Semua Bab Legenda Galuh Tapa: Bab 151 - Bab 160
244 Bab
151. Menghadapi Siluman 3
Beberapa dari tempat tidur juga terbuat dari susunan tengkorak manusia dan binatang, dengan gumpalan rambut sebagai alas pembaringan. Baunya tentu saja cukup menyengat, bahkan panglima kumbang harus menjauh beberapa puluh meter dari tempat itu.Selang beberapa menit, dua siluman yang dihadapi Andaran terbunuh seketika mencoba melarikan diri dari serangan pria itu. Tubuh salah satu mahluk itu terpotong menjadi dua bagian, sementara yang satunya lagi terpenggal.Disisi lain, Kinanti telah menyelesaikan pertarungannya. Gadis itu menarik kembali semua cakra yang berterbangan, dan menyimpannya pada jepit rambut yang menghias indah di kepala.''Rupanya jepit itu adalah senjata. ''Galuh Tapa tidak percaya.Melihat rumah kebanggaannya roboh, tatapan bengis sang siluman tertuju kepada Galuh Tapa. Gigi Taringnya menyembul dari balik bibir, sedangkan bola matanya menyala merah darah seperti hendak mengoyak keberanian.''Kalian semua harus mati! ''ucap siluman kera.''Ya...aku setuju, tapi...''G
Baca selengkapnya
152. Jaka Payang
Sebenarnya tempat yang ditunjuk Galuh Tapa masih cukup jauh, Kinanti belum bisa melihat perkebunan itu, atau suara manusia yang bertukar cerita.''Aku akan mengendongmu jika kau tidak keberatan? ''Galuh Tapa membungkukkan badan, berniat menyabut tubuh Gadis itu.''Tidak perlu aku baik-baik saja. Aku tidak ingin menyusahkan dirimu. ''Kinanti menolak.''Gheer...''Panglima kumbang menggeram pelan.''Tidak, aku tidak akan mengendongmu! ''Galuh Tapa menepiskan tangannya. ''Tubuhmu lebih besar dariku.''Setelah hampir memakan waktu tiga jam lamanya, ketika senja mulai meninggalkan dunia berganti dengan gelap gulita malam, akhirnya mereka memijakkan kaki dipermukaan tanah yang datar.Benar, ini adalah perkebunan yang diucapkan Galuh Tapa dari atas bukit tinggi tadi. Aroma buah itu tercium khas sebab buah matang hampir memenuhi setiap tangkai tanaman tersebut.Ditengah kebun, mereka melihat pendar cahaya pelita yang keluar dari celah papan berlubang pada sebuah rumah panggung.''Permisi...ada
Baca selengkapnya
153. Menuju Raja Mandare
Setelah itu mereka lantas melanjutkan kembali perjalanan, meninggalkan rumah dan perkebunan yang berbuah lebat. Jalan setapak bebatuan dan menurun sekarang menyambut langkah kaki mereka bertiga.''Kanda, aku membuatkan ini untukmu. Mungkin tidak terlalu bagus tapi aku yakin pakaian ini cukup berguna untuk menghangatkan tubuhmu.''Kinanti menyerahkan jubah, yang dia buat selama beberapa hari terakhir di tempat pengungsian. pakaian itu berwarna hitam dengan motif merah sebagai perlambangan batu pusaka yang ada ditubuh Galuh Tapa, dengan bahan dari kulit domba.Ditengah dada ada sedikit lubang, bertujuan untuk mempermudah Galuh Tapa ketika mengeluarkan energi batu tersebut.Kekasihnya itu telah memikirkan hal ini beberapa kali dan menurutnya Galuh Tapa harus menggunakan pakaian yang di buatnya untuk menutupi tubuhnya dan agar tidak menarik perhatian bagi siapa yang melihat.Tentu saja, kulit ditubuh itu tidak mirip seperti kulit pada umumnya. Bahkan Jaka Payang beberapa kali kedapatan me
Baca selengkapnya
154. Menuju Raja Mandare 2
