All Chapters of Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu : Chapter 61 - Chapter 70
80 Chapters
Chapter 61
“Diiihh ... Antusias banget.”“Besok kita mau kedatangan tamu dari Bandung. Teman Papa dulu waktu kuliah mau memperkenalkan anaknya sama kamu.”“Kenalin sama Mai? Kok ...?”Aku merasa bingung. Menatap bergantian pada papa dan Kak Sarah.“Iya. Sudah tunggu besok aja. Rencananya memang nunggu kamu pulang dari Jogja. Eh, kebetulan Mai udah datang. Jadi tadi nggak lama kamu datang Papa kasih tahu Ustad Husni. Insya Allah besok mereka datang.”“Memangnya ada apa sih, Pa. Kok Mai nggak dilibatkan.”“Nggak ada apa-apa. Cuma silaturhami kekeluargaan. Sudah lama Papa nggak ketemu Ustad Husni. Eh ... Dengar kabar beliau sibuk berdakwah juga mengelola yayasan yatim piatunya.”Aku mengangguk saja. Meski tak paham arah pembicaraan papa. Kak Sarah cengar-cengir saja. Membuatku jengkel._____Sejak subuh buta Kak Sarah meminta segera bersiap-siap. Berpakaian serapi mungkin. Bi Nah tak kalah sibuk menyiapkan suguhan untuk menyambut tamu. Padahal aku masih mengantuk. Lagi pula aku merasa gelisah dan s
Read more
Chapter 62
"Cinta bukanlah sebuah ketidaksengajaan tetapi satu hal yang telah Allah rencanakan"____“Neng kenapa?”Dia menatapku panik. Aku menggeleng buru-buru. Tentu saja aku tidak ingin mencederai apa yang Papa sudah rencanakan matang-matang.“Nggak apa-apa, Kang. Karena belum sarapan aja mungkin.” Kupaksakan tersenyum menahan sekuat mungkin.Dia tetap menatap cemas. Mimiknya menegang. Meski aku berusaha meyakinkannya Tapi rasa sakit itu bukannya berkurang justru kian mendera. Otot perutku seperti ditarik dengan kuat. Kepalaku serasa berputar. Kali ini dia tak tahan hanya memandangiku yang semakin kesakitan. Dia bangkit menahan bahuku sembari memanggil papa.Menit selanjutnya aku tak sanggup lagi berbicara. Tubuhku gemetar hebat. Keringat dingin bertimbulan membasahi kening dan punggung. Kak Sarah berlari panik memegang pelipisku. Menyusul papa yang berjalan tertatih diikuti ustaz Husni. Keadaan menjadi panik. Kemudian aku menjadi sangat lemas. Terkulai tanpa daya. Dia membopongku masuk k
Read more
Chapter 63
Menjelang waktu dzuhur kang Imam pamit sebentar ke masjid yang masih satu area dengan rumah sakit untuk melaksanakan salat. Sepeninggalnya, papa mengulang kembali menyampaikan mengenai diri Kang Imam. Ya, aku tahu arah pembicaraan papa. Sebenarnya aku ingin menyatakan keberatan. Maksudnya kenapa Kak Sarah dan papa tidak meminta persetujuanku terlebih dahulu. Tapi perkataan papa selanjutnya membuatku mengurungkan niat.“Dia laki-laki yang baik, Mai. Baik iman juga akhlaknya. Papa berharap dia bisa menjadi pembimbing sekaligus pemimpin untuk kamu.”Senyum papa begitu tulus. Jejak usia di gurat wajahnya menitipkan banyak harapan padaku. Papa ... Tapi aku mencintai sosok yang lain. Seluruh perasaanku telah terhempas pada satu nama, satu hati. Dan itu tidak mudah untuk diubah begitu saja. Kubenamkan kepedihan dalam-dalam. Tak ingin ada air mata yang menetes di hadapan orang yang darahnya mengakir di tubuhku. Biarlah takdir-Nya yang menentukan arah dan langkah Lamunanku beterbangan ketika
Read more
Chapter 64
