Share

Bagian 2

Celin baru menumpahkan segalanya saat berada di dalam mobil, saat tidak ada orang yang menertawakan perasaannya.

Ia belum pernah merasakan sakit seperih itu, meski dalam hatinya ia selalu menduga adanya wanita lain di sisi Evan tapi ia selalu bisa menghindari pikirannya, namun setelah menghadapi kenyataan bahwa dugaannya benar, ternyata ia tidak sanggup dan sangat ingin lari dari kenyataan.

Tiba-tiba teleponnya berdering, tulisan My Beloved husband menari-nari di sana, ia mengabaikannya, sedetik kemudian sebuah pesan masuk, ia hanya membaca di layar kunci, ia tidak berminat membuka apalagi membalasnya.

'Aku tau kau sedang emosi, bahaya saat menyetir,'

"Sejak kapan kau peduli?" ucap Celin, rasanya ingin berteriak dan memaki di depan orangnya langsung.

Celin mengalah setelah membaca isi pesan itu, sepelik apapun masalahnya, ia harus tetap hidup, jadi ia menepikan mobilnya untuk sedikit menenangkan diri, sambil berpikir kemana ia harus pergi. Ia tidak bisa ke rumah orang tuanya, pasti ibu tirinya akan mengomel melihat kedatangannya, ia juga tidak punya teman dekat di kota ini. Ia benar-benar hanya punya Evan.

Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya ia menemukan tempat tujuannya, yaitu kantor, ia bisa beralasan menyelesaikan pekerjaan, sepertinya takdir menyambut rencananya. Tiba-tiba ia mendapat panggilan dari menejernya.

"Halo, Pak Yanto! Ada yang bisa saya bantu,"

"Ada, Bos ingin departemen Kita mempersentasikan proyek yang sedang kamu kerjakan itu besok, sepertinya kamu yang paling paham bagian ini, saya tau kamu sudah mempelajarinya, tunjukkan yang terbaik kepada para investor yang akan hadir." Pak Yanto berbicara tanpa jeda, sepertinya ia tidak ingin mendengar penolakan.

"Kenapa harus saya, Pak?" Celin agak ragu dan ingin menolak, tapi ia juga sedikit bersemangat.

"Karena kamu pasti sudah memperlajari berkasnya dan kamu masih bagian dari tim pemasaran. Saya tidak mau menerima penolakan," ucap Pak Yanto dengan tegas.

"Baik, Pak!" Celin tidak punya pilihan lain, tapi ia siap menerimanya, dengan kesibukan ia bisa mengalihkan pikirannya, sebenarnya Celin merasa sedikit terbantu dengan ini. Beberapa saat kemudian, Pak Yanto mengirimkan alamat untuk acara besok, ternyata itu lokasi proyek.

Celin pantang menangis, ia sudah mempelajarinya sejak menikah dengan Evan, sejak ia tahu ternyata Evan tidak mencintainya.

***

Keesokan harinya, Celin sudah mempersiapkan diri untuk memenuhi perintah menejernya, ia sedang menunggu kedatangan Pak Yanto dan beberapa rekan kerjanya, mereka janjian akan berangkat bersama saja agar bisa sekaligus membicarakannya selama diperjalanan. Selagi menunggu jemputan, Evan menelponnya.

"Halo," seru Celin cukup santai di keadaannya sekarang.

"Bagaimana keadaanmu?" Evan terdengar khawatir padahal biasanya ia selalu dingin dan terkesan tidak peduli, seandainya tidak ada kejadian mengenai istri lainnya, Celin pasti akan kegirangan mendengarnya.

"Aku baik-baik saja,"

"Kita harus bicara, "

"Aku sedang sibuk,"

"Sibuk apa?" Evan terdengar meremehkan.

"Maaf aku harus menutup teleponnya, menejerku sudah datang,"

"Menejer siapa? Memangnya kamu kerja di mana?" Evan sedikit berteriak demi menghentikan Celin mematikan teleponnya.

'Dua tahun bersama masih belum tau pekerjaan istrinya,' gerutu Celin, perasaan antara kesal dan sedih muncul di hatinya.

