir, sedangkan suaminya harus kontrol. Meski sesungguhnya ini hal yang tak guna, setidaknya aku ada andil tenaga di keluarga Rahman, dan selamanya mereka akan berhutang budi padaku. "Mobilmu wangi sekali, Len," ucap ibunya Rahman yang duduk belakangku. "Sama aja kali, Bu, dengan mobil lain," sahutku dengan fokus menyetir. Jarak rumah sakit tidak begitu jauh dari rumah Rahman. Karena kami kebetulan tinggal di kampung yang bukan pelosok banget. Hanya masuk ke dalam sedikit. Aku sungguh bahagia, kini lelaki pujaanku siang malam itu, tengah duduk di sampingku. Yah, disampingku. "Ku harap, suatu saat, kamu yang membawa mobil ini. Dan aku duduk disitu," ucapku dalam hati. Sungguh tak bisa kuhindari rasa bahagia ini."Kamu hebat sekali, Len. Punya mobi
Read more
83. Pov Rahman.
Pov Rahman. "Assalamualaikum." Terdengar ucap salam dari arah pintu depan. Aku yang sedang menikmati secangkir kopi buatan Mala sebelum dia pergi tadi, terpaksa harus bangun dan melihat siapa tamu yang datang sepagi ini. Saat aku membuka pintu, ternyata Helen. Dia tersenyum dan menyapaku."Hai, Man. Apa kabar?" tanyanya sambil menyodorkan tangannya, aku pura-pura tidak melihat tangannya yang menggantung dan Helen menariknya kembali dengan wajah kecewa."Baik. Ada apa, Len?" tanyaku dengan nada cuek. "Aku disuruh Mbak Susan menjemput bang Rahmat. dia ada jadwal terapi hari ini, dan Mbak Susan nggak bisa nganter, jadwal piketnya belum selesai," ucapnya dengan terus memandangku dengan tajam. Jujur saja, aku sedikit gugup bertemu dengan Helen berduaan begini. Apalagi saat Mala tidak ada, kalau tiba-tiba saja Istriku datang, sudah pastilah dia akan mencurigaiku yang nggak-nggak."Ya udah, masuk." "Eh, Man," panggilnya lagi saat aku telah membalikan badan dan berniat masuk."Kenapa?" uc
Read more
84. Pov Rahman bagian B.
"Man, mau ke mana?" kulihat ibu tergopoh datang dengan soulmate-nya Bu Usman. Dan ternyata ibu pun akan ikut karena diajak Helen. Wajah Mala semakin masam dan semakin ngambek saja. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, selain meminta maaf dan minta izin. Meskipun Mala tidak mengizinkannya, tapi akhirnya aku masuk ke mobil Helen dan duduk di depan, karena di belakang ada bang Rahmat dan ibu.Aku terus memikirkan Mala. Banyak ucapan-ucapan Helen yang mencoba mengembalikan kembali kenangan kami dulu. Tapi sungguh, tidak ada sedikitpun terlintas dalam benakku untuk merajut kembali kasih yang telah usai dengannya. Biarlah cintaku pada Helen yang memang masih ada hingga saat ini, kupendam sendirian. Karena tidak begitu besar dari rasa cintaku kepada Mala. Helen hanyalah masa laluku, sedangkan Mala adalah masa depanku. Aku tidak begitu ambil pusing dengan obrolan ibu dan Helen.Sesampainya di Rumah Sakit, dia pun terus saja berbasa-basi. Tapi aku tetap menanggapinya dengan cuek. Aku malas menangga
Read more
85. Pelajaran pertama untuk Helen bagian A
Pelajaran pertama untuk Helen.Setelah melempar kerikil ke arah mobil Helen yang melaju kencang, tangisku pun pecah. Sakit sekali. Aku memukul-mukul dadaku dan berbalik berniat masuk kedalam rumah. "Mala! Ada apa?" tanya Tika, yang datang tiba-tiba entah dari arah mana. Dia membalikan tubuhku lalu mendekapnya. Aku menangis sesenggukan dipelukan Tika."Ayo, Masuk. Gak enak nanti dilihat orang," ajaknya. Tika memapahku dan mencoba menenangkan aku. Kuhenyakan bokong di kursi ruang tamu. Tika tak berkata sepatah katapun. Ia hanya mengelus punggungku yang masih terisak. Entah berapa lama aku menangis dan Tika masih setia menemaniku. Kebetulan pagi ini, aku sendirian di rumah. Bapak sudah pergi bekerja, mbak Susan belum pulang dan Wulan sekolah."Anakmu nggak di ajak?" tanyaku disela isakan sambil coba mengusap pipi dan mata oleh ujung dasterku, tapi tangisanku belum bisa reda. Airmata ini seakan berlomba untuk keluar membuat penglihatanku buram. "Aku kesini mau nganterin ini," ucapnya s