Aku mengangguk. Terus mengulang pertanyaan yang sama. Namun Randy terkesan menutup-nutupi. Berkali-kali mengatakan semua baik-baik saja. Tidak ada yang harus aku cemaskan. Sekali pun meragukan apa yang dia sampaikan. Aku tetap mengangguk mencoba mempercayainya. Barangkali aku terlalu khawatir. Bisa jadi semua memang baik-baik saja seperti yang dia katakan. Tak lebih dari satu jam kami berbincang dia pamit undur diri. Karena harus pergi ke kampus. Ada mata kuliah yang tidak bisa dia tinggalkan.Sepeninggalnya aku semakin gelisah. Tak sabar menunggu dokter melakukan pemeriksaan lanjutan. Setiap detik yang berlalu seperti tusukan jarum yang merajam di bawah kulitku. Nasib baik tak lama kemudian dokter yang melakukan diagnostik sebelumnya muncul. Beberapa pertanyaan dia ajukan dan kujawab semua dengan anggukan. Mengatakan padanya bahwa aku sudah lebih baik dari sebelumnya. Tak ada keluhan yang ku rasakan. Jujur,di bagian ini terpaksa aku berbohong. Sebenarnya punggung masih terasa nyeri
Read more
Chapter 65
Kuabaikan tatapannya. Melenggang tanpa dosa. Memberi isyarat pada Kang Imam agar dia mengikutiku. Dia bergeming. Membatu di tempat. Seiring langkahku yang menjauh.Dalam perjalanan menuju rumah Kang Imam tak banyak bicara. Seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Dia bertanya mengenai hubunganku dan Akhtar juga Shaili. Kujelaskan secara singkat. Dia mengangguk mengerti. Meski di ekspresinya masih banyak tanya yang ingin dia ajukan.”Sepertinya dia memiliki perasaan begitu dalam sama Neng.” Tebakannya lumayan mengejutkanku. Mataku terangkat. Memandanginya lekat-lekat. Lalu perlahan menggeleng.“Kami bukan siapa-siapa bagi satu sama lain,” lirihku dengan sedih. Melempar tatapan.“O ya?Aku tak merespons.Hening lagi.Hingga tiba di rumah. Tak lebih dari satu jam kami berbincang. Dan inti dari pertemuan hari ini adalah dia ingin mengenalku lebih dekat. Dan berharap kami menemukan kecocokan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Sebenarnya bisa saja aku langsung menolak ga
Read more
Chapter 66
"Kelak jika kita telah menemukan tujuan sebagai pemberhentian masing-masing. Aku berharap kita masih berkenan saling mengingat dan tak segan saling menyapa ketika berjumpa sebagai sahabat lama. Tanpa ada dendam."______Akhtar, apa aku sedang bermimpi atau kau yang mengigau?Entalah ...“Maafkan saya. Saya tidak bisa melepaskan kamu Mai. Tidak bisa .... “ Dia mendesis lirih. Menyelusup ke telinga. Menggetarkan hati “Saya mencintai kamu. Sampai kapan pun akan tetap mencintai kamu. ““Akhtar, apa saya bermimpi?”Sekali lagi kuangkat kepala. Menatap wajahnya lekat-lekat. Meyakinkan diri bahwa aku tidak sedang bermimpi atau berimajinasi. Dia benar ada. Bahkan kami tak berjarak.“Tidak Mai. Kamu tidak sedang bermimpi. Semua nyata. Perasaan saya nyata. Bahkan jika bermimpi lebih memungkinkan untuk bisa sedekat ini dengan kamu saya rela untuk tidak terbangun selamanya.”Aku tidak tahu perasaan apa yang menguasaiku saat ini. Seolah sebuah gelembung yang berisi air pecah dalam dadaku. Meruahka
Read more
Chapter 67
“Maaf, Pak Ustaz, saya masih ragu menentukan keputusan. Masih butuh waktu untuk mengenal Kang Imam lebih jauh, andai diizinkan. “Aku merasa gugup luar biasa menjawab pertanyaan yang akan menentukan kehidupanku ke depan. Bayangan wajah Akhtar bagai siluet yang berlintasan di kepala. Memberatkan langkah. Tapi mempertimbangkan kebahagiaan orang yang menyayangiku lebih utama. Aku tidak ingin beliau kecewa untuk kesekian.Papa ... Rasanya aku ingin berlari dari kenyataan. Aku ingin bahagia bersamanya bukan orang yang ada di depanku sekarang. Bagaimana jika aku tetap memaksakan diri untuk terikat dengannya namun hatiku milik orang lain? Bukankah itu sebuah pengkhianatan yang amat menyakitkan.“Nggak apa-apa. Jangan dijadikan beban.” Ustaz Husni tersenyum kecil. “Lebih cepat lebih bagus. Masalah perkenalan bisa dilanjut setelah menikah. Tapi kalau Nak Mai merasa masih ada ganjalan, ya ... Baiknya mantapkan dulu. Kita sebagai orang tua Cuma bisa mendoakan dan memberi saran terbaik.”Aku meng
