Semua Bab KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU: Bab 11 - Bab 20
98 Bab
Bab 11
Bab 11Putus asa"Saya terima nikah dan kawinnya Nanda binti Jono Sutejo, dengan mas kawin tersebut dibayar, Tunai." Mampu aku ikrarkan dengan satu tarikan nafas."Sah," sahut saksi nikah, yang berada di hadapan kami.Tepat tanggal 6 Mei 2020, aku menikahi gadis pujaan ku. Aku harus bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi.Gadis yang sudah aku pacari selama kurang lebih setahun itu, mengandung benih yang kutanam. Ada rasa ragu aku menikahi nya. Karena pengakuan pacarnya yang terdahulu, dia juga pernah melakukan hal terlarang itu.Namun berbeda dengan ucapan Nanda. Dia berani bersumpah atas nama Tuhan, di hadapanku. Ada keraguan dalam hati. Hingga setelah menikah, sikapku berubah dengannya.Aku tak lagi perhatian, dan sering kali marah padanya tanpa sebab.Ada rasa sesal, namun aku tak tega meninggalkannya dalam kondisi mengandung.Ibuku, salah satu orang yang kecewa dengan ku. Hingga akhirnya dia melimpahkan semua amarahnya pada Nanda.Mungkin ini tak adil untuknya.Namun aku
Baca selengkapnya
Bab 12
Bab 12Tangis EmakKetika Mbak Ari pergi ke warung, Emak yang sedang duduk di dapur, memanggilku."Nan ….""Iya, Mak!" Aku segera menghampiri Emak di dapur."Kamu seharusnya tadi gak bicara seperti itu sama kakak iparmu! Gak sopan!" Emak sembari mengupas mangga."Mak, aku memang hamil di luar nikah. Aku sudah menyesali semuanya. Tapi gak usaha bicara begitu juga!" Bibirku seketika manyun bak anak kecil merengek, meminta uang jajan."Menyesal? Kalau menyesal bicaramu tidak seperti itu!" Emak masih sibuk dengan kegiatannya."Lantas? Bicara yang bagaimana, Mak?" Aku sedikit menaikan nada bicaraku satu oktaf.Emak memandangku sejenak, lalu kembali mengupas mangga yang ada di tangannya."Nikah itu, bukan cuma kamu sama Wawan sudah sah. Selesai urusannya. Yang penting itu setelah nikah, kamu bisa beriringan dengan Wawan. Siapa Wawan? Wawan ya … orangtuanya … ya saudaranya. Begitu juga kamu … kamu tiga bersaudara, semuanya sudah berkeluarga, gak cuma Mas mu yang kamu hormati, istrinya juga
Baca selengkapnya
Bab 13
Bab 13Ancaman wawanMas Wawan menelpon dari Semarang.Aku sampaikan salam padanya, tak ia jawab. Tetapi malah dia berkata sedikit kasar kepadaku."Kamu itu dari mana saja? Kenapa pesan dariku tidak dibalas?" Mas Wawan bicara dengan nada tinggi."Biasa, Mas. Beberes rumah, memang kenapa? Aku juga gak kemana-mana seharian ini!""Segera kamu baca kalau aku mengirim pesan padamu!""Iya, Mas. Nanti aku baca!"Mas Wawan segera menutup telepon, tanpa mendengar terlebih dahulu, aku yang masih berbicara.Mas Wawan sebenarnya dia orangnya baik dan juga tanggung jawab. Terbukti dia langsung menikahi ku, ketika tahu aku hamil, meskipun sedikit ada paksaan juga dariku.Namun terkadang emosinya meluap-luap tanpa sebab. Hanya masalah sepele bisa menjadi masalah yang besar.Dan menurutku masalah yang besar, dianggapnya sepele.Seperti halnya kemarin-kemarin, waktu aku berdebat dengan ibunya. Dia tak membela ku, dan dia bilang itu bukan apa-apa menurut dia. Jadi dia tak perlu ikut campur.***"Nanda,
Baca selengkapnya
Bab 14
