Semua Bab Pulang Kampung Bawa Sultan: Bab 91 - Bab 100
143 Bab
Bab 50.b
Aku duduk di kursi besi bandara. Melihat benda silver ini dengan lekat. Dalam pelupuk mata, aku memutar kejadian yang sudah lama. Seorang wanita dengan tas butut dan rambut diikat karet duduk di sini. Lalu pangeran datang berjalan dari sana. Pria itu memakai kemeja, dasi, dan dibalut rompi. “Name awak, Alina bukan ... Pekerja dari PT Khalid Anhar.” “Betul, Tuan.” “Mari ikut saya!” Aku meraba benda dingin ini. Menghela napas panjang. Ujung-ujungnya ternyata mari ikut ke kamar. Aku tersenyum bersama kenangan yang berganti-ganti. Aku melanjutkan perjalanan ke arah check-in. Menengok ke belakang berharap ada seseorang. Lalu jalan lagi. “Alin ... Alina ... apa yang nak awak lakukan. Awak nak pergi tinggalkan saya seorang?” Pria itu menghampiriku. Lalu membawa koperku untuk kembali. Menarik tanganku untuk menjauhi tempat check-in. “Abang tak seorang. Abang dah punya Aisha. Abang lebih pantas dengan dia. Terima kasih untuk waktu yang begitu berharga.” Aku mengusap setitik air mata.
Baca selengkapnya
Rindu 1.a
Hujan terus menetes membasahi badan. Mengalir dari kepala sampai kaki. Gemuruh dan kilatan petir berpesta di atas sana. Saat semua orang berteduh di rumahnya. Ketika tidak ada orang yang mau tubuhnya basah. Aku malah bercengkerama dengan air dari langit ini, sebagai bentuk ikhtiar untuk mendinginkan diri. Mata, wajah, dan hati panas rasanya. Pernah merasa benar-benar dikhianati oleh orang-orang terdekat? Aku pernah. Sekarang! Sungguh miris. Ketika kembali dari urusan hari ini, aku pikir kondisi rumah masih dalam keadaan baik-baik saja. Sama seperti saat kutinggalkan. Aku masuk ke rumah dengan santai lalu naik ke kamar Aisha. Masih dua hari waktu yang harus kuhabiskan dengan dia. Aku mengobrol banyak dengan Aisha dan Azka layaknya keluarga. Lalu turun saat hendak shalat Magrib. Tak kudapati Alina sejak masuk rumah. Dia juga tidak ikut shalat berjamaah. Mungkin sedang berhalangan. Hingga aku santai tak berpikir macam-macam. Sampai waktu makan malam, dia juga tidak kunjung turun. “Ay
Baca selengkapnya
Rindu 1.b
“Apa Abang pantas dikhianati banyak orang?” Aku memecah keheningan antara kami. Suana gemuruh masih menggelegar di atas sana. “Aku mengerti perasaan Alina karena aku pun merasakannya. Aku yakin para pekerja pun ikut mengerti perasaan Alin. Mereka membiarkan karena iba, bukan tanpa alasan.” “Jadi menurut awak, Abang dah menyakiti kalian berdua sampai orang-orang setuju bila Alin pergi. Abang harus macam mana, coba adik cakap!” Tubuh Aisha menciut karena petir yang menggelegar. Kilatan petir membuatku bisa melihat kalau dia juga menangis. “Perubahan ini terlalu cepat, Abang. Mungkin Abang harus bersabar.” Aisha mengerut lagi ketakutan dengan kilatan petir. “Adik menangis?” Aku mengernyit. Aisha diam. Membiarkan pertanyaanku dibalas oleh gemuruh. “Aku pun sakit melihat Abang seperti ini. Apa tidak bisa sedikit menutupi kekecewaan atas kepergian Alina untuk menghargai perasaan saya juga?” Aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan. “Astagfirullah.” Ternyata bukan bahagia saja y
Baca selengkapnya
Rindu 2.a
