All Chapters of SYUKURAN PERNIKAHAN SUAMIKU: Chapter 41 - Chapter 50
71 Chapters
Bab 41
Pagi rasanya begitu sempurna. Hawa dingin seketika membangunkan insan yang semalam melepas hasrat yang tak terbendung. Semenjak menikah, baru malam ini mereka menikmati peraduan yang begitu hangat. Bela menggeliat, mengerjapkan kedua matanya menatap langit-langit. Senyumnya menyungging. Tatapannya beralih kepada lelaki yang masih setia dengan pelukannya. "Beng," Bela membangunkan Pandu dengan mengusap rambutnya lembut.Pandu membuka matanya, mendapati wajah Bela yang sedang memperhatikan."Pagi.""Bangun yuk! Sudah subuh.""Makasih ya, buat semalam. Kamu sukses bikin aku kewalahan?!" Pandu terkekeh lalu mencubit hidung mancung milik Bela. Bela mendaratkan ciuman ringan di pipi Pandu. Sengaja tidak di bibir karena Bela takut Pandu akan meminta lebih. Membersihkan diri lalu sholat berjamaah dengan sang suami. Wajahnya berseri membuktikan bahwa mereka bahagia.Wanita itu kini lebih romantis dan juga lebih perhatian. Pengalaman lah yang membuatnya berubah. Menjadikan urusan ranjang begi
Read more
Bab 42
BAB 42Belanja bertemu dengan Ulat Bulu"Mereka dulu pernah pacaran. Tapi Den Pandu dikhianati sama Mbak maura. Kenapa Non Bela tidak bertanya sendiri dengan Den Pandu? Biar semuanya jelas.""Iya, Bik. Nanti saya bicarakan sama Mas Pandu." Bela kembali menatap layar televisi. Maura memang wanita cantik dan juga seksi. Namun entah mengapa Bela tak ada sedikitpun rasa takut menghadapi ulat bulu itu.****Dering ponsel berbunyi. Kuusap layarnya ke samping hingga kutemui nama Adit tertera. Adik lelaki satu-satunya yang aku miliki itu kerap kali menanyakan kabar padaku. Karena kami cukup dekat dan juga zaman sudah modern. Cukup menekan nomor lalu bisa melihat wajah dan juga kondisi kami masing-masing."Halo, Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam ketika melihat wajah Adit si seberang telpon."Waalaikumsalam, Mbak.""Apa, Dit?""Emak kangen dia pengen tau kabar Mbak Bela disana." Adit mengarahkan ponselnya kepada Emak yang duduk di sampingnya. Gambar Emak begitu jelas. Hingga mengusap ai
Read more
Bab 43
BAB 43Kejujuran PanduAku berjalan tanpa ragu. Masuk ke dalam rumah dan mencari sosok lelaki yang sepertinya pulang lebih awal."Assalamualaikum, Beng?" Salam aku ucapkan lalu berjalan menuju dapur."Beng?" Alya menaikan satu alisnya sembari menatapku. Seolah dia salah dengar aku menyebut Beng. "Mbak, gak salahkan apa yang baru saja aku dengar?" Alya meletakan sekantong belanjaan di meja dapur."Enggak! Emang aku panggil Mas Pandu, Abeng." Aku menuangkan air ke dalam gelas lalu meneguknya hingga tandas.Pikiranku masih menerawang jauh. Meyakinkan hati tidak akan marah maupun bertingkah berlebih untuk meminta kejelasan Mas Pandu."Baru pulang?" Mas Pandu terlihat menuruni anak tangga. Berjalan menghampiriku lalu berusaha memeluk dan mencium kening. Namun dengan cepat aku berjalan menjauhi. Mengeluarkan beberapa belanjaan dengan degup jantung yang tak beraturan."Kenapa Sayang?" Mas Pandu mulai curiga ketika aku menolak perlakuannya. Padahal semanis apapun sikapnya aku tak akan pernah
Read more
Bab 44
