All Chapters of Saat Istri Memilih Pergi: Chapter 81 - Chapter 90
128 Chapters
Tragedi
Tatapan Levin memindai beberapa kotak besar dalam kardus juga beberapa travel bag, yang diletakkan di depan teras rumah, serta sebuah mobil pick up yang berhenti tepat di depan halaman rumah sederhana namun begitu indah, almarhum sang mama membelinya kala itu dan ini di berikan kepada Levin juga Zhia. Dua orang laki-laki tampak menurunkan beberapa barang lainnya dari mobil ke halaman. Lalu memindahkannya ke dalam ruangan rumah. Sekitar sepuluh menit kemudian, mobil pick up tersebut kemudian berlalu pergi. Levin, si Mbok dan Zhia memutuskan keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah yang sangat indah juga. "Emm, lumayan bagus, Mas.""Iya, kau suka?""Iya, Mas, suka."Senja merona telah tiba Levin bersiap ke rumah pak Dibyo, Levin mendapat amanah dari almarhum sang mama untuk menyerahkan perusahaan milik pak Dibyo lagi, entah nanti beliau akan mencaci makinya atau memukulnya sekalipun namun Levin akan berusaha menerima semua hukuman apapun itu. "Zhi, Mas keluar senbentar ya, tolong
Read more
Berjuang antara hidup dan mati
Elang yang melihat kondisi Arum, berdiri dan langsung mendorong tubuh Zhia hingga membentur dinding dan mencekik lehernya. "Jangan main-main denganku, jika terjadi apa-apa dengan Arum. Aku tak akan melepasmu." ucap Elang kasar. "Aghh, lepaskan...." teriak Zhia. "Jangan pernah berurusan denganku, kau pernah menjebakku dan kini kau berusaha menyakiti istriku. Hah.""Lepaskan, sakit," pekik Zhia. "Mas, sudahlah. Ini sakit sekali." Rintih Arum kesakitan. Elang panik dan langsung menyuruh satpam menangkap Zhia, dan menggendong tubuh Arum ke dalam mobil. "Ya, Allah ini sakit, tolong selamatkan anakku ya Allah."Elang tak tahan melihat istrinya menjerit kesakitan, abu anyir darah mulai menyeruak di dalam mobil, sepertinya darah banyak keluar, terlihat baju berwarna cokelat muda berubah menjadi merah darah. Dengan cepat Elang menancap gas mobilnya menuju rumah sakit bersalin terdekat. "Aku mohon bertahanlah, sayang.""Aghhh sakit."Bau anyir semakin pekat, membuat Elang bernafsu untuk
Read more
Elang junior
Bara kecemburuan seketika berkobar menjadi api, saat Zhia melihat kemesraan Arum dan sang mantan suami membuat emosi Zhia berada di tingkat tinggi. Panas dan sesak bersamaan menyeruak, mendesak berebut ingin segera ditumpahkan. Semakin tersiksa karena bisa melampiaskannya, dengan mendorong tubuh Arum tadi. "Zhia, kau ini. ada apa denganmu, bukankah tadi kamu bilang akan di rumah saja. Hah." Levin memarahi Zhia kali ini kelakuan Zhia benar-benar diluar batas. Diam. Seketika suasana mejadi hening sampai Satpam menelepon pihak yang berwajib. Sejenak Levin memejamkan mata untuk meredam amarah. "Apa yang adikku lakukan, Pak?" tanya Levin pada satpam. "Wanita ini, mendorong tubuh wanita hamil, hingga wanita itu pendarahan hebat, Pak." jelas lelaki yang menyqndang gelar sebagai Satpam itu. "Astaqfirullah. Zhia kenapa kau menjadi liar dan bar-bar begini, hah. Jangan bilang wanita itu adalah Arum?" tanya Levin curiga. Sorot mata Zhia tajam menghujam setelah teriakan sang kakak, Zhia ter
Read more
Terharu
Elang terbangun, saat mencium aroma minyak kayu putih di hidung. Perlahan matanya terbuka. Kepalanya terasa berat dengan samar-samar ia melihat Angga dan pak Dibyo mertuanya menemainya ia tetidur di bangkar. Elang merasakan kepalanya berdenyut luar biasa, ia berusaha beranjak, tapi badan terasa sangat lemas. Elang pegangi kepala yang luar biasa pusing. Sesaat ia sadar bahwa bagaimana keadaan sang istri. "Astaqfirullah, Arum.... " teriak Elang saat sudah kembali tersadar dari pingsannya. "Syukurlah kamu sudah bangun, Lang," ucap Angga, seraya menutup tutup minyak kayu putih. Aroma minyak kayu putih menguar dipenciuman Elang. "Bagaimana, Arum, Mas?" tanya Elang lirih, merasakan denyutan kepala yang belum membaik.Pak Dibyo tersenyum. "Arum dan anakmu baik-baik saja, Lang.""Alhamdulillah ... apa papa serius?" tanya Elang bahagia. "Iya, selamat ya sudah menjadi papa lagi." Jelas Pak Dibyo. Elang memeluk tubuh papa mertuanya. "Iya, Pa.""Sabar-sabar, karena sabar juga do'amu yang me