Setiap perbatasan yang mereka lalui, terlihat bendera besar berkibar, berwarna merah, lambang api yang membara ditengah bendera itu. Lambang kejayaan, kekuatan, keberanian dan keadilan bagi kerajaan Bumi Besemah.Sekilas segel itu hampir mirip dengan segel para alam lelembut. Bahkan jika mereka menyadarinya ukiran api yang mengeliling bendera mirip dengan tanda yang ada ditubuh Galuh Tapa.Namun rupanya, Galuh Tapa menyadari hal itu, entah apa gerangan? Tapi berada di tanah ini membuatnya tiba-tiba merindukan sesosok ibu, merindukan halaman kampung.''Apa yang terjadi denganku? ''pemuda itu bergumam sembari meraba dadanya yang sesak, aku seperti pernah memijakkan kaki ditempat ini.''Setelah berjalan seharian penuh, pemuda itu menghentikan laju kereta kuda di ujung desa. Tepat dipinggir sawah yang terhampar luas dengan padi menguning siap panen. Beberapa orang terlihat mengusir burung pipit yang pergi dan datang silih berganti.''Apakah kita akan istirahat disini? ''Kinanti keluar dar
Baca selengkapnya
155. Para Bandit 1
Setelah berjalan cukup jauh, Galuh Tapa menghentikan laju kuda didepan rumah makan yang hampir semua warna ditempat itu berwarna kuning.''Kita akan bermalam ditempat ini. ''Galuh Tapa berkata, sembari menggiring kuda di samping kedai itu.''gheer...''Panglima kumbang menggeram pelan.''Kau harus tetap didalam gerobak, aku akan membawa makanan untukmu.''Hingga kemudian Galuh Tapa bersama Kinanti meniti tangga pendek, lalui menemui seorang pelayan yang sedang sibuk menghitung kepingan perak dan emas. Wajah pria itu, kecil tapi memiliki bola mata besar.''Kisanak kami membutuhkan makanan dan tempat duduk yang kosong. ''Kinanti menyodorkan satu keping emas.''Satu keping emas? ''pria itu mengangkat alis. ''Satu keping emas sama dengan seratus keping perak dan seratus keping perak hanya untuk makan satu orang saja. Beri aku dua keping emas untuk kalian berdua! ''Pria itu tersenyum kecil.Pedagang ulung, setelah melihat gerobak besar yang mereka bawa, pedagang itu bisa menaksir bahwa tamu
Baca selengkapnya
156. Para Bandit 2
Namun pria itu tidak berhasil melanjutkan ucapannya, setelah satu kacang mendarat tepat di rahangnya yang keras, membuat dia terhempas di meja makan hingga berhamburan.Dia meringis kesakitan, menatap sosok wanita yang baru saja menyerangnya dengan biji kacang dan sekarang serangan kedua kembali menghantam bola matanya.Akkk...! Akkk...!Akkk...!Pria itu meringis kesakitan, sementara Kinanti tersenyum sinis memandangi dirinya.''Kurang ajar, rupanya kau hendak mencari kematian! ''Salah satu bandit yang lain menghunus golok besar.Bersamaan dengan itu, pemilik warung makan segera berlari menghampiri anak gadisnya kemudian memandangi Kinanti dengan rasa bersalah.''Maafkan aku tuan pendekar, karena mempermainkan harga kepada kalian berdua, tapi sekarang aku harap belas kasihan kalian untuk menolong kami. ''ucapnya.Kinanti menatap pemilik warung penuh makna. ''Tidak usah merengek seperti bayi kecil! Aku akan menghajar semua orang ini bukan karena dirimu tapi demi anak gadismu.''Hing
Baca selengkapnya
157. Terlihat Ragu
Setelah itu, dia keluar dari dalam kamarnya, berjalan mendekati gerobak dimana suara dengkuran panglima kumbang cukup memekakkan telinganya yang sensitif. Pemuda itu tidak berniat mengusik dia kemudian berjalan mendekati bibir pantai yang menderu.Malam ini bulan sabit bersinar terang seperti menggantung diatas permukaan laut, ditemani dengan bintang berkelip indah di langit tanpa awan. Sekarang mungkin pukul dua malam suasana tampak sepi, tidak terdengar lagi derap langkah kuda yang berlalu-lalang di jalanan.Hingga pemuda itu mencari sesuatu untuk diduduki, lalu menemukan sebongkah batu cukup besar yang sedikit menjorok ke pantai. Galuh Tapa pun duduk diatas batu itu, sembari bersila dan mulai memejamkan mata.Sesekali Galuh Tapa merasakan negeri ini tidak asing lagi bagi dirinya, seakan dia pernah memijakkan kaki ditempat ini, melakukan meditasi ditepi pantai.Namun perasaan itu segera ditepisnya, dia kembali memejamkan mata untuk merasakan aliran energi alam pada bentangan luas la
