All Chapters of Mahar Sepuluh Ribu : Chapter 21 - Chapter 30
114 Chapters
21. Sidang Yang Penuh Drama
Ajeng mengelilingi rumah yang pernah ia tinggali sebelumnya, ada sesuatu yang hangat menjalar seluruh tubuhnya seakan membawanya ke masa di mana hidupnya bahagia bersama mendiang ayahnya. Seperti apa wajah ayah? Tentu, Ajeng tidak mengenalinya."Selamat pagi non, Ajeng, silahkan di minum teh hangatnya," ucap seorang wanita paruh baya, wanita seusia ibunya berdiri dengan nampan di tangannya."Terima kasih Bu—" ucap Ajeng, tidak tahu harus memanggil apa pada wanita di depannya."Mbok Nah, non. Ini teh kesukaan non waktu kecil. Di sini, kita selalu bersembunyi dari nyonya dan tuan karena non selalu meminumnya meski sudah di larang," ucap mbok Nah, menyela ucapan Ajeng.Ajeng tersenyum tertarik mendengar kisah hidupnya di masa lalu."Jadi mbok tahu siapa aku? Bagaimana aku kecil dulu?" tanya Ajeng, antusias."Tentu saja, mbok tahu siapa non Ajeng, bahkan kita sering menghabiskan waktu di sana," tunjuk Mbok Nah, Ajeng mengikutinya. Taman kecil di samping kolam ikan dan tak jauh dari sana a
Read more
22. Menyakitkan
"Maaf non, Bu Sekar, mobil tadi terhalang jadi saya harus menunggu pemilik mobil yang menutupi mobil Bu Sekar, datang," ucap pria di depannya penuh sesal."Tidak apa-apa pak Ardi," sahut Bu Sekar.Berdua naik mobil yang mewah setelah dibukakan pintu oleh pak Ardi. Perlahan mobil itu pun melaju meninggalkan pengadilan agama membutuhkan waktu untuk sidang berikutnya selama itu pula Ajeng pun dilarang untuk keluar rumah terlebih kondisinya dan teror yang terus-menerus di terima dari Bu Ida."Bu maafkan aku, seandainya waktu itu aku mendengarkan kata-kata ibu, kejadian ini tidak akan terjadi pada kita dan aku–" ucapan Ajeng, terhenti Bu Sekar menggeleng."Untuk apa kamu terus-menerus meminta maaf pada ibu? Kamu tidak bersalah. Ini semua karena takdir ini ujian untuk kamu dan Allah tahu jika kamu mampu untuk melewatinya," Ajeng merebahkan kepalanya di pangkuan sang ibu, entah bagaimana rasanya saat ini untuk ia gambarkan, rasa terima kasih dan bahagianya memiliki Ibu yang begitu perhatian
Read more
23. Menyakitkan 2
Disampingnya, Tyas berbisik manja pada ibunya. "Aku tidak betah di tempat ini. Kita cepetan pulang ya, Bu!" ujar Tyas, mengibaskan dress nya yang tidak sengaja bersentuhan dengan orang lain."Benar, tempat ini terlalu kumuh." Bisik Tisna mencebik. "Ck, kumuh tetapi wanita-wanita di tempat ini lumayan." Tisna adik kandung Dimas menatap wajah adik iparnya. "Cantik, pintar juga Dimas cari istri ya, walau pun orang kere," ujar Tisna, masih di dengar oleh ibu dan adiknya."Kau ini, wanita di sini memang cantik. Tapi sayang, mereka tidak pantas bersanding dengan orang seperti kita. Tempat mereka di sini, bukan di istana kita atau istana yang lainnnya." Sengit Bu Ida.Berdua mengangguk mengiyakan ucapan Ibunya mengenai wanita di sana. Tatapan tidak suka terlihat jelas di sana terlebih melihat kedua mempelai duduk di pelaminan dan antrian orang-orang untuk memberi selamat memanjang. Ida, Tisna dan Tyas asik memakan apa saja yang tersaji di meja prasmanan. Sesekali Sekar menatap mereka hera
Read more
24. Menyakitkan 3
