All Chapters of Ketika Istri Tua Suamiku Hamil: Chapter 61 - Chapter 70
86 Chapters
Part61
"Mbak. Delima mau jujur sama Mbak. Sekali pun, Delima belum pernah tidur dengan Mas Raka." Aku berucap tegas. Mbak Silvi tampak terkejut."Jangan bohong, Delima. Mbak nggak akan marah atau merasa cemburu lagi sama kamu. Saat Mbak nyuruh Mas Raka untuk tidur di kamar kamu, Mbak ikhlas. Karena itu hak kalian sebagai suami istri. Dan kamu lihat sendiri, setiap malam Mas Raka tidur di kamar kamu.""Enggak, Mbak. Mas Raka tidur di ruang tamu.""Di ruang tamu?" Mbak Silvi menatapku tak percaya. "Kenapa?"Ingin sekali rasanya aku menceritakan tentang kejadian waktu itu. Namun aku tak mau Mbak Silvi semakin sedih dan frustasi karena sudah jauh-jauh hari aku mengetahui rencana jahatnya waktu itu. Juga tentang pengakuan Mas Raka bahwa dia sudah jatuh cinta padaku."Delima nggak sanggup menghianati Mbak Silvi." Hanya itu yang bisa kujawab atas keraguannya."Tidak, Delima. Kamu pasti bohong hanya untuk menyenangkan hati Mbak aja, kan? Nggak mungkin kalian tidur terpisah. Dan nggak mungkin Mas Rak
Read more
Part62
Tapi begitu usulan itu diucapkan Mama, Mbak Silvi menolak. Tak ingin berpisah dari Mas Raka, meski hanya sementara. Akhirnya Mama mengalah, asal ada yang menemani Mbak Silvi.Aku juga menceritakan tentang ketakutan Mbak Silvi yang tidak masuk akal tadi. Itu mungkin hanya halusinasinya saja. Mana mungkin wanita bernama Indah itu tega membunuh suaminya sendiri, apa lagi sampai membuat Mbak Silvi keguguran."Apa mungkin sekarang Mbak Silvi mengalami gangguan mental ya, Mas?" tanyaku pada Mas Deni, saat mobil sedang melaju."Ya, mungkin aja. Sejak awal menyuruh suaminya untuk menikah lagi pun, Mas pikir bukan hal yang wajar.""Iya, benar. Seperti terburu-buru dan memaksakan. Aneh ya, Mas?""Lebih aneh lagi yang nerima lamaran. Mau aja dijadiin istri kedua," sindirnya."Dih, Mas Deni. Kan waktu itu Delima nggak punya pilihan.""Makanya kalau butuh uang bilang sama Mas. Mas kalau nolong nggak minta pamrih.""Kita kan belum kenal, Mas.""Oh, iya juga ya.""Ish. Mas Deni. Delima lagi serius j
Read more
Part63
Aku membaringkan diri di kamar. Usai mengantarku, Mas Deni langsung pulang. Aku pun belum jadi mengatakan bahwasanya aku masih gadis, seperti wanita yang belum menikah. Lain kali saja kutanyakan pada Bik Inah bagaimana cara memulainya.Baru saja mataku akan terlelap, ponselku berdering lagi. Padahal baru selesai ngobrol dengan Mas Deni. Apa mungkin dia ingin menyambung obrolan tadi? Aku meraih ponsel di atas nakas. Lalu menatap nama siapa yang ada di sana.Mas Raka? Malam-malam begini? Mau apa dia? Kalau terjadi apa-apa pada Mbak Silvi, bukankah sudah ada Mama di sana. Karena penasaran aku pun menjawab panggilannya."Dek?" Mas Raka cepat menyapa saat aku menggeser layar menerima panggilan."I-iya, Mas. Ada apa?" Terus terang aku masih gugup jika berbicara dengannya."Kamu belum tidur?""Ini baru mau tidur, Mas.""Ini sudah hampir tengah malam, Dek. Kenapa hape kamu dari tadi online terus?"Eh, rupanya Mas Raka juga memperhatikan profil akun whatsappku. "Oh, iya, Mas. Delima habis nel
Read more
Part64
