All Chapters of AKU TANPAMU: Chapter 111 - Chapter 120
152 Chapters
111
PoV Tania“Kamu yakin dengan semua cerita Roy?” tanyaku saat Mas Fahry menceritakan mengenai kondisi Nasya yang didengarnya dari Roy.“Sepertinya Roy nggak bohong, Tan. Lagian untuk apa dia berbohong, tak ada untungnya buat dia. Kamu meragukannya?”“Entahlah, Mas. Mugkin karena sudah berkali-kali Nasya meneror dengan tipu muslihatnya, aku sudah sulit untuk percaya semua yang kudengar tentangnya.”“Ya udah, kamu nggak usah mikirin dia. Toh aku hanya menceritakan apa yang Roy bilang tadi.”Aku diam. Jika benar apa yang dikatakan Mas Fahry tadi, aku bisa membayangkan betapa tertekannya Nasya, padahal saat ini dia tengah dalam kondisi hamil. Aku prihatin. Tapi jika memandang wajah suamiku yang selama ini begitu mudahnya diperdaya oleh Nasya, entah mengapa aku masih khawatir. Mas Fahry terlalu baik, bahkan mungkin terlalu polos untuk menghadapi wanita yang punya banyak cara seperti Nasya. Mungkin kebersamaan mereka bertahun-tahun dulu lah yang membuat Mas Fahry waktu itu selalu luluh dan t
Read more
112
Ternyata beberapa hari setelahnya pekerjaan Mas Fahry makin padat. Di hari di mana aku memintanya untuk tidak pulang malam, ia justru pulang tengah malam. Aku masih terjaga saat ia dengan pelan mencium keningku dan berbisik maaf. Aku memilih pura-pura tertidur agar ia tak merasa bersalah, padahal aku baru bisa tertidur lelap setelah ia berbaring di sebelahku dan lengannya melingkar di pinggangku.Hari-hari berikutnya pekerjaannya juga padat. Sudah tiga hari ini ia bahkan tak sempat makan malam di rumah bersamaku dan ibu. Menurut cerita Mas Fahry, beban pekerjaannya masih sama seperti saat dia masih menjadi kepala arsitek, mungkin karena beberapa pekerjaan memang sudah dikuasainya dengan baik jadi tanggung jawab itu tetap dibebankan di pundaknya.“Kemarin beberapa petinggi perusahaan memangil aku, Tan. Menurut mereka kemungkinan besar aku akan kembali dipromosikan ke jabatanku sebelumnya, karena memang aku masih memegang beberapa pekerjaan di posisi itu,” ucapnya tadi pagi saat kami se
Read more
113
PoV Fahry.Hatiku rasanya terbagi dua sesaat setelah mengakhiri telepon dari Tania. Aku takut akan kembali menimbulkan masalah akibat memenuhi keinginan Roy tadi. Roy tadi dengan wajah panik mendatangiku saat aku sedang berkonsentrasi dengan pekerjaanku.“Nasya, Ry! Nasya!” Serunya.Aku bingung, namun raut wajah panik Roy mengatakan ada sesuatu yang terjadi. Lalu dengan tangan gemetar Roy menyerahkan ponselnya padaku. Kusipitkan mataku menatap layar ponsel Roy yang menyajikan percakapannya dengan kontak yang diberi nama “Bik Inah”.“Siapa?” tanyaku masih tak mengerti.“Asisiten rumah tangga Nasya. Lu lihat kiriman video terakhirnya deh.”Aku penasaran, membuka video yang dimakud Roy.“Astaghfirullah!” pekikku tertahan.Vidoe itu memperlihatkan sosok seorang wanita hamil dengan rambut acak-acakan, yang sedang tertawa dan menggumam sendiri, lalu tak lama kemudian menangis meraung dan memukul-mukul perutnya yang terlihat buncit. Nasya! Ya, sosok di dalam video yang berdurasi sekitar 5 me
Read more
114
