Semua Bab CALON MERTUAKU : Bab 91 - Bab 100
108 Bab
Pertolongan Pertama
Sudah satu minggu aku mendekam dalam penjara, dan aku masih nggak mau buka mulut siapa orang tuaku. Aku takut mereka tahu kelakuan anak gadisnya yang sudah nggak gadis lagi sejak lama. Apalagi aku melepas gemilangnya jenjang karir karena cinta buta sama calon mertuaku. Aku takut Papa jantungan, karena dari dulu Papa paling membanggakan aku di depan saudaranya.Sudah satu minggu juga Om Andi nggak menampakkan diri. Ke mana dia? Apa bener-bener lupa sama aku? Setega itukah Om denganku? Atau jangan-jangan aku saja yang selama ini sudah dibutakan dengan cinta? Ah, sakit kepalaku memikirkannya.Bolehkah aku bilang aku menyesal? Aku jadi merindukan hidupku yang dulu bersama Bang Angga. Memang semua berubah saat aku mulai menginginkan Om Andi secara berlebihan, padahal temanku sudah memberi nasehat agar aku menyudahi kegilaan ini. “Ncik, assalammualaikum,” ucap salah satu officer. “Wa’alaikumsalam,” jawabku dengan rasa malas. “Ncik, kalau tiga hari lagi tak ade juge jawaban, Ncik akan k
Baca selengkapnya
Terperangkap
“Indah Nora Diana,” panggil salah seorang officer perempuan ketika aku menundukkan kepala di dalam sel tahanan. “Yes, Madam,” sahutku. “Ade yang menjamin Ncik, kerabat dari Indonesia. Die datang membawa surat nikah dan segala macam bukti kalau Ncik orang baik bukan pekerja haram.” “Hah, kenapa bisa?” Tebakanku orang itu pasti Om Andi. Tapi kok, dia bisa bebaskan aku.“Dia bawa peguam (pengacara) terkemuka di sini, Ncik. Jadi kami pun tak ade hal untuk menahan Ncik lagi. Temuilah kuase hukum Ncik di luar.” Aku ikut saja menemui yang katanya peguam itu. Aku duduk berhadap-hadapan dan wajahnya asing. Om Andi pun tidak ada di sini. “Dengan saudari Indah Nora Diana?” Dia menjabat tanganku. “Iya, saya sendiri.” Kemudian dia menjelaskan dalam bahasa Inggris jikalau salah satu kliennya membayar mahal agar aku bisa bebas. Semua tanda kependudukanku dibawanya, termasuk buku nikah dengan lambang burung garuda juga KK di mana Andi Harun adalah kepala keluarga dan aku istrinya. Wow, kebohon
Baca selengkapnya
Tak Berdaya
Aku masih di kamar hotel, selesai mandi dan bersih-bersih. Entah sudah yang keberapa kali kami seperti ini, tapi untuk lari juga tidak bisa. Kamar dia kunci, handphoneku tidak ada dan ada sosok lain sudut kamar. Lama-lama aku terbiasa melihat makhluk menyeramkan ini. Harusnya aku dengarkan kata Kimmi. Sekarang, nasi sudah menjadi bubur. Aku ingin pergi darinya, aku tak mau selama-lamanya jadi budak cinta pemuas nafsu. Saatnya mengedepankan logika dibandingkan cinta. Baru saja dibicarakan, Om Andi pulang. Dia berjalan agak terhuyung, mungkin habis minum. Aku tak mau mendekat ke arahnya.“Nora!” panggilnya dengan nada tinggi. “Hmm.” Aku hanya jawab itu saja. “Nora, sini!” Tangannya melambai ke arahku. Mulanya aku enggan.“Iya, Om, kenapa?” tanyaku dan dia menarikku sangat kuat. “Lihat ini.” Dia memamerkan bekas lisptick di kerah baju dan lehernya, jangan lupakan di bagian dada. Mengerikan sekali nafsunya, kupikir denganku sudah cukup tadi. “Ya, terus?” “Kamu sama saja dengan mere
Baca selengkapnya
Hantu Peliharaan