Baca selengkapnya
158. Melihat Bayangan
Mendengar perkataan pemuda itu, Sundan Alas hanya tersenyum kecil, dia tidak mempermasalahkan hal itu meski memang tempat duduknya terasa sempit harus berbagi dengan Galuh Tapa.''Paman? Jelaskan padaku, mengenai negeri ini?''Sundan Alas belum menjawab, dia menoleh kearah Galuh Tapa beberapa kali sebelum mengawali ceritanya.Bumi Besemah adalah kerajaan yang makmur dan sangat berkembang, mereka pandai berteman dengan kerajaan lain melalui kerjasama perdagangan maupun politik. Pengaruh kerajaan Bumi Besemah di negeri lain menjadikan negeri ini terkenal dan sangat dihormati.Ada banyak pedagang asing yang singgah ke Bumi Besemah umumnya membeli rempah-rempah seperti pala, itulah kenapa ada banyak petani pala yang ditemui Galuh Tapa di perjalanannya.Sejak moyang mandare, Bumi Besemah mulai berkembang pesat menjadi negeri ternama berkat ke maheran mereka dalam berbisnis. Semboyan Bumi Besemah, menaklukan wilayah tanpa ada pertumpahan darah.''Ketika sebuah negeri selalu bergantung kep
Baca selengkapnya
159. Awal Keributan Di Istana
Kinanti kemudian tersentak, dia segera melepaskan dekapan pangeran Rengkeh kemudian merapikan pakaiannya. ''Terimakasih karena anda telah menolongku.''Pangeran itu tersenyum kecil, dia hendak mengatakan sesuatu tapi lidahnya sedikit kaku hingga akhirnya suara seorang mengejutkan dirinya.''Yang mulia, kita tidak bisa terlalu lama disini, kita harus menemui sang Raja. ''Seorang pria seperti seorang pengawal mengingatkan tuannya.''Baiklah, aku mengerti. Ucap Rengkeh kemudian dia menatap Kinanti beberapa saat sebelum pergi. ''Kita akan bertemu lagi, aku pastikan itu.''Kinanti tidak menjawab, dia hanya membalas dengan anggukkan kepala. Setelah pemuda itu masuk kedalam kereta kudanya, gadis itu menatap kolam untuk menatap bayangan jodohnya.Namun alangkah terkejut dirinya, setelah ada sesosok bayangan yang menatap dirinya dari jauh dengan senyum pahit. Wajah jodohnya? Ya, dan sekarang suasana hati pemuda itu mungkin jadi buruk.Sehingga Kinanti mendongakkan kepala buru-buru, menemukan G
Baca selengkapnya
160. Rencana Rengsur Dan Rengkeh
Sekitar belasan prajurit dari kerajaan lain sedang berkumpul dilantai atas rumah makan. Mereka sedang berbisik-bisik, membicarakan topik penting yang membahas tentang penculikan cucu Mandare.Salah satu dari mereka memiliki jabatan sebagai senopati, bersenjata tombak panjang dengan dipenuhi rantai-rantai sebagai zirah melindungi tubuhnya. Senopati itu memiliki tanaga dalam besar sebesar level dua, atau setingkat pendekar tanpa tanding dengan empat cakra yang terbuka.''Pangeran Rengkeh telah memasuki istana kerajaan. ''Salah satu dari prajurit itu berbisik pelan, nyaris tidak terdengar. ''Pesta rakyat akan diadakan esok hari tapi pangeran Rengkeh belum memberikan perintah untuk bergerak. Bagaimana menurut anda senopati Rengsur?''Pria yang dipanggil senopati Rengsur belum menjawab, dia masih berpikir cukup keras.Hingga kemudian senopati Rengsur menoleh ke beberapa sisi ruangan itu, lalu berkata pelan. ''Jika pangeran Rengkeh tidak memberikan perintah, maka kita akan bergerak sendiri
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1415161718
...
25
DMCA.com Protection Status