“Pakai mobilku aja, lu yang joki!” Kulemparkan kunci mobilku padanya.Aku sengaja menyuruhnya memakai mobilku agar nantinya aku bisa segera pulang kembali ke Jakarta setelah urusan Nasya berada dalam penanganan orang yang tepat.Aku masih memutar-mutar ponselku di tangan, memilih kalimat yang tepat untuk mengabari Tania mengenai keberangkatanku kali ini ke Bandung ketika justru Tania lah yang menelepon duluan. Ragu-ragu, aku menjawab telepon dari Tania. Rasa bersalah semakin menguasai ketika ternyata Tania menelepon karena ingin aku pulang lebih awal hari ini. Bagaimana ini? Aku melirik Roy yang sedang berkonsentrasi menyetir. Ah, seharusnya tadi aku mengabaikan ajakan Roy. Apakah Tania akan memahami alasanku kali ini? Atau aku akan kembali menggoreskan luka di hatinya?Dengan hati-hati kukatakan pada Tania jika aku sedang berada di jalan menuju Bandung. Jujur saja, aku terbata-bata saat harus kembali menyebut nama Nasya pada istriku. Namun di luar dugaanku, Tania justru mengatakan ka
Read more
115
Nasya tersenyum semringah saat keluar dari kamarnya diiringi oleh Bi Ina. Ia menghampiriku dan sama sekali tak memperdulikan Roy yang justru dari tadi menunggu dengan gelisah di depan pintu kamarnya.“Kupikir aku hanya berhalusinasi, Mas. Rupanya Mas Fahry memang ada di sini.”Aku sedikit menggeser dudukku ketika Nasya duduk di sampingku.“Kita mau ke mana?”Aku bergeming, melirik Roy yang menatap tajam ke arah kami.“Hari ini ulang tahun Mas Fahry, kan? Aku senang Mas Fahry mengunjungiku kemari.”“Sebentar ya, Sya. Aku mau bicara dengan Roy dulu.”Kutinggalkan Nasya yang kemudian menatap tak suka.“Dia kalau gini kelihatan normal. Terus mau kita bawa ke mana dia?” tanyaku pada Roy dengan suara pelan.“Gue juga bingung. Tapi lu liat sendiri kan tadi dia seperti apa kalau lagi kumat? Apa mungkin kita bawa ke rumah sakit aja dulu.”Aku meremas kasar rambutku.“Lu putusin segera, Roy! Gue enggak mau lama-lama di sini. Istri gue nungguin gue!” Aku mulai emosi.Roy menatapku, masih dengan
Read more
116
“Nilam pun merasakan hal seperti itu saat berhadapan dengan Mas Lukman. Nilam pernah mencintainya, lalu kemudian hubungan kami harus terpisah. Sekarang, saat melihatnya dengan segala problema hidupnya, Nilam masih sering merasa iba. Mas Lukman meski punya kuasa di perusahaannya, meski terlihat sangat perkasa karena sering berganti-ganti wanita, tapi sebenarnya dia rapuh. Hanya pada Nilam lah dia mau jujur, hanya Nilam lah yang tau apa sebenarnya yang sedang bergejolak dalam hatinya. Nilam tau dia selalu merasa kesepian, dia tak punya siapa-siapa, dia juga tak mungkin punya keturunan setelah vonis mandul yang diterimanya. Dan Nilam tak pernah bisa mengabaikannya, meski pun Nilam sadar Nilam sudah punya Mas Gibran.”Aku terenyuh mendengar cerita Nilam. Tak menyangka jika gadis lincah itu punya masalah yang sama denganku. Sungguh ikatan masa lalu ini tak bisa benar-benar pergi dari kehidupan kami masing-masing.“Kamu masih sering menghubungi Hasan Lukman?”"Tidak sering, aku dan Mas Lukm
Read more
117
Sudah tengah malam saat aku dan Nilam tiba di rumah. Rasa lelah setelah bolak balik Jakarta – bandung – Jakarta membuat seluruh tubuhku merasa pegal. Kupersilakan Nilam masuk ke dalam kamar Khanza, karena ia memang sering tidur di kamar itu ketika sedang menginap di rumah kami.“Sepertinya Tania sudah tidur, Dek. Kamu istrirahat dulu, ya.”Nilam mengangguk dan segera menghilang dari pandanganku, masuk ke kamar Nilam. Dengan hati-hati kubuka pintu kamarku dan Tania, beruntung Tania tak mengunci pintunya, mungkin ia juga sedang menungguku.Dalam remangnya lampu tidur, aku melihat tubuh istriku itu berbaring memunggungiku. Ada rasa cemas di dalam hati, apakah Tania akan marah dan protes atas kepergianku ke Bandung kali ini?. Kurebahkan tubuhku di sampingnya setelah terlebih dahulu membersihkan tubuh. Ya, aku memilih mandi agar tak ada bekas-bekas aroma Nasya yang mendekapku erat saat membawanya ke rumah sakit tadi. Paling tidak, ini adalah usahaku untuk datang dengan tubuh bersih dari Na