Read more
Chapter 68
Ya, sebenarnya aku tidak tahu. Hatiku diliputi keengganan. Rasanya ingin mengangkat tangan ke udara dan mengatakan “aku menyerah!” aku keberatan meneruskan kesepakatan ini.Cukup panjang aku dan Kang Imam bercengkerama. Tidak satu kata pun yang menambah keraguanku. Hanya satu halnya tidak bisa kuubah sekuat apa pun aku berusaha. Perasaanku padanya. Ruang yang kusediakan untuknya, kosong. Hampa bahkan untuk seurai harapan. Maafkan aku ....Di tempat bekerja termangu-mangu. Menatap tanpa minat layar laptop yang kursornya berkedip-kedip. Laporan keuangan bulan ini kuselesaikan setengah hati. Mengabaikan salah ketik pada kolom keterangan. Akhh .... Aku benar-benar suntuk. Sepulangnya aku dikejutkan dengan kedatangan Shaila dan Shaili. Mereka berteriak-teriak menyambutku yang akan memarkir mobil ke dalam garasi. Aku menyangka mereka datang bersama Akhtar ternyata Randy yang mengantar mereka. Dan mengatakan bahwa Akhtar sudah dua hari berada di Tokyo, Jepang. Hati teriris mendengar itu. Ba
Read more
Chapter 69
“Iya. Tenang aja. Kita bakalan jagain Mama Mai dengan baik. ““Terima kasih.”“Papa, tunggu. Ada yang Shaila mau bicarakan.”“Apa. Kok sepertinya serius sekali.”“Boleh nggak kalau kita tinggal sama Mama Mai selamanya.”Tawa Akhtar mendadak lenyap.Senyap. Shaila, Shaili berpandangan. Dan aku tiba-tiba merasa tegang menunggu responnya.“Eum ... Bagaimana kalau Papa pulang nanti kita bicarakan lagi.” Suara Akhtar kembali terdengar. Meski tampak kecewa di raut wajah mereka tetapi dua makhluk cantik itu mengangguk sepakat.“Baiklah.”“Ya sudah sampai ketemu ya.”“Papa jaga diri disana. ““Jangan ngelamun teruuussss ...” Shaili nimbrung. Membuat tawa Akhtar kembali berderai.“Shaili gitu amat. Memangnya kapan Papa ngelamun?”“Sering.” Mereka menjawab kompak.Aku yakin saat ini Akhtar salah tingkah. Tak menyangka gelagatnya tak luput dari pengamatan dua putrinya.“Kamu jaga kesehatan.” Dia mengingatkan ketika ponsel dikembalikan padaku. Lidahku menjadi kaku untuk menjawabnya. “Iya. Terim
Read more
Chapter 70
"Betapa pun terjalnya jalan yang harus di tempuh. Cinta selalu punya cara untuk saling menemukan."_________“Bagaimana kabar Kang Imam?” Kak Sarah bertanya saat kami berada di sebuah swalayan untuk berbelanja bulanan.“Kok nanya sama Mai sih? Ya, mana tahu,” tukasku sebal. Lagian ada-ada saja memangnya aku emaknya yang selalu tahu keadaan Kang Imam.“Iih, jutek amat! Pasti mikirin Akhtar lagi.“Sok tahu.”“Udah jangan bohong. Nggak satu pun hal yang membuat kamu begitu uring-uringan. Kecuali laki-laki itu.”Mata Kak Sarah mendelik. Mengamati air wajahku. Aku membuang muka. Berjalan ke pojok buah-buahan dengan tidak berminat. Memasukkan pisang, durian, melon dan apel ke dalam keranjang secara sembarang kemudian tergesa mendorong troli menuju kassa. Meninggalkan Kak Sara yang masih celingukan mencari beberapa barang dalam daftar yang di pegang sedari tadi. Terserah saja. Yang terpenting aku sudah menyelesaikan bagianku : sayur dan buah.Dalam perjalanan pulang dia masih berusaha mengor
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status