Kedatangan MertuaPOV author"Gimana, Sayang? Kok malah bengong?" Pandu mengamati Bela dengan serius. Takut jika perkataannya baru saja bisa melukai hati sang istri . Karena dia tahu, 10 tahun pernikahan Bela terdahulu belum juga dikaruniai seorang anak. "Jangan sekarang ya? Aku belum siap, Beng. Besok kalau aku sudah siap. Aku akan mengatakannya kepadamu." Bela berusaha mengukir senyum. Meskipun dalam hatinya ada bimbang dan juga dilema. "Ya, sudah. Kita jalan-jalan yuk! Mumpung hari ini kita gak kemana-mana.""Boleh, aku siap-siap dulu ya!" Bela bergegas pergi ke kamar. Mengambil tas dan juga dompet. Tak berapa lama Bela keluar dengan ootd kekinian bak anak muda yang mau keluar dengan sang kekasih."Wiiih … Cantiknya. Istri siapa ini?" "Abeng!" Pandu memang senang menggoda Bela. Apalagi membuatnya salah tingkah. Pandu semakin gemas melihatnya.Mobil hitam yang mereka kendarai melaju membelah jalan yang lumayan ramai. Maklum, hari ini hari Minggu. Banyak yang pergi keluar bersam
Read more
Bab 45
BAB 45Tari segera mengambil ponsel yang masih berada di dalam Tas. Tangannya sedikit gugup. Pikirannya tak karuan. Namun mencoba menata hati dan ucapan. Agar Pandu dan Bela tidak ikut panik jika mendengar dia menelpon dengan nada bicara tak beraturan.Tut ...Tut … Tut.Tari mencoba menghubungi Pandu namun tak ada jawaban. Kembali ia lakukan hingga akhirnya Pandu mengangkat telepon. Dengan tenang Tari meminta Pandu agar segera pulang ke rumah. Pandu pun dan Bela memutuskan kembali ke rumah. Setelah Tari memutuskan sambungan teleponnya.Niat hati memberi kejutan sirna sudahMaura lah yang berhasil membuat terkejut semua orang. Bukan hanya terkejut mungkin bisa langsung stroke kalau begitu caranya, licik.Tari berusaha menenangkan Anton. Suami yang memiliki riwayat jantung itu harus ekstra hati-hati dalam mengatur amarah. Pengakuan Maura kali ini mampu membuat semua orang bisa terkena serangan jantung bersamaan."Awas, kalau semua ini tidak benar, Maura! Tidak hanya kamu tapi kedua ora
Read more
Bab 46
BAB 46Bela yang eleganPlakAnton mendaratkan tangannya di pipi Pandu. Lelaki itu terdiam. Bingung dengan kemarahan Anton."Astagfirullahaladzim, Papah." Tari mencoba menarik lengan suaminya. Mencoba memberi jarak dengan Pandu. Tari mengerti akan kemarahan Anton. Namun tidak sepantasnya juga dia melukai Pandu di depan sang istri."Astagfirullahaladzim. Istighfar Pah. Kita bisa membicarakannya dengan kepala dingin. Tidak seperti ini, lebih baik kita duduk dulu! Kita bicarakan semuanya baik-baik." Bela membantu Pandu untuk duduk di sofa yang tak jauh dari mereka berdiri.Bela terlihat lebih tenang. Tangannya terus menggenggam tangan Pandu. Saling menguatkan. Terlebih saat Tari menceritakan semua kepada mereka. Maura dengan lihainya bersandiwara kembali. Menangis tergugu membuang-buang air mata palsu."Maura, benarkah itu anak suamiku? Apa kamu yakin?" Pertanyaan Bela mampu membuat Maura terkejut dan sedikit ragu."Maksud kamu apa, Bela? Kamu meragukan ucapanku?" Kini Maura tidak lagi
Read more
Bab 47
"Makasih Ya, Sayang. Kamu dah percaya sama aku." Pandu mencium punggung tangan milik Bela.Hari semakin gelap namun Pandu dan juga Bela mengurungkan niatnya menjelaskan kepada Tari dan Anton. Mereka melihat dari kejauhan Anton berusaha mengontrol amarahnya. Memberi sedikit ruang agar Anton bisa beristirahat.Mereka hanya tidak ingin terjadi apa-apa dengan Anton. Lelaki yang sudah tidak muda itu memiliki riwayat jantung. Lebih baik menunggu agar semuanya tenang terlebih dahulu. Baru mereka akan menjelaskan semua.***Kejadian kemarin membuat semua orang sedikit tegang. Hingga tanpa memerlukan waktu yang lama Ali menghubungi Pandu. Memberikan banyak informasi tentang Maura saat ini."Beng, gimana?""Pak Ali dah ngasih info soal Maura. Kamu tenang aja, biar semua aku yang urus. Tapi maaf jika nanti aku akan sedikit sibuk ya, Sayang. Kamu gak papa kan?""Iya gak papa, Beng. Agar semuanya bisa diselesaikan dengan cepat." "Aku pergi dulu ya, Sayang." Pandu mencium pucuk kepala Bela dengan