BAB 14Kedatangan AdiSudah satu Minggu aku berada di rumah Emak. Setelah kejadian drama tempo hari, Mas Wawan sudah mulai mencair hatinya. Dia sudah seperti biasa, aku sebagai istrinya, sampai sekarang masih saja belum mengerti jalan pikirannya.Seringkali Mas Wawan marah tanpa sebab, apa karena kurang jatah? Hingga membuatnya hareudang …hareudang … panas … panas.OPS … malah nyanyi.Sehabis mandi. Hawa akan tertidur sesuai jadwalnya. Aku segera menyapu kemudian dilanjutkan mengepel.Setelah selesai, aku kembalikan alat pel dan juga ember ke tempatnya.Aku berniat mengambil handuk di jemuran, samping rumah. Terkejut melihat kedatangan Adi mengendarai motornya memasuki pekarangan rumah. Adi adalah adik kandung Mas Wawan. Aku berdiri mematung sambil melilitkan handuk di leher."Ngapain kamu kesini, Di?" "Baru juga nyampe, Mbak. Udah ditanya, suruh masuk dulu Napa?" Adi melepaskan jaket dan juga helm nya. Dan meletakkannya di atas motor."Iya, ayo masuk!"Adi langsung masuk ke dalam
Baca selengkapnya
Bab 15
BAB 15Pulang ke wonogiri"Sampaikan pada kakakmu, aku akan kembali pulang esok hari!" Aku sambil berjalan maju mundur menggendong Hawa."Mbak, ayolah ... pulang sekarang. Diantara kalian harus ada yang mengalah, tidak bisa seperti ini!""Haruskah aku yang mengalah?!" "Siapa lagi? Kamu sendiri tahu sifat Mas Wawan. Semua keputusan jika sudah diambilnya, tak ada yang bisa merubahnya."Aku tak bergeming. Rasa kecewa sudah menyelimuti seluruh hatiku.Nafasku naik turun, menahan sesak di dada.Emak yang sedari tadi menemaniku di teras, kini sudah tidak ada lagi.Dia sudah masuk ke dalam rumah dan mulai membantu ku berkemas.Memasukan satu persatu pakaian Hawa, ke dalam tas yang dulu aku pakai.Aku tak bereaksi apapun, aku hanya melihatnya dari kejauhan.Aku membuang nafas pelan. Menata hati, juga menata pikiran. Aku menghampiri Emak yang duduk di pinggir kasur. Aku lepaskan Hawa dari gendongan dan aku tidurkan dia di kasur.Sesekali dia tersenyum sendiri. Entah sedang memimpikan apa?"M
Baca selengkapnya
Bab 16
BAB 16Malas satu atap denganmuJam menunjukan angka lima kurang lima belas menit. Masih sedikit gelap, karena semalam turun hujan cukuplah lebat. Aku memandang genteng kaca, yang terpasang tepat di atas kasur yang aku tiduri.Ingin rasanya bangun tidur di rumah sendiri. Tanpa di kejar-kejar pekerjaan rumah yang menumpuk.Tanpa harus bangun lebih awal, untuk sekedar mengisi air.Mas Wawan masih berada di Semarang, belum ada kabar dia akan segera pulang. Rencana awal sekitar tiga mingguan di sana. Tapi entah apakah ada perubahan atau tidak?Rindu ini sudah menyelimuti relung hati, namun tidak hanya rindu. Tetapi rasa malas tinggal disini tanpa nya.Aku masih belum beranjak dari kasur. Masih menatap langit-langit kamar. Berharap hari ini ada keajaiban.Lamunanku buyar ketika terdengar suara tutup panci jatuh.Ah … paling dia bermaksud menyuruh ku segera bangun.Aku melihat jarum jam menunjukkan jam lima tepat.Dengan melawan rasa malas aku segera beranjak dari tempat tidur. Membuka pint
Baca selengkapnya
Bab 17
Bab 17Buah tangan"Mas …." Aku menghampiri ibu dan juga Mas Wawan yang sedang duduk di depan televisi."Apa … mau ngadu sama Wawan?" sahut ibu yang sedang duduk tak jauh dari Mas Wawan."Mau di siapkan makan sekalian atau mandi dulu pakai air hangat?" Aku menatap Mas Wawan, dan tak aku hiraukan ucapan ibu."Iya aku mandi dulu, abis itu makan!"Aku langsung pergi meninggalkan mereka yang tengah berbincang. Aku sudah tak membahas itu lagi dengan Mas Wawan. Jawaban yang sama seperti biasa, dari pada wajahku semakin keriput dibuatnya, mending tak aku hiraukan.Setelah mandi dan juga makan, Mas Wawan segera istirahat. Mungkin dia sangat lelah, hingga tertidur di depan televisi.Aku segera membereskan pakaian kotor yang dibawa olehnya.Tak lupa membuka kardus yang berisi beberapa makanan. Aku bagikan kepada tetangga terdekat, karena mereka tahu Mas Wawan pergi ke Semarang.Namun waktu aku hendak pulang, dari kejauhan nampak ibu berbicara dengan dua orang laki-laki. Mereka berpakaian rapi,