“Kenapa awak sampai marah macam tu, Rasya? Awak beri contoh kasar depan anak.” Umma duduk di kursi goyang sambil melihat taman belakang. Terlihat raut kecewa di wajah cantiknya. “Khilaf, Umma.” Aku berdiri di dekat Umma sembari ikut melihat pemandangan. “Baru sekali ni Umma lihat awak marah macam tu. Sampai berani rusak barang.” “Cape, Umma. Penat. Seharian dah lelah, pulang da masalah. Tak da yang jujur pun.” “Yang sabar lah. Ini ujian kesabaran buat awak kan?” Umma melirik dan memindaiku. “Benar awak nak ganti semua orang.” “Tak lah.” Umma melirik ke sisi lain. Ternyata ada Ayu yang sedang menguping di sana. Pasti Umma bicara karena mereka minta. “Lantas macam mana kabar Alin. Dah awak hubungi?” Aku meremas rambut. Dari semalam aku hubungi dia tapi tidak aktif. Pagi ini kucoba hubungi juga masih tak aktif. Khawatir jadinya. Apa dia sudah tiba di rumah? “Nomornya tak dapat saya hubungi.” “Dah telepon mertua?” Aku semakin keras mencengkeram rambut. “Tak punya nomor mertua,
Baca selengkapnya
Rindu 2.b
Semua asisten membujuk, Zikri tetap tidak mau. Dia hanya berdiri saja di sana menunggu Alina. Aku naik mendekati Zikri. Meminta semua orang untuk menjauhi anak itu. Lalu aku duduk di ujung tangga. “Iki nak lihat Mama Alin tak?” Aku mengeluarkan ponsel. Anak ini mulai tertarik. Melirik walau tetap menangis. Kuputarkan vidio kebersamaan kami pada saat di Bali. “Mama Alin kat mana? Kenapa tak de di rumah?” “Mama Alin sedang pulang dulu, Iki nak tengok kampung Mama Alin. Nah ... elok ya.” Aku menunjukkan layar ponsel. Zikri mendekat dan melihat layar. Kami duduk berdua di atas tangga ini. Melihat video-video Alina. ‘Bukan hanya Iki, Papa pun rindu sangat pada Mama Alin, tanpa Mama Alin rumah ini tampak kehilangan wanginya.’ Aku mengusap kepala Zikri dengan hati-hati. ‘Papa janji akan bawa Mama Alin pulang. Cepat atau lambat, Mama Alin pasti pulang. Hadir lagi bersama kita kat sini.’ Kami duduk di tangga sampai lama. Zikri tetap tidak mau turun. Lalu Azka mendekat. “Ki, main bola j
Baca selengkapnya
Rindu 3.a
Pov Alina. Aku membuka jendela lebar-lebar. Membiarkan udara pagi ini masuk. Kulihat layar ponsel. Lalu kukecup benda pipih ini. "Iki, Mama rindu, Nak." Jariku melukis wajah lucu yang tersenyum di layar. Semoga dia sehat selalu. Aku turun dengan pakaian yang sudah rapi. Berkumpul dengan Chacha di meja makan. Ibu sedang menyuapi anak itu. "Pagi, Tante cantik." "Pagi, Chacha comel." Aku menjawil pipi Chacha. Lalu menggeser kursi dan menyendok nasi goreng. Kuambil sedikit saja. Satu centong tak penuh. "Keterlaluan ya suamimu itu. Istri pulang tidak dicari tidak ditelepon. Memang dasar kitanya orang miskin, bisa berharap apa dari orang kaya." Mulutku yang sedang semangat mengunyah jadi ngerem sebab mendengar perkataan ibu. Kupikir dia pun akan segera mengejar ternyata tidak ada. Ah bukankah ini baik. Toh, ini kan yang aku mau. "Pantesnya dicari gitu kalau beneran sayang," lanjut ibu. "Yah, bagaimana lagi, dia juga bingung harus memilih siapa. Kalau Lina pergi kan sudah mengurangi
Baca selengkapnya
Rindu 3.b
Aku memeluk bunga-bunga itu. Lalu lanjut melangkah ke ruangan. Pak Rahmat membantuku membukakan pintu karena dua tanganku penuh. Ada rasa takut yang di sana itu Wisnu meski dengan cara yang seperti ini pasti bukan dia. Tapi agak trauma saja pada orang itu. Dan bersyukur, alhamdulillah. Ternyata bukan. Abang berdiri dengan pakaiannya yang formal. Dia melihat ke kaca yang kubuat serupa di kantornya. Dengan sebelah tangan masuk ke kantung celana, dia melirik lalu mendekat. Berhenti di jarak dua langkah. Wajah yang kurindukan itu memandang lekat. Kami bertatapan lama. Mata itu, hidung itu, bibir itu. Abang menghela napas dan menelan saliva, terlihat dari jakunnya yang naik-turun. Sungguh betapa kagetnya, ini pertama kali dalam hidup, dia tiba-tiba berlutut di depanku. Aku sampai tersentak dan langsung mundur. “Abang nak minta maaf. Abang tak bisa tanpa Adik. Pulang, ya ....” Dua netranya berkaca-kaca. Ya Allah mana mungkin aku tega. Rasanya ingin memeluknya dan membuat dia berdiri. D
