Share

Bab 4

 

"Ehhhmmm." 

 

Aku berdehem sambil melangkah menghampiri, mereka terperanjat melihat kedatanganku yang tiba-tiba, tubuh keduanya terguncang. Namun, beberapa saat kemudian binar wajahnya terlihat biasa saja, ternyata mereka cukup pintar dalam berakting.

 

Sayangnya, posisi mereka berseberangan terhalang oleh meja makan, jika saja mereka kepergok bermesraan mungkin lain lagi ceritanya.

 

"Kamu sudah pulang, Mas, kok suara mobilnya ga kedengaran," sapa Melta basa-basi.

 

Kuteguk segelas air minum hingga tandas, lumayan bisa meredakan panas yang terasa membakar di dalam sana.

 

"Mobilku mogok," jawabku tanpa menoleh ke wajahnya.

 

"Mau makan?" 

 

"Aku sudah makan di luar," jawabku masih dengan nada yang sama.

 

"Tumben makan di luar."

 

"Dari pada jajan di luar," jawabku sambil menyeringai lalu pergi meninggalkannya yang sedang keheranan.

 

Kubasahi tubuh yang bercampur peluh, guyuran air shower cukup menyejukkan anggota badan ini, bagaimanapun juga aku harus tetap waras dan berfikir jernih untuk menghadapi mereka.

 

Akulah yang harus jadi pemenang!

 

"Ini bajunya, Mas," ucap Melta saat aku sudah kembali dari kamar mandi, tumben sekali ia menyiapkan baju ganti, pasti ada maunya.

 

"Aku ga mau pake baju itu," jawabku datar.

 

"Terus maunya yang mana?"

 

"Biar aku sendiri yang pilihkan, biasanya juga begitu aku yang persiapkan sendiri kalau engga ya Bi Lela," sindirku sambil memilih-milih baju dalam lemari.

 

"Kamu kenapa kok begitu sih? ga kaya biasanya?" Ia bertanya sambil berdiri di belakangku.

 

"Engga apa-apa emang aku kenapa." Aku melengos menjauhinya, terlalu lama menghirup aroma tubuhnya membuatku ingin muntah.

 

"Yaa, kamu beda aja."

 

"Beda apaan sih." kutatap balik wajahnya terpaksa untuk meyakinkan jika aku baik-baik saja.

 

"Emmm, jadi kamu engga ada masalah apapun 'kan?" tanyanya seolah memancing emosiku.

 

"Engga ada." Kubaringkan tubuh sambil memainkan ponsel.

 

Melta beringsut naik mendekati, ingin rasanya ku*endang tubuhnya hingga terpental jauh saat ini juga.

 

"Mas, besok aku ada acara sama temen sampai sore, ga apa-apa 'kan?"

 

Kebetulan sekali, semoga saja Susi bisa diandalkan, rasanya sudah tak sabar untuk membongkar kebusukkan mereka secepatnya.

 

"Kalau mau pergi ya pergi saja aku ga apa-apa kok."

 

Diri ini bangkit dan berdiri karena merasa muak dengan tingkah lakunya, yang lumayan bisa membangkitkan h*sratku, jangan sampai aku tergoda lalu menyentuhnya lagi, tak sudi!.

 

"Aku mau ke ruang kerja, banyak banget yang harus kukerjakan," ucapku lalu segera pergi dan menutup pintu.

 

Di ruangan ini aku merenung memikirkan semua kekurangan diri, rasanya sudah tak sabar untuk melihat hasi tes kesehatanku, karena beberapa bulan terakhir aku sering kali cepat  kelelahan dan fungsi seksual menjadi menurun, juga masih banyak tanda-tanda yang lainnya, mungkin aku terlalu lelah dalam mencari nafkah.

 

"Tiba-tiba gawaiku berdering, panggilan dari Susi.

 

"Iya, Sus."

 

"Pak, saya sudah bicara dengan orangnya, katanya mereka siap kapanpun untuk memasang CCTV di rumah Bapak." Jawaban yang kutunggu-tunggu.

 

"Bilang saja besok siang," ucapku, dada ini sedikit terasa lega.

 

"Baik, Pak," jawabnya lalu telpon terputus.

 

Malam ini aku tidur di sofa ruang kerja, ini lebih baik dari pada satu ranjang dengan wanita berm*ka dua, membayangkannya saja aku jijik.

