Share

Bab 5

 

Ya Tuhan, apakah aku salah? ternyata mereka tak melakukan apa-apa, hanya interkasi biasa layaknya seorang adik dan kakak.

 

Kuusap rambut ini dengan gusar, semakin bingung menghadapi keadaan yang terasa berputar-putar, jika mereka ada main di belakang harusnya kesempatan emas ini digunakan untuknya bersenang-senang.

 

Namun, apa itu? Melta malah terbaring di tempat tidur seorang diri, wanita itu sibuk memainkan gawainya, tanpa ada siapapun yang menghampiri apalagi menggauli seperti dugaanku tempo hari.

 

Agghh menyebalkan! 

 

Apa yang kulihat ini nyata? ataukah hanya sebuah dusta? otakku tak bisa berfikir jernih kali ini, gegas aku menelpon Haris untuk membicarakan masalah ini.

 

Untungnya pria itu tak pernah menolak, kapanpun ia siap untuk membantu segala kesusahanku, semoga saja ia bisa memecahkan masalah ini.

 

Hampir satu jam akhirnya Haris datang, ia melepas jas yang membalut tubuhnya.

 

"Ada apa, Nan?" tanyanya enteng sambil duduk di sampingku.

 

"Lo lihat ini." Aku mengalihkan laptop ke hadapannya, beberapa detik kemudian Vidio itu kuputar, keningnya pun nampak mengerenyit.

 

"Ini 'kan bini Lo, maksudnya?" Aku tepuk jidak menanggapinya, kukira ia sudah mengerti, ya Tuhan padahal aku sedang malas memberikan penjelasan.

 

Kuhirup oksigen lalu mengembuskannya sebelum memulai kata.

 

"Itu hasil rekaman CCTV di rumah gue tadi malam, kok mereka ga ngapa-ngapain ya."

 

"Jika bener mereka ada hubungan pastinya kesempatan itu ga akan terlewatkan bukan?" 

 

Haris diam, nampak sedang berfikir, sedangkan otakku rasanya semakin rumit memikirkan hal ini.

 

"Apa gue terlalu berlebihan ya curigai mereka, duhh gue ngerasa bersalah ini nuduh yang engga-engga," cerocosku menganggu konsentrasi Haris.

 

"Bentar-bentar, siapa aja orang yang tahu kalau elo masang CCTV di rumah?" tanya Haris membuatku bibirku bungkam.

 

"Emmm ga ada, bahkan Bi Lela aja gue suruh istirahat di rumah."

 

"Yakin." Haris menatapku tajam.

 

"Susi." Baru kuingat nama itu.

 

"Sekretaris elo?" tanya Haris dengan kening mengerenyit.

 

"Ya iya," jawabku tanpa beban.

 

Ia menepuk jidatnya sendiri.

 

"Harusnya elo ga libatin orang lain, Adnan!" tegas Haris seolah sedang kesal menanggapi kebodohanku.

 

"Kirain gua lu masang sendirian," lanjutnya lagi sambil menyenderkan punggung ke kursi.

 

Aku menggelengkan kepala, rasanya tak mungkin Susi akan berkhianat dan membocorkan semuanya pada Melta.

 

"Susi itu orang kepercayaan gue, Ris." Aku balik menatap wajahnya, ada gurat kekecewaan yang tergambar.

 

Haris memandang wajahku heran, lalu pandangannya tertunduk pada layar laptop.

 

"Kita lihat rekaman ini sampai tuntas ya, Nan, lihat aja bini lo pules tidur Ampe pagi atau malah kebangun tengah malam," ucapnya dengan pandangan mata yang jumawa.

 

Aku salut terhadap Haris, dalam posisi yang cukup rumit ia bisa berfikir jernih, sangat berbeda denganku yang terkesan kalang kabut menanggapinya.

 

"Nih lihat, jam satu malam dia bangun."

 

Kulihat layar laptop, benar saja istriku terlihat bangkit lalu berjalan keluar entah kemana, di kamar Gian tak ada, di dapur dan ruang keluarga di bawah sana juga tak nampak keberadaannya, apalagi di teras tak mungkin ia keluar rumah selarut itu.

 

"Melta ke mana ya, Ris?" tanyaku hampir putus asa.

 

Seketika kepercayaan diriku menciut dan hilang, ternyata mengelabui mereka tak semudah yang kukira, mereka bahkan lebih cerdik dari pada seekor kancil.

 

"Tunggu, kayanya tangga rumah lo ga kerekam kamera CCTV ya?" tanya Haris sambil menopang dagunya, rupanya ia belum putus asa sepertiku, masih mengulik kejanggalan yang ada.

 

"Iya, engga, malah ngebelakangin, Ris," jawabku bagaikan orang bodoh, harusnya saat itu aku pertimbangkan dengan matang lokasi yang strategis untuk menyimpan kamera pengintai.