Baca selengkapnya
Rindu 4.a
POV Teuku Arasya. Apa yang lebih besar dari sebatas motor, rumah, resort? Harga diri. Ya. Harga diri. Kalau mengikuti hawa nafsu, aku pun kecewa dengan cara dia pergi. Tapi harus bagai mana lagi, aku tak bisa hidup tanpa dia, tapi tidak juga bisa melepas Aisha. Serakah memang, aku ingin dua-duanya. Dan tak mau tanpa keduanya. Terserah berapa kali pun dia akan menolak. Aku tetap di sini untuk bertahan. Meski aku harus kehilangan harga diri sekalipun. Rumusku adalah gagal + 1. Sebanyak apa pun aku gagal, aku akan terus mencobanya satu kali lagi, satu kali lagi, satu kali lagi, sampai seterusnya. Tak pernah aku meminta wanita sampai segila ini. Apa lagi meminta wanita untuk mau diduakan. Tak tahu diri, ya. Namun, ya, begitulah. Aku menatap dinding cermin. Aku yakin penghuni ruangan itu sedang melihat ke sini. Alina sekarang sungguh berbeda. Pedas sekali mulutnya. Garang tatapannya. Mungkin itu bentuk dari kelebihan cintanya. Kurapikan kemeja dan rambut, lalu duduk. Kuoperasikan l
Baca selengkapnya
Rindu 4.b
Paginya, sebelum ngantor, aku berkeliling di beberapa warung. Mencari permen yang belakangnya ada kata-kata cinta. Kadang hal sekecil ini bisa sangat berharga jika dilakukan sepenuh hati. Kuminta para karyawan untuk memberikan permen itu satu per satu. Setelah semua diberikan, Alina mendekati mejaku dan dia mengembalikan semua permennya. “Saya Tak BU-TUH,” katanya dengan garang. It’s oke. No problem. Kumakan saja permen ini sendiri. Dalam sebuah buku psikologi. Salah satu tips agar siapa pun menyukai kamu, yaitu dengan sering menampakkan diri. Pepatah lama mengatakan, “Keakraban membiakkan kebencian.” Pernyataan ini memang banyak diterima oleh orang-orang. Tapi nyatanya yang terjadi justru sebaliknya, penelitian menyimpulkan bahwa: semakin sering kita berinteraksi dengan seseorang, semakin dia menyukai kita1. Itulah kenapa aku memilih duduk di sini. Sering berkaca diri. Untuk selanjutnya sering mendatangi ruangannya. “Bisa pinjam pensil, tak?” “Punya mouse cadangan kah?” “Ada er
Baca selengkapnya
Rindu 5.a
Pov Alina Tanpa terasa, air mata menggenang saat membaca surat dari Azka. Pemikirannya selalu di luar nalar remaja pada umumnya. Melamar jadi anak? Ada-ada saja. “Saya tahu kamu dan Mama kamu baik. Tapi.... Masalahnya tidak semudah itu. Ada yang tak terlihat tapi sangat sulit dibawa. Yaitu hati. Sulit, Nak. Sangat sulit. Kamu, ibumu, dan orang lain tidak akan mengerti. Bagaimana kita yang tidak sempurna ini diduakan dengan dia yang sempurna. Ini hanya masalah waktu saja, pada akhirnya aku hanya akan menjadi orang yang terbuang. Apa yang kulakukan sekarang, sebatas bentuk menghargai diri sendiri.” Aku bicara sendiri sambil melihat kertas dari Azka. Kusimpan kertas ini ke dalam laci dengan hati-hati. Kuambil buket bunga mawar yang tergeletak di meja. Kudekatkan ke hidung dan meresapi baunya. Rindu. Sungguh rindu pada pria di sana. Tapi aku harus kuat. Kupeluk bunga ini lantas membuangnya ke tempat sampah. Membiarkan mawar cantik itu teronggok di sana. Memang sengaja dia mau terlihat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status