 

Hingga pagi menyapa Melta tak juga menemuiku ke ruang kerja, entahlah mungkin dengan aku tiada ia bisa leluasa untuk ber-chat ria bersama kekasih gelapnya, tak apa untuk sementara waktu kubiarkan ia bebas untuk menikmati permainannya.

 

"Mas aku pergi dulu ya." Melta mencium takzim punggung tanganku, lalu melenggang masuk menuju mobilnya, ia sempat tersenyum sebelum mobil itu melaju.

 

"Kak, aku pergi ya." Kali ini Gian yang keluar, aku hanya mengangguk lalu lelaki itu pergi menggunakan mobil yang kubelikan tempo hari.

 

Suasana rumah sudah sepi, Sandrina ikut bersama ibunya sedangkan Bi Lela kusuruh untuk istirahat di rumahnya, tanpa menunggu waktu lekas kutelpon Susi.

 

"Iya, Pak, sebentar lagi mereka sampai ke rumah Bapak," ucap Susi, Aku menyeringai puas mendengarnya.

 

Sebentar lagi semuanya akan terbongkar, akan kupastikan mereka hancur berkeping-keping, untuk sementara waktu hanya ini yang yang bisa kulakukan, masalah tes DNA Sandrina akan dilakukan setelah semuanya terbongkar.

 

Setengah jam kemudian beberapa orang datang hendak melaksanakan tugas yang kuperintahkan, gegas aku menuntun mereka untuk memperlihatkan lokasi yang hendak dipasangi kamera pengintai itu.

 

Karena sudah profesional, mereka bisa memasang alat itu di sudut-sudut ruangan yang takkan bisa terlihat jelas oleh orang lain, kamar tidur Gian dan kamarku sendiri tak luput kupasangi kamera CCTV, setelah itu baru ruang keluarga, teras rumah dan dapur.

 

Aku bisa memantau mereka melalui ponsel ataupun laptop, setelah semua selesai kuberi mereka upah yang tinggi sebagai ucapan terima kasih karena telah bekerja dengan baik.

 

Akhirnya bisa berangkat ke kantor walau sedikit terlambat, aku adalah seorang CEO di perusahaan properti, jadi bukan sebuah masalah jika aku datang terlambat beberapa jam.

 

Hingga sore menyapa tak ada pesan masuk dari Melta, sepertinya wanita itu terbuai dengan kesenangannya di luar sana, biasanya aku akan merasa resah jika hal seperti ini terjadi. Namun, tidak dengan sekarang, aku sudah tak ingin peduli lagi pada apapun yang dilakukannya.

 

[Mel, Mas malam ini ga pulang ya, ada pertemuan mendadak dengan Client di luar kota, jangan lupa segera pulang] send, kukirinkan pesan padanya.

 

Setengah jam kemudian ia membalas.

 

[Iya, Mas] 

 

Sesingkat itu balasan darinya, tak apa mungkin saat ini ia sedang kegirangan bisa menikmati waktu lebih panjang dengan kekasih gelapnya.

 

Mobil kulajukan menuju hotel yang tak jauh dari kantor, tidur di sana sepertinya bisa membuatku nyenyak.

 

**

 

Pagi menyapa, setelah menunaikan kewajiban dua rakaat dan dzikir pagi, aku segera mengambil laptop tak sabar rasanya ingin segera mengetahui aktivitas mereka berdua di dalam rumah.

 

Dengan dada yang berdebar hebat mulai kuputar Vidio yang menampilkan semua keadaan sudut rumah, berkali-kali aku menelan air liur, kerongkongan ini terasa mengering.

 

Di teras, ruang tamu juga ruang keluarga tak ada aktivitas mereka yang mencurigakan, jemariku bergulir untuk melihat vidio yang menampilkan setiap sudut kamat Gian. Namun, hingga pagi tak nampak wujud manusia itu berada di sana, ke mana dia?

 

Degup jantung ini berpacu semakin hebat, seluruh tubuhku memanas antara tak sanggup dan penasaran saat hendak melihat hasil Vidio CCTV di kamarku, kihirup napas dalam dan mengembuskannya perlahan.

 

Mulai kuputar Vidio rekaman CCTV di kamarku dan Melta, mataku membulat dan tercengang melihatnya, ternyata mereka ....

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status