Bu Sekar mendekat di sambut Ajeng. Ia mengadu pada Ibunya tentang keinginan Dimas dan ibunya yang pulang saat itu juga. "Bu, kata Mas Dimas, aku diajak pulang ke rumahnya setengah jam lagi. Bagaimana menurut ibu? Aku ingin menolak karena nanti sore ada teman yang akan datang. Pesta pernikahan ini juga belum selesai," lirih Ajeng menumpahkan kegalauan hatinya "Apa tidak bisa di tunda besok saja pulangnya, Nak Dimas? Tidak baik juga dilihat tamu undangan baru satu jam akad nikah sudah pergi,""Maaf Bu, ibu, saya ada alergi debu kalau kelamaan di luar. Ibu jangan khawatir Ajeng sudah menjadi tanggung jawab saya. Jadi saya minta ijin membawa Ajeng pulang setengah jam lagi. Baju-baju Ajeng biar di bawa sebagian nanti bisa diambil lagi besok-besok," sahut Dimas berkata sopan. Memastikan jika ibu mertuanya menyetujui keinginannya untuk membawa Ajeng.Apa lagi yang bisa Bu Sekar lakukan selain mengijinkan putrinya dibawa suaminya walaupun butuh hati dan telinga lebih kuat untuk menjelaskan pa
Read more
25. Kehidupan Baru Ajeng
"Nak, istighfar, ada apa? Katakan pada ibu, nak," Bu Sekar memeluk tubuh Ajeng yang bergetar. Entah apa yang terjadi pada putrinya sampai menangis begitu sedu. Beruntung saat Bu Sekar ingin mengambil air yang kebetulan telah habis, hatinya ingin melihat putrinya yang lebih dari dua jam tak kunjung keluar dari kamar. Firasat seorang ibu tidak bisa di ragukan lagi. Mengetahui ada sesuatu yang terjadi hingga Bu Sekar berbalik ke kamar putrinya yang tak jauh dari kamar utama. Benar saja putrinya tengah telungkup tubuhnya bergetar karena menangis."Bu apa aku terlalu bodoh?" isaknya, bukan kali ini Ajeng menanyakan hal itu padanya. "Siapa yang bilang? Kamu tidak bodoh nak, hanya saja kamu begitu baik, hatimu begitu lembut sehingga mereka dengan mudah mempermainkan hatimu. Lagi pula mereka yang tidak mengenal kamu. Mereka akan menyesal setelah melepaskan berlian. Dimas tidak akan menemukan wanita seperti kamu meski berganti ratusan wanita di luar sana. Percaya pada ibu, nak," Ajeng memelu
Read more
26. Kehidupan Baru Ajeng 2
"Anu, itu, pak Gerwin, saya sedang mengurus perceraian saya yang mengharuskan saya hadir karena ada sedikit masalah–" lirihnya, terbata."Oh, ya?" Gerwin mengerutkan keningnya pengakuan Dimas membuatnya tergelitik."Ya, pak, istri saya selingkuh dan sekarang kabur bersama pria lain. Saya ingin memenangkan gugatan cerai saya, walau bagaimana pun istri saya yang salah. Jadi saya ingin istri saya mengembalikan harta yang sudah saya berikan padanya termasuk ganti rugi keseluruhan biaya dan nafkah," Dimas menceritakan keburukan Ajeng di depan Gerwin dengan antusias. Ia tahu benar jika pemilik perusahaan tempatnya bekerja tidak menyukai orang yang berselingkuh."Begitu pak Gerwin kenapa saya terlambat," imbuhnya.Tanpa menjawab perkataan Dimas, Gerwin berlalu dari ruang kerjanya membiarkan Dimas berada di atas angin. Menganggap semua sesuai keinginan memiliki istri baru dan mendapatkan uang hasil menuntut istri tuanya.Merasa tak ada masalah Dimas kembali dengan tumpukan map yang ada di mej
Read more
27. Ajeng Yang Berbeda
Langkah Dimas gontai sampai di rumah begitu berantakan. Terlihat tidak ada tanda-tanda orang di rumah, ya, tentu saja tidak ada. Mereka sedang sibuk dengan dunianya di luar sana. Menjatuhkan tubuhnya lelah berfikir untuk mencari pekerjaan mengingat usianya yang kini tidak lagi muda. Dimas menyandarkan kepalanya memijit pelipisnya berusaha untuk mencari solusi sebelum istrinya tahu jika ia sudah di pecat. Belum lagi tuntutan ibu dan dua saudara perempuannya yang menginginkan barang-barang mahal dan semua mereka dapatkan dengan gajinya sebagai manajer.Bayangan wajah Ajeng terlintas di benaknya membayangkan jika Ajeng masih menjadi istrinya, tentu akan mudah untuk di jalaninya. "Ajeng, kamu?" ucapnya seketika terpaku. Sosok yang tiba-tiba hadir membuatnya merasakan nyeri. Tenggorokannya tercekat mengingat wanita yang sampai saat ini masih ia cintai namun, semua harus kandas setelah ibunya menolak keras Ajeng yang terlahir dari keluarga miskin. Seandainya Ajeng terlahir menjadi orang
