All Chapters of AKU TANPAMU: Chapter 131 - Chapter 140
152 Chapters
131
PoV Fahry“Fahry! Nilam! A-apa yang kalian lakukan?” Gibran berseru saat melihatku memeluk Nasya di samping mobilku di arean pemakaman Hasan Lukman.Buru-buru kulepas dekapanku pada Nilam sebelum Gibran menduga yang tidak-tidak.“Hei, Gib. Itu tadi gue lagi nenangin Nilam, dia baru saja ketemu Nasya. Lu jangan salah sangka bro!” Terus terang saja aku merasa tak nyaman ketika Gibran memergokiku memeluk kekasihnya.Gibran mengangguk, melirik Nilam sejenak kemudian menawarkan padaku dan Nilam untuk makan siang bersama sebelum balik ke Jakarta. Nilam sendiri hanya menunduk dan mengikutiku dan Gibran, bahkan dia juga tak terlibat pembicaraan apapun dengan Gibran. Mungkin dia masih sedih dan terpukul mendengar kecelakaan yang menimpa Hasan Lukman, mantan kekasihnya. Atau mungkin juga ia masih kesal dengan perlakuan Nasya tadi.Saat makan siang di salah satu restoran terkenal di Kota Bandung pun, Nilam tak banyak bicara. Ia bahkan lebih memilih duduk di sampingku dari pada di samping Gibran.
Read more
132
“Nilam nggak akan nikah sama Mas Gibran, Mas. Kami ... kami sudah putus.”“Hahh?” Aku terkejut mendengarnya. “Sejak kapan?””Sebulan setelah pulang dari Bandung waktu itu.”“Kok Mas nggak tau? Gibran juga nggak ada cerita, padahal biasanya dia selalu cerita apapun padaku.”Nilam menghela napas.“Itu karena selama ini Nilam sebenarnya tak pernah ada di hatinya. Dia dekatin Nilam hanya karena mencari sosok Mbak Tanja dalam diri Nilam. Padahal Nilam dan Mbak Tania dua pribadi yang sangat berbeda.”“Aduh, kok sayang, Dek. Padahal kalian cocok loh, mana udah ... udah ....”“Udah apa?”“Udah cium-ciuman lagi.” Aku ingat ketika mereka berdua berciuman panas di dalam mobilku waktu itu.“Ck! Jangan diingatkan, Mas.”“Makanya kamu harusnya mencontoh kakakamu, Dek. Bagaimana dia menjaga dirinya dan pergaulannya. Tania sangat menjaga dirinya. Kurasa selama hidupnya, hanya Mas Fahran dan aku yang pernah menyentuhnya.”“Jadi Mas Fahry mau bilang Nilam murahan!”Nilam terlihat gusar, lalu meraih str
Read more
133
Beberapa hari setelah kejadian aku kepergok mertuaku ketiduran di kamar Nilam sambil memeluk Baby Ghazy dan Nilam, ibu dan ayah mertuaku serta ibuku dan beberapa kerabat dekatku memanggilku dan Nilam. Ya, kami berdua disidang atas kejadian itu.“Jika Nak Fahry menginginkan Nilam, ayah dan ibu tak melarang,” ucap ayah mertuaku.Padahal aku sudah berkali-kali menjelaskan jika malam itu benar-benar kejadian yang tak disengaja, namun sayang semua keluargaku sudah memandang curiga padaku.“Ibu kurang setuju kamu dengan Nilam, Nak. Tapi ibu juga tak bisa mengabaikan apa yang sudah terjadi dan juga omongan orang-orang sekitar mengenai kalian berdua. Kamu dan Nilam kerap pergi bersama dengan anak-anakmu. Semua itu menimbulkan omongan miring, Nak.” Itu yang dikatakan ibuku padaku sebelum berangkat ke rumah mertuaku untuk disidang tadi.Aku melirik Nilam, terus terang aku sungguh merasa iba bahwa gadis itu telah masuk ke dalam kehidupanku yang kacau saat ini. Namun apalah daya, aku tak mungkin
Read more
134