Read more
Bab 48
Permintaan maaf "Maaf, Bela. Bukan maksud aku untuk-" Sebelum Imam menyelesaikan ucapannya. Bela sudah lebih dulu menjawab."Ada perlu apa Mas Imam datang kemari? Siapa yang memberitahumu tentang alamat rumah ini?""Itu semua gak penting, Bel. Maksud tujuanku kesini cuma mau meminta maaf kepadamu. Maafkan aku yang dulu pernah menyakitimu. Andai saja kamu belum menikah, aku akan memintamu kembali," ucap Imam dengan mata berkaca-kaca. Hatinya mungkin terlambat menyadari. Betapa baiknya wanita yang kini dihadapannya."Sudahlah, Mas. Aku sudah memaafkan. Sekarang biarkan aku bahagia dengan keluargaku. Jangan kau ganggu aku. Apalagi meminta sesuatu yang tidak akan pernah aku lakukan!""Aku mengerti, Bel. Aku mengerti hatimu sudah terlalu sakit.""Kalau Mas Imam sudah tau. Pergilah! Aku tidak bisa berbicara banyak dengan lelaki yang bukan mahramnya. Apalagi suamiku sedang tidak ada di rumah.""Baiklah, Bel. Aku harap kamu akan bahagia bersama suamimu sekarang. Tapi hanya perlu kau tahu Ibu
Read more
Bab 49
karmaPOV Imam"Lia, apa-apaan ini?"Lia melempar semua pakaianku. Hingga berhamburan di teras. Entah set*an apa yang merasukinya? Setelah melahirkan beberapa Minggu yang lalu. Sikapnya berubah. Dia tak lagi ramah dan juga sering melarangku menggendong putri semata wayang kami."Pergi dari rumah ini!" Aku membelalak mendengar perintah Lia. Rumah yang aku tinggali ini adalah rumahku. Kenapa aku yang harus pergi?"Bawa ibumu dan kita akan bercerai!""Maksud kamu apa? Ini rumahku! Kamu tidak berhak mengusir kami!""Hahahaha, rumahmu? Enak saja, ini semua sudah menjadi miliki. Kamu sendiri yang menyerahkan semua surat berharga itu. Apa kamu lupa?""Lia, kenapa baju Imam ada di lantai? Kalau nanti kotor ibu tidak mau mencucinya!" Seketika ibu terkejut. Setelah kedatangannya dari warung mendapati pakaianku sudah berserakan di lantai teras."Silahkan ibu pergi dari rumah ini!""Eh kamu apa-apaan Lia? Ini rumah Imam! Jangan bercanda kamu mengusir kami. Seharusnya yang pergi dari rumah ini itu
Read more
Bab 50
Tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan. Aku pergi ke kota meninggalkan Ibu di rumah sakit. Aku menitipkan Ibu kepada salah satu suster yang ada di rumah sakit tersebut.Aku terpaksa keluar dari pekerjaanku satu-satunya. Sumber dari pendapatan ku. Karena Ibu tidak ada yang merawatnya. Mana mungkin aku tega membiarkannya sendiri. Ini seolah sebuah hukuman untukku. Aku kehilangan satu demi satu harta lalu istri. Sungguh menyedihkan perjalanan hidupku. Aku terlalu congkak akan kehidupanku. Sehingga aku diberi pelajaran oleh Tuhan. Maafkan aku Bela. Jika saja aku bisa memutar waktu. Aku akan mengembalikan semuanya seperti dulu lagi.**"Aku berjalan mencari alamat rumah di tangan. Hingga aku akhirnya menemukan satu bangunan rumah yang nomornya sama dengan alamat ditangan. Aku berjalan mendekati. Alangkah bahagianya aku ketika mendapati sosok Bela di halaman rumah sedang menyirami tanaman. Dia masih sama justru terlihat begitu menawan.Astaghfirullahaladzim, sadar Imam dia sudah bukan lagi
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status