Read more
28. Syarat Dari Wulan
Dimas memperhatikan Ajeng yang hilang dari pandangannya setelah mobil mewah membawanya pergi jauh. "Siapa yang berhasil kamu goda Jeng? Aku semakin membencimu!" gumam Dimas."Aku lihat sejak tadi, kamu perhatikan Ajeng, mas? Tega kamu. Aku yang ada di samping kamu saat saat ini. Mantan istri kamu itu memilih untuk pergi, dia memilih pria lain dan sekarang kamu terus memberikan perhatian pada wanita itu. Inget mas dia itu cuma mantan kamu!" kesal Wulan."Dim benar yang di katakan Wulan. Buat apa kamu mikirin dia, lagian kamu sudah ceraikan si mandul itu. Sekarang waktu kamu berikan perhatian pada Wulan dan anak dalam kandungannya, ibu ingin segera punya cucu dan itu dapat di kabulkan sama Wulan." Bu Ida membenarkan ucapan Wulan, putranya tidak boleh memikirkan Ajeng.Benar Dimas harus melepaskan Ajeng dan terfokus pada istrinya keduanya yang kini menjadi istri satu, satunya. Mereka telah sampai di rumah Wulan yang kesal tidak ada satu orang pun di keluarga Dimas yang tahu cara membersi
Read more
29. Kejutan Untuk Wulan
Ajeng menata hatinya untuk kembali melangkah menuju masa depannya yang sempat tertunda. Tawaran kerja di kantor membuatnya berfikir berkali-kali mengingat tak memiliki pengalaman untuk itu.Om Gerwin dan Ibunya yang menjadikan dirinya kuat terlebih Ibunya yang selalu ada di sampingnya dalam keadaan suka dan duka. Serpihan luka yang mengangga tersiram air garam sehingga luka itu tak kunjung sembuh namun, semakin parah. "Mandul selamanya akan tetap mandul. Lihat suamimu begitu menikmati sentuhan dariku. Kau sudah gagal Ajeng, gagal ingat itu!" Ajeng memejamkan mata. Kata yang di ucapkan Wulan kembali mengganggunya."Sudah om duga kamu di sini. Kenapa? Memikirkan wanita itu?" Ajeng mengusap bulir bening yang mengalir di pipinya."Om, aku—" Ajeng terbata, usai terpergok menangis sendiri di gazebo."Di mana ibumu?""Ibu ada di kamar, om, apa perlu aku panggilkan?" tanya Ajeng, mengalihkan perhatian dari Gerwin."Tidak usah, lagi pula Om hanya ingin bicara dengan kamu. Boleh om duduk di seb
Read more
30. Kejutan Untuk Wulan 2
Dengan sikap tenang Ajeng duduk di sofa yang kini tak lagi bersih seperti saat dirinya masih di rumah itu. Sofa itu kini berdebu, tangannya mengibas sebelum duduk di sana. Bu Ida yang tidak suka itu menarik pergelangan tangan sebelum bobot tubuh Ajeng sampai di sofa."Siapa yang menyuruh kamu duduk, hah? Pergi dari sini sebelum kami usir!" sentak Bu Ida, Wulan melakukan hal yang sama itu menarik tangan Ajeng agar tidak duduk mereka."Kenapa aku tidak diizinkan untuk duduk di sini? Bukankah sudah seharusnya pemilik rumah memperlakukan tamunya dengan baik?" ujar Ajeng santai."Lagi pula aku pernah tinggal di sini, tapi keadaan rumah tak seperti ini. apa tidak ada yang bisa melakukan pekerjaan ini? Lihatlah sofa itu begitu kotor banyak sekali debu apakah kalian sulit untuk mengerjakan ini? Sampai rumah yang begitu mewah bersih dan indah kini sudah berubah menjadi–" Ajeng, urung melanjutkan ucapannya tatapan tidak suka Wulan dan Bu Ida membuatnya kembali diam."Mau rumah ini berantakan k
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status