Baca selengkapnya
Bab 18
Bab 18Setoran Bank"Siapa, Mas?" Aku bertanya pada Mas Wawan yang tengah berbicara di telepon.Dia tak menjawabnya, mungkin penting hingga dia seperti meminta waktu. Aku yang dibuatnya penasaran, masih saja berdiri di ambang pintu. Ikut mendengarkan Mas Wawan berbicara.Mas Wawan menutup telepon, dan menarik napas dalam, lalu membuangnya."Apa?" Aku berbisik pelan hingga hampir tak terdengar.Mas Wawan keluar kamar, tanpa menjawab pertanyaanku."Aku lagi gak ada duit, Bu!"Aku lega mendengar ucapan Mas Wawan. Bukannya pelit ataupun perhitungan dengan orang tua. Namun keadaan tidak memungkinkan, kami yang harus keluar uang seminggu sekali untuk membeli susu Hawa. Belum juga beras dan kebutuhan lain.Gaji Mas Wawan yang tidak seberapa, masih dipotong cicilan motor dan juga cicilan koperasi.Kadang dengan terpaksa kami harus menjual emas yang aku miliki, dari cincin hingga kalung.Miris ….Ya sangat miris, aku pikir dulu, jika sudah menikah akan lebih mudah. Tidak bekerja dan tidak per
Baca selengkapnya
Bab 19
Bab 19Teguran NandaPartini adalah nama ibu mertuaku. Namun jarang sekali aku menyebut dengan menambahkan namanya. Hanya memanggil dengan sebutan, Bu kalau tidak Nenek.Aku langsung menyeka air mata yang menetes di pipi.Aku segera keluar, dan melihat siapa yang datang?"Ada apa, Bu?" Tiba-tiba ibu keluar dari rumah.Aku yang masih diambang pintu, terheran-heran melihat kedatangan ibu yang tiba-tiba muncul dari belakang."Gak ada apa-apa!" Netra Bude Sumi dan juga Ibu saling bertemu. Ada isyarat yang diperlihatkan, aku tak begitu memperhatikan. Namun setelah itu, Ibu mertua ku mengajak Bude Sumi berbincang di kursi depan.Bude Sumi, adalah teman Ibu. Dia selalu pergi bersama kemana pun. Padahal anak menantunya juga ada, tapi setiap ada acara apapun, dia pasti mengajak Bude Sumi. Misalnya akan menghadiri acara hajatan, mereka pasti pergi berdua. Padahal aku sendiri juga akan menghadiri acara tersebut. Bukan kah hal seperti itu terlihat sepele? Namun alangkah baiknya jika dia mengajakk
Baca selengkapnya
Bab 20
BAB 20Memulai usaha"Aku sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan Ibumu padaku!" Aku terisak hingga membangunkan Hawa.Hawa menangis, dia rewel. Mungkin dia merasakan perih yang sama dengan Ibunya.Aku lantas menggendong dan juga menenangkannya."Dek, ini uang sisa setoran kemarin. Aku juga sudah membeli susu. Sisa sedikit pegang lah!"Aku melihat masih ada lembaran uang seratus ribuan. Mungkin kisaran dua jutaan. Karena emas yang aku beli waktu itu adalah emas yang cukup mahal per gramnya, jadi tidak salah kalau uangnya masih cukup banyak."Mas, belikan aku mesin jahit. Aku akan buka usaha jahitan! Dulu pernah lihat Mbak Ida, menjahit waktu di Klaten. Mbak Ida adalah tetangga ku di Klaten. Dia menerima jahitan dan juga permak pakaian. Dan sering melihatnya, dan sesekali mencoba menjahit baju, jadi sedikit-sedikit aku pasti bisa. Juga ada Mbah Google jadi gampang belajarnya." Mas Wawan terkejut mendengar permintaanku.Aku bertekad apapun keadaannya aku akan membuka usaha jahit ini, ka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status