Aku tahu di desa ini akan dibangun pesantren, dan aku benci itu. Artinya syiar Islam akan kembali hidup seperti saat Haji Yunus, Sahrul, dan Nora istri pertamaku masih ada. Tidak bisa dibiarkan, desa ini bisa kembali ramai dan aku serta hantu peliharaanku bisa terusik. Bisa-bisa kekuasaanku berkurang. Dan aku bisa jatuh miskin seperti dulu. Tak akan kubiarkan. Siapa yang harus aku bunuh duluan?Sudah pasti Rizal akan terlibat. Anak kecil yang sekarang sudah dewasa sekali itu alot sekali nyawanya. Beberapa kali peliharaanku mencoba untuk membunuhnya tapi selalu gagal. Ujungnya mereka kembali dengan tubuh mengepulkan asap, tetapi apa pun yang terjadi pembangunan pesantren itu harus gagal. “Om, mau ke mana?” tanya Nora. Kuperhatikan sudah beberapa hari ini wajahnya pucat. “Bukan urusan kamu, tunggu saja di rumah.” “Awas nanti mati digigit ular, Om.” Dia tak pernah lagi ramah dan manja padaku seperti dulu. Sebenarnya aku rindu dengan gayanya yang dulu centil dan apa ya mentel begitul
Baca selengkapnya
USG
Pisau yang aku ingin gunakan untuk bunuh diri terlempar begitu saja. Aku tahu pasti siapa yang melakukannya. Tentu saja hantu-hantu peliharaan Om Andi. Bingung, situasi itulah yang aku hadapi. Bagaimana cara bicara dengan kedua orang tuaku nanti. Bagaimana cara menyelamatkan anak ini dari terkaman ayahnya. Terutama caraku menyelamatkan diri. “Nora, kamu tenang dulu. Bunuh diri tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Sudah dua kali kamu seperti ini.” Dengan entengnya Om Andi bicara seperti itu. Padahal karena dia aku jadi hampir gila dan depresi.“Semoga nyawa, Om, dicabut duluan sebelum anak ini lahir.” Aku tak peduli walau nanti anakku lahir tak berayah. Toh, secara hukum agama bayi dalam kandunganku hanya milikku saja. Mereka tidak akan butuh bapak iblis.“Tidak akan, Om punya perjanjian panjang umur dengan hantu peliharaan Om.” “Kita lihat saja nanti, Om, siapa yang menang. Ilmu hitam punya Om atau takdir.” Aku berjalan meninggalkan dia. Aku tak mau lagi satu kamar dengannya. L
Baca selengkapnya
Ayahku
“Bro, itu hapemu bunyi.” Seorang teman menepuk pundakku. Aku sedang membaca pesan dari Widuri—calon istriku, kurang lebih satu setengah bulan lagi kami akan menikah. Lekas aku lihat ponsel, tidak ada panggilan masuk. Lalu aku ingat-ingat lagi. Bunyinya masih terdengar bahkan sampai dering ketiga. Oh, iya, handphone Bang Angga aku bawa tadi pagi karena baterainya aku cas sampai penuh. Takut ada yang mencarinya. Segera saja aku jawab dan katakan aku siapa dan jika ada hutang dengan Bang Angga bisa menagih padaku.“Halo, Anton, ini Indah, calon istri Bang Angga dulu.” Oh iya, Kak Indah, aku ingat. Kami pernah bertemu di rumah ayahku hari itu. Heran saja aku dengan dia, kenapa mau tinggal di sana. Diajak pulang juga tidak mau padahal aku bisa bantu mencarikan speed boat dari arah yang berbeda. Ditambah rumah ayahku sangat seram seperti sarang hantu.Aku bertanya ada keperluan apa Kak Indah menelpon Bang Angga. Lalu dia bercerita secara singkat padat dan jelas, hal ini membuat profesiku
Baca selengkapnya
Panggilan Kemanusiaan
Aku mencatat semua keterangan yang diberikan oleh mama Kak Indah. Termasuk pula nama yang katanya menculik Kak Indah, nama desa, kabupaten, yang sebenarnya aku tahu semuanya. Aku tidak pernah mengatakan siapa diriku.“Adek ini siapanya Indah?” tanya beliau. Kalau aku bilang adiknya Bang Angga bisa jadi beliau shock. “Saya temannya, Bu, dulu masih sering jumpa sebelum Indah menghilang.” “Tolong ya, Nak, Ibu jadi nggak bisa tidur. Gimana ceritanya Indah bisa diculik padahal ngakunya ke Malaysia.” Mama Kak Indah menangis. Kurasa dia belum tahu berita kalau anaknya hamil. Kalau aku beritahukan takutnya tiba-tiba kena serangan jantung. “Baik, Bu, kalau begitu saya permisi dulu. Insya Allah saya akan usahakan membawa Indah kembali dalam keadaan sehat wal’afiat.” Aku berdiri dan salaman dengan beliau. “Nak Anton sendirian saja? Nggak bawa petugas yang lain,” tanya beliau yang cukup jeli juga. “Ada nanti petugas tambahan. Kalau begitu saya pamit, assalammualaikum.” Lekas aku keluar dari