“Gue rasa apa yang diharapkan keluarga kalian itu wajar, Ry. Lu harus tanggung jawab pada hidup Nilam setelah dia menyerahkan semua waktu dan pikirannya untuk jaga dan besarin anak lu. Anak lu bahkan lebih dekat ama Nilam dibanding lu yang ayah kandungnya, kan?”“Sulit, Gib. Gue hanya menganggap Nilam sebagai adik gue. Bagaimana mungkin gue menikahinya dan tidur seranjang dengan adik gue sendiri.”“Lah, bukannya kemarin udah tidur seranjang dan melukin dia?”“Ck! Sudah kubilang itu kejadian tak disengaja. Gue dan Nilam sama-sama kelelahan sementara Baby Ghazy rewel dan membuatku akhirnya ketiduran di kamar Nilam.”“Tapi kok pakai meluk?”“Entahlah! Mungkin waktu itu gue lagi mimpiin Tania.” Hatiku kembali basah oleh air mata, memikirkan Tania tak pernah membuat hatiku baik-baik saja. Selalu ada rasa rindu yang bergaung di sana, merindukan sosok wanita sempurna itu. Ah, aku merindukan semua tentangmu, Tania.‘Lihatlah aku sekarang, Tania. Lihatlah bagaimana hancurnya hidupku tanpamu. B
Read more
135
Akhirnya aku pun menikahi Nilam, adik iparku, setelah mendapat desakan dari keluarga dan ternyata Nilam pun tak mengajukan keberatan. Berbeda dengan pernikahanku dengan Tania dulu yang diadakan di rumahku, kali ini acara sederhana digelar di rumah Pak Edy, ayah mertuaku. Acara yang sangat sederhana, meski tetap sakral. Acara akad nikah hanya dihadiri oleh beberapa kerabat dekat kami yang mendukung aku dan Nilam menikah. Di keluarga Pak Edy sendiri, ada beberapa kerabat mereka yang tak mau hadir karena tidak menyukai pernikahan ini.Aku bukan tak mendengar ada bisik-bisik yang memojokkanku karena menganggap aku memaksa Nilam untuk kunikahi agar Nilam bisa merawat anak-anakku. Ada pula desas-desus yang mengatakan aku pria yang tak punya hati, menikahi adik iparku sendiri yang usianya jauh di bawahku. Ya, usiaku dan Nilam memang selisih hampir 10 tahun. Nilam baru berusia 20 tahun sedangkan aku sudah hampir memasuki usia 30.“Kasihan Nilam. Aku enggak percaya Fahry menikahinya karena cin
Read more
136
Sepulang dari kafe ngumpul dengan Gibran dan beberapa teman lainnya, aku terkejut saat memasuki kamarku. Kamar yang tadinya berantakan dan bau asap rokok itu kini telah rapi dan wangi. Aku terpaku sesaat di depan pintu kamar, entah kapan terakhir kamar ini serapi ini. Sejak Tania pergi, kamarku menjadi tempat yang menyeramkan bagiku karena semua kenanganku dengan Tania ada di kamar ini. Kucari-cari sosok yang telah membuat kamarku menjadi serapi dan sewangi ini, namun aku tak menemukannya. Hingga akhirnya aku membuka kamar Khanza dan menemukan Nilam sedang tidur sambil memeluk Ghazy di sana.Nilam membuka matanya saat menyadari kehadiranku.“Mas Fahry sudah pulang? Maaf Nilam ketiduran,” bisiknya, sepertinya ia takut Ghazy ikut terbangun.“Kenapa malah tidur di sini?” tanyaku ikut berbisik.“Nggak enak tidur di kamar Mas Fahry. Tadi abis Nilam bersih-bersih langsung ke kamar ini.”Nilam memang sudah terbiasa tidur di kamar Khanza ketika menginap di rumah kami.“Ibu dan Khanza ke rumah
Read more
137
“Maaf, ya, Mas. Nilam belum tau apa saja yang harus Nilam siapkan untuk keperluan Mas Fahry.” Nilam sudah bangun saat aku keluar dari kamar mandi.Pipinya terlihat merona merah saat melihatku keluar hanya dengan belitan handuk putih. “Nggak perlu menyiapkan apa pun, Dek. Mas bisa nyiapin sendiri. Oiya, bagaimana tidurnya semalam?”“Ghazy rewel, Mas. Semalaman nangis. Mungkin karena masih merasa asing dengan kamar ini. Makanya Nilam kesiangan bangunnya.”“Loh kenapa nggak bangunin Mas semalam kalau Ghazy rewel?” Aku bertanya sambil mengambil pakaian kerjaku dari dalam lemari. Ia tak menjawab.“Mas.”Aku menoleh, Nilam seperti sedang ragu-ragu.“Kalau Mas Fahry nggak mau tidur di kamar Mas karena ada Nilam. Nilam bisa kembali ke rumah ayah. Lagian Ghazy juga kelihatan tak betah di sini Mas.”Aku menghampirinya, memegang pipinya dengan telapak tangan kananku. Pipinya terasa panas, atau mungkin karena tanganku yang dingin karena baru saja mandi.“Maaf ya, Dek, kalau Mas udah bikin kamu t
