Semua Bab GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL: Bab 81 - Bab 90
101 Bab
Delapan puluh satu
Sejak kesadarannya Miranti menangis tak kunjung henti, dia begitu terpukul dengan apa yang menimpa putrinya, rasa kecewa dan malu kini menjadi satu.Setelah mendapatkan perawatan, malam harinya Kinan sudah diperbolehkan pulang. dan semenjak sadar Miranti belum mengajaknya bicara. Wanita baya itu terlalu kecewa dengan putri yang sangat dibanggakan dan disayanginya.Sesampainya di rumah, Vina memapah Kinan ke kamar belakang, keduanya melangkah tanpa sepatah kata. Vina pun tak ingin banyak bertanya. Biar itu menjadi urusan Kinan."Istirahatlah dulu," ucap Vina setelah mereka sudah berada di dalam kamar. Adiknya Iyan itu tak tega melihat kondisi Kinan yang sangat lemah apalagi sejak tadi Kinan didiamkan oleh ibunya, tentu itu sangat menyakitkan. Di saat seperti ini, orang yang seharusnya memberi dukungan mala bersikap cuek."Bagaimana ini, Da?" tanya Miranti sambil terisak. Wanita yang biasanya terlihat tegas itu nampak tak berdaya. Mereka saat ini tengah duduk di ruang tengah."Bagaimana
Baca selengkapnya
Delapan puluh dua
Rahayu menatap heran pada Kinan ketika pintu terbuka dengan sempurna. Mata senjanya langsung bisa melihat ada yang tak beres dengan wanita yang berdiri sangat dekat dengan calon suami Ambar itu."Assalamualaikum, Bu," ucap Iyan, lelaki jangkung itu memperlihatkan giginya yang rapi dan putih, setelah mendapat balasan salam, Iyan segera menunduk dan meraih tangan Rahayu kemudian menciumnya dengan takzim. Melihat ekspresi keheranan dari sorot mata senja Rahayu, Iyan langsung sadar dan memperkenalkan wanita yang bersamanya. "Ini Kinan, Bu. Saudara jauhku," imbuhnya.Rahayu tersenyum mendengar penuturan Iyan. "Vina ndak ikut, Yan?" tanyanya setelah menunggu uluran tangan Kinan yang tak kunjung dilakukan wanita muda itu, bahkan sedari tadi wanita itu kebanyakan menunduk."Tidak, Bu. Dia lagi sibuk di rumah, persiapan untuk acara besok."Rahayu mempersilahkan Iyan dan Kinan masuk, keduanya beriringan menuju sofa sedangkan Rahayu melangkah di belakang mereka. "Bagaimana keadaan Alif?" tanya I
Baca selengkapnya
delapan puluh tiga
"Sumi, apa semua baik-baik saja? Rumahku?" tanya Santi tiba-tiba. "Rumah itu masih menjadi milikku kan?" imbuhnya sambil melangkah mendekati adiknya."Rumahnya sudah dijual, Mbak," sahut Sumi takut-takut. Saat ini Santi terlihat seperti seorang monster, sorot matanya tajam dengan bekas luka dan tubuhnya, benar-benar menakutkan. "Bagaimanapun mungkin kamu bisa melakukannya? Kamu tidak berhak melakukan itu Sumi!" bentaknya."Mbak, semua itu kulakukan demi kamu! Kamu terluka parah dan butuh biaya untuk semua ini! Lalu ...." Sumi mendekati kakaknya. "Kakak ingat dengan orang-orang yang selalu datang untuk menagih hutang bapak? Mereka meminta untuk segera dibayar, Kak. Kalau tidak, rumah akan beralih menjadi milik mereka. Lalu, hutang kakak di kafe itu, dari mana aku punya uang untuk membayarnya kalau tidak menjual rumah, Kak?!" Sumi ikut emosi melihat kemarahan kakaknya, perhatiannya selama ini ternyata tidak berarti sama sekali bagi Santi. "Untung Om Haris mau membantu mencarikan pembel
Baca selengkapnya
delapan puluh empat