Read more
86. Pelajaran pertama untuk Helen bagian B.
"Hah? "Tap—.""Tapi, saya hanya mau beli rumahnya saja, Bu! Gimana?" ucapku tergagap. Karena perabotan di rumah ini masih pada bagus dan aestetik. Seperti yang kubayangkan versi rumah DIY impianku."Kenapa?" tanyanya heran. "Uangnya takut gak cukup," cicitku dengan mata sayup. Membuat Bu Novi seketika tertawa. "Kalau 125 plus perabot, Dek Mala, mau?" tanyanya dengan senyum simpul. "Hah!" "Kok kagetan begitu?" ucapnya sambil terkekeh. "Serius, Bu? 125 sama perabotnya lengkap?" tanyaku menyakinkan. Beliau mengangguk dengan pasti. Rasanya aku ingin salto dan pargoy saja. Rumah dengan tampilan yang aku inginkan, perabot lengkap dan tinggal pindah sajaYa...Tuhaaaaaan, terima kasih. Aku berteriak riang dalam hatiku. "Nanti sore saya ke rumah, Ibu, lagi sama suami ya, Bu!" ucapku bahagia. "Saya tunggu!" sahutnya. Kami pun pulang ke rumah masing-masing, tak lupa aku pamit pada Tika, ku ucapkan terima kasih dan kuselipkan dua puluh ribu pada anaknya Tika. Meski Tika menolak. Aku tetap
Read more
87. Panik bagian A
Panik.Mala bergegas pergi ke kamarnya setelah mengoleskan sambal di wajahnya Helen. Ia bingung bagaimana mencuci tangannya yang belepotan oleh sambal. Untung saja di kamarnya tersedia tisu basah, dia dengan segera mengelapnya, lalu berbaring di ranjang seolah-olah sedang rebahan. Sedangkan teriakan Helen makin histeris dan ada suara ribut juga dari arah dapur. Ia meyakini itu adalah suara ibu mertuanya. Tapi ia tak peduli, ia meraih ponselnya lalu memainkannya. Tapi kupingnya ia tajamkan agar keributan di dapur bisa terdengar dengan jelas."Ada apa?" tanya bu Samirah kaget dan bingung saat melihat Helen. "Mala mengoleskan sambal ke mataku, Bu!" adunya dengan wajah yang tidak karuan, akibat digosok dengan air. Eyelinernya belepotan mengakibatkan cemong, bulu matanya rontok sebagian. Baju depannya basah terkena tetesan air. "Mana Mala? Dia tidak di sini?" ucap bu Samirah sambil celingukkan mencari menantunya. Sedangkan Helen terus mengusap-ngusap mukanya dengan air."Dia lari setelah
Read more
88. Panik bagian B.
"Ada apa ini rame sekali sih dari tadi?" ucapnya, sambil menggosok kepalanya dengan handuk. Untung saja Rahman telah berpakaian di dalam kamar mandi, jadi ketika dia keluar sudah rapi.Memang kebiasaan di rumah Bu Samirah seperti itu, siapapun yang mandi pasti saat keluar harus sudah berpakaian rapi.Alasannya, karena anak-anak Bu Samirah sudah dewasa. Tidak pantas kalau keluar kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk. Belum lagi kalau tiba-tiba ada tamu atau tukang gas yang suka masuk dapur. Kebiasaan itu sudah berjalan lama, sejak Rahmat dan Eni remaja. "Istri kamu tu, Man. tiba-tiba saja mengolesi wajahku dengan sambal. kurang ajar sekali, kalau saja bukan wanita hamil, sudah kuhajar dia," ucap Helen berapi-api. Dia berharap, Rahman akan membelanya. Karena dulu, Rahman tidak pernah membiarkan siapapun menyakiti dirinya, bahkan ketika mereka jalan dan ada seekor nyamuk yang menggigit Helen, pasti nyamuk itu akan diuber oleh Rahman, sampai nyamuk itu mati ditelapak tangannya. Ra
Read more
89. Drama istri sah.
Drama istri sah."Eh, mobilku ada, Man," tawar Helen. "Mala gak akan mau?" "Kenapa?" "Nggak, aku mau ke pak RT aja," ucap Rahman sambil melangkah ke pintu. "Ini darurat, Man. Bagaimana kalau ada apa-apa sama istrimu," ucap Helen, yang sontak membuat langkah Rahman terhenti. Ia berdiri sejenak memandang ke arah istrinya yang terbaring di kasur dan Helen yang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri. Gamang? tentu saja. Rahman tak ingin membuat kecewa istrinya untuk kedua kali. Kalau membawa kakaknya saja, Mala marah, apalagi kalau sekarang malah Mala yang dibawa oleh mobil Helen. "Nggak, nggak!" tolak Rahman sambil berbalik hendak keluar. Saat itu juga pas dengan Susan berdiri di ambang pintu kamar Rahman. "Assalamualaikum, ucapnya. Ia mengerutkan dahinya saat melihat keluarganya berkumpul di kamar adik iparnya. "Ada apa ini?" tanya Susan, dengan hati berdebar, karena ia mempunyai suami yang sedang sakit. Meski bagaimanapun sikapnya pada Rahmat, tapi jika terjadi sesuatu pada su
Read more
90. Pov Mala.
POV Mala. Ternyata menyenangkan sekali bermain drama kayak di sinetron. Hahaha. Tadi kalau aku tidak pura-pura pingsan, maka perihal sambal itu sudah pasti belum selesai hingga saat ini, aku yakin si pirang tidak akan menyerah untuk membuatku mengaku. Iya kali aku akan mengakuinya. Tidaklah, Bestie. Jika dia berniat mempermainkan kewarasanku, maka aku akan membuat dia gila sekalian. Dia pikir karena aku hanya ibu rumah tangga dan berpenampilan kusam, aku akan diam saja. Tidak begitu konsep nya. Aku sudah bilang, bahwa aku akan diam seribu bahasa, jika yang bersuara itu mertuaku, ibu suri rumah ini, tapi jika yang lainnya akan aku lawan hingga titik darah penghabisan. Tapi setidaknya saat aku pingsan tadi, aku tau, bahwa ibu yang selama ini bawel dan terkesan otoriter dalam memerintah penghuni rumah ini, setidaknya ia juga mengkhawatirkan aku. Eh, entah aku atau cucu nya yang ada di perutku yang sesungguhnya ia khawatirkan. Tapi itu pun sudah cukup membuatku senang. Meski setiap ome
Read more
PREV
1
...
7891011
...
23
DMCA.com Protection Status