 

Ah, mengapa semua ini baru terpikir sekarang!

 

"Gimana sih lo, harusnya tuh tangga kelihatan di kamera jadi kita leluasa mantau gerak-getik mereka." Haris mendelik kecewa.

 

Ya Tuhan, semuanya seolah sia-sia dan percuma.

 

"Elo sih masang CCTV-nya pilih-pilih, udah tahu rumah gede," cerocos Haris membuat rasa sesalku kian membekas.

 

"Gua yakin mereka ada di kamar tamu yang sebelah tangga itu," lanjut Harus sambil memijat dagunya.

 

"Terus gimana dong?" Bak orang bodoh aku tanyakan hal itu, padahal posisiku di perusahaan lebih tinggi dari  Haris. Namun, malah ia yang lebih cerdas dan tenang saat memecahkan suatu masalah.

 

"Lo diemin aja dulu lah, tenangin fikiran dan hati Lo, gua yakin setelah ini pasti ada cara yang lain," jawab Haris dengan yakin.

 

Benar apa katanya tak baik untuk kejiwaanku jika terus menerus memikirkan hal ini, bukan solusi yang didapatkan malah jiwaku yang tertekan.

 

"Malam ini Lo hadir 'kan ke pesta itu?" tanya Haris mengingatkan.

 

Terlalu fokus memikirkan skandal perselingkuhan Melta membuat ingatanku jadi lupa segalanya, padahal malam ini aku akan menghadiri pesta ulang tahun Rajawali Properti, banyak kalangan pengusaha kelas atas yang datang ke acara itu.

 

Ya Tuhan betapa peliknya jalan hidupku hingga melupakan momen yang begitu berharga dalam dunia karirku.

 

"Datanglah, masa iya CEO kagak hadir bisa bubar tuh pesta," jawabku sambil terkekeh.

 

"Ok, gua balik dulu lah." 

 

Aku mengangguk menanggapi keputusannya, untuk saat ini sepertinya aku harus membuka mata dan melihat dunia, agar jalan fikiran ini tak buntu saat menghadapi permasalahan yang ada.

 

*

 

Selepas isya pesta itu di mulai, mobilku sudah terparkir di sebuah hotel bintang lima, di mana acara itu diadakan, beberapa pasang mata mulai memperhatikanku.

 

Diantara mereka banyak yang memberikan senyuman hormat juga sapaan hangat, suasana ini sedikit membuat rasa sesakku sirna, juga melupakan sejenak peliknya keadaan rumah tanggaku dan Melta.

 

Sebagai seorang lelaki tentu saja segala sesuatunya harus memakai logika, dunia terbentang luas di depan sana, tak seharusnya permasalahan ini membuatku murung dan mengurung diri dalam tangisan.

 

No, aku adalah lelaki kuat, selicik apapun mereka aku yakin bisa mengatasinya dengan cantik, mengatasi masalah perusahaan yang begitu rumit saja aku sanggup, kenapa masalah Gian dan Melta aku harus menciut.

 

"Hai, Pak Adnan," sapa suara seorang wanita.

 

"Susi." Kupandangi tubuhnya dari atas hingga bawah, penampilannya begitu glamour dan cantik, sangat berbeda dengan biasanya, aura itu terpancar sempurna.

 

"Gimana? CCTV-nya membantu?" tanyanya sambil memberikan segelas air minum ke tanganku.

 

"Hmm, lumayan, thanks ya sudah membantu, aku jadi lupa berterima kasih," jawabku sambil tertawa renyah.

 

Ia menyeringai sambil menyeruput minuman yang ada di tangannya.

 

"Sama-sama, aku seneng bisa bantu Bapak," jawabnya, sungguh aku terbuai dengan senyuman itu.

 

"Diminum, Pak." Ia mengangguk sambil menatap gelas yang kupegang.

 

Saat gelas ini beradu dengan bibir, tiba-tiba ada seseorang yang mendorongku dari arah belakang sana, sontak saja minuman itu tumpah membasahi kemejaku, dan sisanya membasahi lantai di sekitar tempatku berpijak.

 

"Duhh sorry, Nan, gua bantu bersihin ke toilet ya."

 

Ternyata Haris yang menubruk tubuhku dari belakang, entah sengaja atau tidak, yang jelas baru kali ini aku menyaksikan kecerobohannya.

 

Haris menyeret paksa tubuhku menuju toilet, saat tiba di dalam ia celingukan memperhatikan keadaan sekitar.

 

"Adnan, gua kasih tahu jangan minum apapun di sini terutama minuman dari tangan Susi, wanita itu bersekongkol sama Melta buat ngejabak elo," bisiknya yang membuatku tersentak.

 

"Apa? jadi ... Susi?"

 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status