Melihat calon istrinya tertunduk malu, ingin sekali Iyan menggodanya. Namun, sayang mereka belum sah secara hukum dan agama, jadi Iyan belum bisa mengekspresikan keinginannya tersebu, lelaki jangkung itu hanya bisa mengulum senyum karena gemas."Ini Ibu bawain tahu bulat," ucap Rahayu sambil meletakkan tas kresek yang sedari tadi ditentengnya ke meja. Alif segera membuka tas kresek tersebut dan mengambil satu buah makanan yang digoreng dadakan di mobil tersebut."Ini buat Bunda." Bocah yang semakin tinggi itu menghampiri lalu menyuapi Ambar. "Bismillah," ucap Ambar sebelum membuka mulutnya. "Enak, Bunda?" tanyanya sambil memperhatikan Ambar menguyah makanan tersebut. Tanpa sadar Alif ikut mengunyah dan menelan ludahnya."Masyaallah ... sedap sekali, Kak. Kak, Kakak tahu nggak? Apapun makanannya kalau Kakak yang nyuapin rasanya jadi enak loh," ujar Ambar membuat Alif tersenyum saat mendengarnya. Alif kembali mengambil makanan tersebut, kali ini bocah dengan rambut ikal itu mendekati
Baca selengkapnya
delapan puluh lima
"Mau kemana kamu Kinan? Duduk di sini," titah seseorang. Mendengar seseorang menyebut namanya wanita itu menghentikan langkahnya. Jantungnya berdetak lebih cepat, ketika menyadari siapa pemilik suara berat itu. Wanita itu menutup mata untuk mengurangi debaran di dalam dada karena takut. "Om, sudah lama?" tanya Iyan yang baru masuk. Abangnya Vina itu mendekat lalu mengulurkan tangannya."Lumayan, dari mana kamu, Yan?" balas Ayahnya Kinan sambil menyambut uluran Iyan."Dari rumah calon istri," sahut Iyan tanpa ragu. Lelaki itu ingin menegaskan jika dirinya sudah ada yang memiliki. Ayahnya Kinan mengangguk."Kinan, duduklah di sini," titah kelaki berbadan agak berisi itu. Kinan menurut, perlahan dia melangkah ke sofa di mana ibunya duduk. Tanpa diminta, Miranti mengeser bokongnya, memberikan sedikit ruang untuk putrinya."Sekarang katakan semuanya, sejujur-jujurnya. Siapa ayah anak yang kadung itu?" Suami Miranti itu bertanya dengan suara tertahan, terlihat jelas kalau dia sedang menaha
Baca selengkapnya
delapan puluh enam
Santi terkulai tak berdaya ketika beberapa perawat menolongnya. Wanita itu berusaha mengakhiri hidupnya dengan menyayat pergelangan tangan, sehingga membuat ranjang tempatnya berbaring berwarna merah penuh dengan darah. Mantan istri Rudi itu benar-benar mengalami depresi hebat semenjak mengetahui kalau sekarang dia sudah tidak punya apa-apa, ditambah dengan kondisi fisiknya saat ini. Santi benar-benar tidak bisa menerima kenyataan. Ini adalah kali kedua dia melakukannya. Namun, Allah masih belum mengizinkannya meninggalkan dunia ini, hingga setiap usahanya yang ingin mengakhiri hidupnya selalu gagal."Tolong, pasiennya jangan ditinggal sendirian ya, Mbak. Dia benar-benar depresi. Kalau hal ini masih terjadi lagi, kami akan mengikatnya di ranjang," ucap perawat itu. Sambil melilit pergelangan tangan Santi menggunakan perban.Sumi hanya mengangguk, lidahnya seakan keluh untuk sekedar mengucapkan kata 'iya'. Gadis yang tak lagi perawan itu terlihat sangat terpukul mengetahui keadaan kaka
Baca selengkapnya
delapan puluh tujuh
Iyan menatap seseorang yang datang bersama temannya itu. Lelaki berambut bela tengah itu mengulurkan tangannya. "Bayu," ucapnya. "Teman dekat Kinan," imbuhnya. Tatapan Iyan tak lepas dari lelaki yang memakai hem motif kotak-kotak itu."Teman dekat yang bagaimana? Kekasih?" tanya Iyan dengan tatapan tajam. Lelaki itu tak menyahut, hanya membalas tatapan Iyan. "Sayang kegagahan fisikmu tak sebanding dengan nyalimu," lanjut Iyan."Kinan yang menghindar, dia yang memilih pergi. Aku bahkan baru tahu kalau dia tengah hamil, karena kami sudah lost kontak beberapa bulan yang lalu," sahut lelaki bernama Bayu tersebut."Lalu? Apa kamu beranggapan kalau itu bukan perbuatanmu? Kamu yang lebih tahu sejauh mana hubungan kalian, jadi—""Aku ingin bertemu dengannya, lebih cepat lebih baik." Lelaki itu memotong ucapan Iyan, dia terlihat sangat serius. Membuat Iyan berpikir sejenak. "Baiklah ... ikut aku, kebetulan orang tua Kinan juga ada di sini," sahut Iyan. Dia ingin tahu bagaimana reaksi kekasih