Read more
118
Kilau cahaya mentari pagi yang masuk melalui celah gorden kamarku membuatku menggeliat dari tidurku. Kuraba ruang di sebelahku, tak ada lagi Tania di sana. Tentu saja Tania sudah bangun lebih dahulu karena ini memang sudah pagi, lagi-lagi aku melewatkan salat subuh. Semalam aku tak bisa memejamkan mata membayangkan bagaiman nantinya respon Tania. Kulirik nakas di sebelah tempat tidurku, tak ada lagi bingkai foto Tania dan Mas Farhan disana. Padahal semalam aku meletakkannya di sana. Mungkin Tania sudah menyimpannya kembali.Ibu menatapku dengan tatapan sinis saat aku keluar dari kamar.“Tania dan Khanza ke mana, Bu?”“Ibu kecewa padamu, Nak. Kenapa kamu terus-menerus melakukan kesalahan yang sama? Bukankah hanya orang bodoh yang jatuh berulang-ulang dalam kesalahan yang sama? Tapi kamu tak bodoh, Nak. Kamu anak ibu yang paling cerdas.”Aku memejamkan mataku, merasa bersalah pada ibu. Lalu aku menarik tubuh wanita renta itu dalam dekapanku, mencari kekuatan di sana.“Fahry lelah, Bu.”
Read more
119
Kebahagiaan melingkupi keluarga kami setelah info mengenai kehamilan Tania tersebar. Tak hanya ibuku, tapi juga ibu mertuaku juga kerap datang dan membawakan berbagai macam makanan untuk Tania. Kali ini aku berjanji akan benar-benar menjaga Tania agar tak mengalami keguguran lagi seperti yang pernah di alaminya waktu itu.Tania pun tak mengalami kondisi mengidam yang parah, ia hanya tak suka dengan beberapa aroma tajam. Yang berubah hanya satu, Tania semakin manja padaku. Kondisi ngidam yang menguntungkan bagiku, karena jika sedang bersamanya, Tania akan selalu bergelayut manja padaku. Ia juga sangat suka menghirup aroma tubuhku, membuatku sedikit kerepotan jika ia justru melarangku untuk mandi karena menyukai aroma keringatku. Namun aku menikmatinya, menikmati semua perubahan ajaib Tania seiring dengan perutnya yang semakin hari semakin terlihat membuncit.Sesekali ketika sedang di kantor, Roy juga masih bercerita padaku mengenai kondisi Nasya yang ternyata hingga saat ini masih menj
Read more
120
“Kamu udah kayak dokter beneran deh, Sayang,” kataku saat Tania menjelaskan dengan detail mengenai hasil pemeriksaannya.“Iya, Mas. Aku menghapal semua yang dikatakan dokter agar aku bisa kembali menceritakannya padamu.”Aku terkekeh. Lalu meraih tubuhnya, menenggelamkannya dalam dekapanku.“Kenapa nggak minta kuantar aja sih, Tan. Kan aku bisa dengar langsung dari dokter beneran bukan dari dokter gadunganku ini.”Ia tak menjawab, hanya mencubit kecil pingganggku ketika aku menyebutnya dokter gadungan. Lalu kemudian kami tertawa bersama. Ah, indahnya masa-masa ini. Walaupun sesekali aku melihat Tania terlihat lebih pucat dari biasanya, tapi kurasa itu adalah hal yang wajar, sebab ia tengah mengandung.***Berita yang kudapat berikutnya dari Roy adalah tenyata bayi Nasya yang terlahir sebelum waktunya tak dapat bertahan hidup. Menurut Roy, selain karena terlahir prematur, kondisi bayi Nasya juga memang kurang nutrisi mengingat selama hamil Nasya tak pernah mengurus dirinya sendiri, apa
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
16
DMCA.com Protection Status