"Soal Mbak Indah. Mas Raka... apa selama ini masih menjalin hubungan sama dia?""Ngawur! Pasti Mbakmu cerita yang macem-macem, kan. Dia selalu saja nuduh Mas seperti itu. Pulang telat dikit, dibilang selingkuh. Mas mau carikan pembantu, dia bilang hanya alasan Mas biar bisa masukin perempuan lain ke dalam rumah. Setiap Mas ngerjain pekerjaan rumah sendiri, dia bilang Mas udah nggak nganggap dia lagi. Serba salah, Dek. Mas capek." Dia terdengar sedang menghela napas.Benarkah yang Mas Raka katakan itu? Atau ini hanya alasannya saja? Kalau memang semua yang dia katakan benar, berarti Mbak Silvi benar-benar butuh bantuan. "Mas Raka yang sabar, ya. Mas Raka juga harus ngertiin Mbak Silvi. Dia hanya merasa tertekan, Mas. Kasihan juga Mbak Silvi.""Lalu kamu nggak merasa kasihan sama, Mas?""Mas. Ikhlasin semuanya, ya? Pasti ada hikmah di balik semua ini. Delima yakin, Mbak Silvi akan segera pulih, dan bisa kembali seperti sedia kala. Mas Raka yang sabar ya.""Nyaman banget bicara sama kam
Read more
Part65
Tiba-tiba saja jantungku kembali berdegup tak beraturan. Rasa panas menjalar di sekitar wajahku. Mungkin warnanya kini sudah memerah. Aku mengulum senyum mendengar bisikan dari Mas Deni."Emang Mas Deni mau ngapain?" "Maunya gimana?""Dih, nanyak. Delima mana tau.""Beneran kamu nggak takut sama Mas?""Enggak.""Tapi di rumah cuman ada kita berdua lho.""Biarin.""Hem. Nantangin, ya?" Dia mencubit kecil ujung telingaku."Dih. Siapa yang nantangin? Delima cuman percaya aja sama Mas Deni. Makanya Delima nggak takut.""Terus, kenapa takut sama Raka?""Anu, itu, Delima....""Kamu kenapa? Bukannya waktu itu Raka masih jadi suami kamu? Kanapa takut? Memangnya apa yang dilakukan Raka? Apa dia pernah bersikap kasar, atau bahkan memukul kamu?" Aku menggeleng pelan."Terus? Kenapa sampai nggak mau tinggal berdua sama Raka?""Karena... waktu itu Mas Raka meminta haknya sebagai suami sama Delima." Aku meremas jemariku sembari melirik wajah Mas Deni. Wajahnya tampak kecewa. Dia pasti merasa cemb
Read more
Part66
Ternyata kehamilannya itu yang membuat dia lemah selama ini. Dia tersenyum menyambut kedatanganku. "Mbak udah sehat?" tanyaku, turut merasakan kebahagiaan."Iya, Delima. Mbak pulih lebih cepat.""Nah, gitu dong. Kalau begini kan, Delima dan Mama bisa jadi lebih tenang. Iya kan, Ma?" Aku tersenyum pada Mama. Mama mengangguk."Kalian habis dari mana?" tanya Mama."Dari rumah, Bulek," sahut Mas Deni. "Sengaja mau nemuin Bulek di sini.""Kayak Bulek nggak pulang-pulang aja," seloroh Mama. "Memangnya ada perlu apa kamu sama Bulek?""Begini, Bulek. Deni mau minta sesuatu sama Bulek.""Minta apa, Den?""Deni mau melamar Delima, Bulek. Jadi, Deni minta, Bulek jangan jodohin Delima sama orang lain. Deni dan Delima saling mencintai. Iya kan, Sayang?" Mas Deni seperti anak kecil, memintaku untuk membenarkan ucapannya di hadapan Mama.Aku dan Mama saling menoleh dan tertawa kecil. Membiarkan Mas Deni sibuk dengan ketakutannya sendiri. Kurasa Mas Deni juga tidak menyadari tentang hal itu. Padahal
Read more
Part67
Bue? Sidik? Kenapa mereka bisa bersama Mas Raka tanpa sepengetahuanku. Bukankah selama ini apa pun yang mereka lakukan selalu meminta persetujuan dariku? Aku segera melangkahkan kaki ingin menyapa dan memeluk Bue. Namun baru selangkah kakiku bergerak, Mbak Silvi langsung menyusul dan mempercepat langkahnya."Ibuk." Dia langsung memeluk Bue sambil menangis. Entah apa yang sedang dia rencanakan. Mas Raka berjalan mendekati kami. Membiarkan istrinya menyambut hangat kedatangan Ibuku. "Kamu di sini, Dek? Mas baru mau ngabari kamu," ucapnya tanpa menoleh pada Mas Deni."Kenapa Bue sama Sidik bisa ke sini, Mas?" tanyaku heran."Mas yang jemput.""Kenapa Mas melakukan itu tanpa bilang sama Delima?""Memangnya kenapa, Dek? Apa kamu nggak senang ketemu Bue sama adik kamu?""Bukan begitu, Mas. Tapi kan kondisi kesehatan Bue bisa buruk kalau melakukan perjalanan sejauh ini. Lagi pula, Bue harus pelan-pelan dikasi tau tentang masalah kita, Mas.""Ini permintaan Mbakmu, Dek. Katanya dia butuh Bu