Baca selengkapnya
delapan puluh delapan
Wajah-wajah itu terlihat tegang ketika menunggu kesadaran Kinan. Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Entah bagaimana kebenarannya. Sementara acara besok harus tetap terlaksana. Kalau memang benar bukan Bayu yang menghamili Kinan, lalu siapa? Itulah yang berkecamuk di pikiran masing-masing. Hingga Iyan mengabaikan panggilan dari pengacara yang menangani Rudi.Gema adzan Maghrib terdengar di seantero kampung, membuat para lelaki bangkit dari tempatnya, mereka beriringan menuju musholla terdekat. Sementara para wanita memilih berjamaah di rumah. Selepas salam Miranti segera bangkit setelah terdengar rintihan putrinya. Sementara Farida dan Vina masih melanjutkan dzikirnya.Semua berkumpul di ruang tengah setelah kembali dari jamaah, termasuk Kinan. Namun, wanita yang tengah hamil muda itu masih bungkam."Kinan, katakan yang sebenarnya jangan takut, Kin," Iyan setelah tak ada yang membuka suara.Butiran bening itu lolos begitu saja melewati kelopak mata yang terlihat membengkak."
Baca selengkapnya
delapan puluh sembilan
"Kalau begitu, kita pindah saja ke sini, Pak. Kinan itu anak kita satu-satunya. Bagaimana bisa kita lepas tangan begitu saja?" pinta Miranti, wanita itu benar-benar terpukul dengan musibah yang menimpa putrinya."Kita akan bicarakan nanti, belum tentu yang Kinan bicarakan adalah kebenaran, bisa saja dia berbohong atas apa yang terjadi dengannya," kilah Bowo."Pak!" seru Miranti, wanita sepantaran Farida itu tidak terima dengan ucapan suaminya."Kalau itu keinginan Kinan. Kita pulang sekarang!" titahnya penuh tekanan."Bapak kok jadi seperti itu? Kapan Bapak bisa percaya sama anak sendiri? Oh ... mungkin karena ini, Kinan tak ingin berbagi masalahnya. Percuma, Bapak takkan mempercayainya. Aku kecewa sama Bapak!" Setelah berubah Miranti pun bangkit, dia segera meninggalkan suaminya dan berlari ke belakang, ke tempat Kinan berada."Mas!" panggil Handoko setelah Bowo bangkit dan hendak melangkah ke arah yang sama dengan istrinya. Bowo menoleh, ayahnya Kinan itu terlihat sangat ramah, namp
Baca selengkapnya
sembilan puluh
"Ayah!" seru Alif memecah keheningan, bocah yang tengah duduk di sebelah Iyan itu pun bergegas bangkit, tanpa ragu dia berlari menyongsong lelaki yang berdiri tertegun di ambang pintu. Seketika semua mata tertuju mantan suami Ambar tersebut dengan penuh tanya."Ayah ...!" seru Alif sekali lagi, bocah lima tahun lebih empat bulan itu kegirangan. Melihat putranya mendekat, Rudi pun berlutut kemudian merentangkan kedua tangannya. "Ayah!" Lagi, Alif menyebut kata yang sudah lama tak terucap dari bibir mungilnya. Bocah yang belum jadi sekolah itu benar-benar bahagia bisa bertemu dengan lelaki yang telah mengukir raganya tersebut. Sementara Ambar hanya bisa menyaksikan kejadian itu dengan perasaan campur aduk. Namun, yang pasti rasa terkejut lebih besar dari rasa bahagianya saat ini.Di sisi lain, Rahayu yang duduk berdampingan dengan Farida tak langsung bangkit, mata senja itu mengembun melihat kehadiran sang putra yang kini tengah melepas rindu dengan cucunya."Dia ... dia putraku?" tany
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status