Untungnya mobil Pak Yanto sudah tiba, ia tidak perlu meladeni perasaannya, ia pun segera masuk dan bergabung dengan yang lainnya.

Saat tiba di lokasi, mereka semua bekerja dengan giat, karena pemberitahuan tiba-tiba ini, membuat semunaya harus bekerja keras.

Tidak terasa malam pun tiba, Pak Seto selaki CEO perusahaan Setiawan datang lebih awal dari tamu undangan, ia langsung mengambil tempat duduk paling depan yang telah disiapkan untuk VIP. Celin dan yang lainnya sedang mempersiapkan diri di belakang. Ia tidak menyangka ternyata acaranya cukup besar dan mewah.

Beberapa saat kemudian para undangan mulai berdatangan, ada satu yang menyedot perhatian Celin. Ternyata ada Evan juga, ia sangat tampan dan berkarisma, walaupun Celin setiap hari melihat Evan dengan penampilan itu bahkan terkadang ia sendiri yang memakaikan setelannyaya, ia tetap melihat Evan sangat berbeda malam ini, hal itu membuat perasaannya menjadi gelisah dan gugup. Ditambah lagi dengan masalah istri yang tiba-tiba muncul.

"Ada apa? Kamu salah satu yang gugup juga saat melihat Pak Evan? Jangan terlalu berharap dia sudah beristri, sayangnya istrinya sedang koma karena kecelakaan, meski begitu ia masih sangat mencintai istrinya, dia belum menjalin hubungan dengan siapa pun setelahnya," jelas Pak Yanto.

Celin jadi berkecil hati mendengarnya, Evan memang tidak pernah mengumumkan pernikahan keduanya, saat Evan menikahi dirinya, acaranya cukup tertutup dan hanya dihadiri keluarga dan kerabat saja. Tapi dari informasi ini, ia jadi tau penyebab Jeni berada di atas kursi roda, ternyata karena kecelakaan.

"Ayo, kenapa malah bengong,"

"Pak, sebaiknya saya digantikan saja"

"Tidak bisa, kemarin kamu cukup bersemangat, pokoknya lanjutkan! karena dari segi kecerdasan dan penampilan kamulah yang paling menonjol, coba lihat kami ini," tegas Pak Yanto sambil menunjuk rekan kerjanya yang tampak mulai menua, sementara yang terlihat muda masih karyawan magang.

"Baik, Pak!" Celin harus terus maju, ia tidak boleh lemah hanya karena urusan pribadi.

Tiba saatnya Celin maju untuk berbicara, Evan baru menyadari kehadirannya begitu ia dipersilahkan maju, ia tidak percaya itu Celin. Ia menyimak dengan seksama, matanya tidak lepas memperhatikan Celin yang terlihat anggun dan independen, ia bahkan mencoba memberi pertanyaan sulit dan Celin berhasil menjawab dengan profesional.

Celin pun baru tau kalau investor terbesar proyek ini adalah Evan Mahendra. Tentu saja Evan adalah undangan paling terhormat di sini. Kalau bukan karena pertemuan ini, mereka tidak akan saling mengetahui status pekerjaan satu sama sama lain, Evan sebagai suami tidak akan pernah tahu apa yang Celin lakukan, tapi Celin tahu semua tentang Evan.

Begitu acara selesai, Celin langsung pamit untuk pulang, tentu saja dicegah oleh Pak Yanto.

"Masih ada acara makan-makan, sebagai orang yang mengharumkan departemen kau harus hadir, mereka akan kecewa kalau kamu pergi begitu saja,"

"Pak, aku ada alasan pribadi yang sangat urgent,"

"Tidak bisa, pokoknya harus ikut, kalau nggak gajimu dipotong, "

"Tidak masalah, Pak. Dipotong saja,"

Pak Yanto lupa kalau Celin bukan gadis yang kekurangan, tapi dia ingat kalau Celin sangat gila pekerjaan

"Kalau begitu diskors selama seminggu, mau?"

"Nggak, Pak! Baik saya akan ikut," Ia menyerah, kemana ia akan pergi selama seminggu kalau ia diskors.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status