Read more
Part68
"Dengar ya, Delima. Seharusnya kamu itu berterima kasih sama Mbak. Tinggal tidur sama Mas Raka aja apa susahnya. Mbak jamin hidup kamu dan keluarga kamu bakal enak.""Mbak sudah tidak waras. Sebaiknya Mbak pergi ke psikiater. Biar Mas Raka balik mencintai wanita normal seperti dulu." Aku pergi meninggalkannya dengan kesal.Kulihat suasana tegang masih terasa meski kini mereka sedang duduk dan berkumpul. Aku bergegas mendekati Bue dan menarik tangannya."Bue, kita langsung ke rumah Mama aja, ya. Boleh kan, Ma?" Aku menatap Mama."Iya, Delima. Mama juga mau pulang." Mama ikut bangkit dan berdiri."Lho, kenapa, Dek? Bue kan baru aja sampai. Masih capek. Lagian kenapa harus ke rumah Mama?" Mas Raka ikut menimpali."Iya, Nduk. Wong Bue mau nginep di rumah kamu kok." Bue ikut heran."Delima nggak tinggal di sini lagi, Bue. Delima....""Delima selingkuh dari Mas Raka, Buk." Mbak Silvi tiba-tiba muncul.Mataku membelalak kaget. Bue kemudian menatap wajahku. "Ibuk nggak tau kan kelakuan anak
Read more
Part69
"Menikah, Ma? Secepat ini?" Aku terkejut mendengar usulan Mama. "Iya, Delima. Biar kamu ada yang melindungi juga. Raka itu orangnya jarang-jarang jatuh cinta. Tapi kalau sudah seperti itu, apa pun akan dia lakukan. Bahkan demi Silvi dia rela membatalkan pertunangannya.""Jadi, maksud Mama, Mas Raka masih akan berusaha untuk kembali sama Delima?""Kita mana tau. Apa lagi kamu bilang dia akan menceraikan Silvi. Itu berarti kesalahan Silvi sudah fatal. Mama kenal betul sifat Raka.""Tapi, Ma?""Besok kita bicarakan masalah ini lagi, Delima."*Siang ini Mas Deni datang ke rumah Mama. Kalau biasanya dia hanya berbusana santai, kali ini dia tampak rapi sekali. Rambut lurusnya pun diberi gel agar tertata rapi. Tidak dibiarkan terurai begitu saja. Wangi parfum juga menyeruak seperti hendak bepergian.Aku menarik senyum di sudut bibir. Semakin kagum pada dirinya. Kami berkumpul di ruang keluarga saling berhadap-hadapan. Mas Deni duduk dengan begitu berwibawa di samping Mama."Apa ini tidak t
Read more
Part70
Sudah beberapa hari setelah kepulangan Bue. Akhirnya Bue setuju aku tetap tinggal di sini. Bue nantinya akan bicara pelan-pelan pada beberapa kerabat di sana. Jujur, keluarga Almarhum Bapak pun tak begitu dekat dengan keluarga kami. Selalu bersikap tak acuh atas kesusahan yang kami alami. Jangankan membantu sekolah Sidik, saat Bue sakit pun mereka tak begitu peduli.Hal inilah yang membuatku tak punya pilihan selain menerima tawaran Mbak Silvi waktu itu. Sedang Mbak Silvilah satu-satunya jalan agar Bue bisa dioperasi dan bisa sehat sampai detik ini.Syukurlah Mama dan Mas Deni tidak marah padaku soal keputusan Bue. Dan pada akhirnya aku tetap harus menjalani kehidupan seperti biasanya lagi sampai sidang perceraianku selesai.Hari ini Mama pergi mengunjungi Lara ke rumah besannya. Sementara, Mas Deni pergi ke beberapa toko untuk memeriksa laporan. Bik Inah sepertinya sedang menyetrika pakaian.Dari pada suntuk tidak ada kegiatan, aku lebih memilih mencabuti rumput di halaman. Selang b
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status