Baca selengkapnya
Perlawanan
Bagian 42 Perlawanan Aku naik ke lantai dua. Tak lama setelah itu gangguan sudah saja dimulai. Ada yang memainkan rambutku, ada yang menggeser tasku. Aslinya aku takut, tapi demi tugas menyelamatkan orang yang sudah telanjur bucin, jadi aku beranikan diri sajaDari lantai dua aku melihat ayah keluar dan menggunakan motor lama kami yang masih ia simpan. Aku mengganti baju dan berbaring sebentar. Baru sebentar merebahkan diri suara Kak Indah sudah terdengar.“Ya, Kak, sebentar, jangan masuk kamar. Nggak baik.” Aku mengingatkannya, takut kelewatan. Aku tahu dia ketakutan, tapi dia harus tahu batasan juga. Cukup Bang Angga dan ayahku saja, jangan aku lagi.“Anton, tolong bawa Kakak keluar dari rumah ini.” Kak Indah bicara sambil mengintip ke lantai satu. Aku tahu dia takut ayah kembali. Aku ingin menjawab, tapi tiba-tiba saja vas bunga yang entah berasal dari mana terlempar ke arah kami. Untung aku dan Kak Indah sempat merunduk. “Anton, di sini banyak hantunya.”“Saya tahu, karena itu
Baca selengkapnya
Muntah Darah
Seketika imanku serasa runtuh melihat kepala yang tadinya menggelinding kemudian terbang memutar ke arahku. Aku diam, kaku, dan mendadak serasa dingin dari ujung rambut sampai kaki, lalu … “Anton, pergi! Jangan diem aja!” Suara jeritan Kak Indah membuatku tersadar. Aku bisa melihat satu demi satu penghuni lantai dua menatapku dengan aneh. Kepala terbang itu kembali menyatu di tubuhnya, kemudian si nenek yang berjalan perlahan-lahan ke dekatku. Aku berlari seperti kata Kak Indah. Lari saja terus asalkan keluar dari lingkungan rumah ayah, tentu sambil meneriakkan Allahu Akbar berkali-kali.Sampai juga akhirnya aku di depan jalan yang dilalui banyak orang saat siang, ya malamnya tentu saja sepi. Bagaimana tidak sepi, memang seram sekali seperti sarang hantu di rumah Ayah. Aku melangkahkan kaki menuju rumah Bang Rizal. Hanya dia orang yang bisa dimintakan tolong mengenai kejadian yang menimpa Kak Indah. “Nggak pakai listrik, Bang?” tanyaku saat Bang Rizal mempersilakan masuk. “Tak a
Baca selengkapnya
Tirakat
Dua orang istri dari Bang Rizal dan Bang Dani telah dibawa ke ruang UGD. Kami bertiga menunggu di luar. Aku menepati janji mengurus administrasi saudara jauhku, sebab aku tahu uangnya di kantong mungkin tidak banyak. “Dah, tak ape. Untuk Rizal biar saye saje yang bayarkan.” Bang Dani mencegahku menangani pembiayaan. “Nggak apa-apa, saya sudah janji.” Aku harus menjaga ucapanku. “Saye takutnye uang itu ade sangkut pautnya dengan Pak Cik Andi. Bang Rizal nanti bisa jadi korban. Saye butuh Bang Rizal untuk melanjutkan pembangunan pesantren.” Ucapan Bang Dani melukai harga diriku. Tanpa sadar aku membanting pena di depan perawat yang sedang menanti tanda tangan kami. Aku menatap matanya, pun dengan dia. Kami sama-sama berkeras. Uang ini adalah murni uang hasil kerjaku. “Sudah, sudah. Begini, Bang Dani, saye dah sepakat untuk pinjam uang Anton, tak payahlah Abang bayarkan.” Bang Rizal melerai kami. Sesaat setelahnya kami sama-sama menarik napas.Kami menunggu hingga kedua istri dikel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status