Read more
138
“Bunda di surga ketemu ayah Farhan, Yah?”“Iya dong, Sayang. Bunda dan Ayah Farhan sudah bahagia di sana. Apalagi kalau Khanza dan Ghazy jadi anak baik, tidak membentak Tante Nilam seperti tadi.”Gadis itu menunjukkan penyesalan.“Kalau begitu nanti Khanza minta maaf pada Tante Nilam, Yah. Tapi, Khanza nggak mau panggil bunda pada Tante Nilam, ya.”“Emang ada yang nyuruh Khanza manggil bunda pada Tante Nilam?”“Kata teman-teman Khanza, Yah.”“Jangan dengarkan teman-teman Khanza, Nak. Tante Nilam juga nggak akan memaksa Khanza mau manggil apa. Karena apapun panggilan Khanza padanya, Tante Nilam tetaplah menyayangi kalian berdua, Khanza dan adik Ghazy.”“Ayah juga?”Aku terdiam sesaat. “Iya dong, Sayang. Tante Nilam sayang pada kita semua.”***Sore hari menjelang maghrib aku baru pulang ke rumah. Nilam menyambutku kaku sambil menggendong Baby Ghazy. Aku langsung melirik pakaiannya, takut jika ia berpakaian minim seperti kemarin. Tapi ternyata kali ini Nilam berpakaian sangat sopan, kao
Read more
139
PoV NilamSudah seminggu ini aku berada di rumah ini sebagai istri dari Fahry Aditama, kakak iparku yang akhirnya sekarang menjadi suamiku. Aku sendiri tak mengerti mengapa dengan mudahnya aku mengiyakan dan pasrah saja pada keputusan ayan dan ibu untuk menikahkanku dengan Mas Fahry. Kata-kata demi Ghazy dan demi Khanza selalu jadi alasan utama keluarga besar kami. Kurasa alasan yang sama pula yang dulu membuat Tania menerima lamaran Mas Fahry sepeninggal Mas Farhan.Di malam pertama aku berada di rumah ini, aku benar-benar gelisah semalaman. Selain karena Baby Ghazy rewel, aku pun merasa sedikit tersinggung karena rupanya Mas Fahry tak mau tidur sekamar denganku dan memilih tidur di kamar Khanza. Ya, terang saja aku tersinggung. Aku adalah gadis yang baru pertama kali menikah dan menyandang status istri. Meski aku belum berani membayangkan hal yang lebih jauh mengenai hubunganku dengan Mas Fahry, tapi setidaknya aku membayangkan pagi harinya bisa terbangun sambil menatap wajah lelaki
Read more
140
Kecupan singkat, pujian Mas Fahry dan Khanza pada masakanku, serta ekspresinya yang menurut saat aku memintanya tak merokok di kamar tadi membuatku hari ini menjalani hariku dengan penuh semangat. Khanza dan Ghazy pun semakin akran dan menjadi pelipur lara bagi ibu mertuaku menyaksikan mereka berdua bermain bersama di dalam rumah. Suara-suara khas anak kecil membuat rumah ini terasa kembali ceria, itu yang dikatakan ibu padaku.“Rumah ini terasa mati beberapa bulan terakhir ini semenjak kepergian Mbak mu, Nak. Ibu bersyukur sekarang masih bisa menikmati pemandangan seperti ini. Melihat cucu-cucu ibu bermain bersama.”Aku hanya tersenyum. Satu lagi yang membuatku merasa bahagia, tadi sewaktu kembali ke dapur untuk membereskan peralatan makan Mas Fahry dan Khanza, ternyata semua sudah bersih dan tersusun rapi.“Tadi ayah yang beresin. Katanya biar nggak ngerepotin Tante Nilam.” Itu yang dikatakan Khanza saat aku bertanya.“Nak Nilam.” Suara ibu membuyarkan lamunanku.“Iya, Bu.”“Nak Nil
Read more
PREV
1
...
111213141516
DMCA.com Protection Status