Read more
Hamil lagi
Beberapa tahun kemudian, Levin menyeret koper di tangan menuju kamar apartment milik Zhia adiknya. Dengan langkah tegak Levin berjalan ke luar lift setelah pintu besi itu terbuka. Setelah yakin telah berada di kamar yang tepat, Levin mengetuk pintu. Lalu sapaan hangat Zhia menyambut Levin. "Sudah sampai juga akhirnya, Mas." Zhia meraih tangan Levin dan menuntun masuk setelah mereka saling berpelukan karena lama tak berjumpa. "Iya, tadi agak macet soalnya. Gimana kerjaannya lancar?" "Alhamdulillah, Mas."Levin memeluk dan menguatkan Zhia. Membuatnya merasa benar-benar ada dan dihargai. Ya, ternyata memang hanya Levin yang selalu memberikan dukungan untuknya. Seketika Zhia merasa beruntung bisa memiliki kakak sebaik Levin. Karena kebaikan Arum makanya ia tak menuntutapapun dari Zhia dan membebaskannya. Zhia pernah benar-benar berada pada titik terendah. Di mana ia merasa begitu terpuruk saat berada di penjara beberapa hari. Sesaat Zhia menatap diri sendiri, merasa begitu buruk. Di
Read more
Anugrah terindah
"Apa, hamil, astaga Rum. Ini bahaya lo? Kamu ini ada-ada saja ya." Kata sang Mama mengomel dihadapan Arum. "Bukan begitu, Ma. Rum hanya ingin keluarga kita tambah banyak," sergah Arum, mencoba menenagkan sang Mama. "Astaga Rum, Kamu ini ya. Ga kapok melahirkan Arsha waktu itu? Ga main-main lo nyawa kamu taruhannya."Wanita paruh baya itu merasa kesal terhadap Arum. "Sudahlah, Ma. Tenang saja."Semua orang menghakimi Arum, membuat Arum begitu bersedih tak ada yang mendukungnya kali ini. Wanita itu terdiam merasakan sakit yang mendalam dalam hatinya. "Ma sudahlah. Itu juga pasti sudah dipikirkan oleh Arum." Jelas Angga kakaknya. "Tapi, Mama ...!""Ya, Angga tahu Mama khawatir, tapi sudahlah. Ma. Kita bantu doa dan dukung Arum."Wanita paruh baya itu menggeleng lalu berjalan mendekati Arum dan memeluknya erat. "Mama ga mau tahu kamu harus hati-hati tidak boleh kecapekan dan harus dengar apa kata Mama."Arum tersenyum. "Iya, Ma."Hati Arum lega karena kehamilannya datang di saat yang
Read more
Kecemasan Naura
Naura pulang ke rumah dengan muka kusut. Dia mengucap salam dengan tak semangat. Arum yang sedang duduk di sofa ruang tamu segera membuka pintu."Baru pulang, sayang?" tanya Arum. Sebenarnya dia ingin menanyakan kenapa Naura pulang terlambat, tapi wajah lelah itu membuat Arum hanya tersenyum. "Iya, Ma. Cape sekali." Naura menjawab dengan malas.Arum tersenyum, mengikuti Naura duduk di sofa. "Kenapa?"Naura menarik nafas lalu memeluk Arum dengan erat. "Naura hanya cape saja, Ma.""Ya sudah mandi dan makan ya.""Baik, Ma."Setelah mandi dan berpakaian, Naura membaringkan tubuh yang lelah. Ada perasaan tak enak mengingat sikapnya pada sang Mama tadi. Namun, moodnya benar-benar sedang buruk. Wanita itu, Ibunya Zhia habis menemuinya, membuat Naura merasa tertekan.Bahkan Naura sudah puluhan tahun diasuh oleh Arum. Selama ini bahkan sang Mama sambungnya itu tak pernah bersikap buruk padanya. Sang Mama selalu menyempatkan diri dekat dengan Naura. Bahkan Arum tak pernah berkata kasar juga t
Read more
indah itu berjuang
Rumah terlihat masih sangat sepi, sepertinya Bibi belum pulang. Setelah hari beranjak siang, Arum merasakan tubuhnya yang sedikit enakan. Sepertinya mual membuatnya enggan untuk berdiri, mulut yang pahit, kepala yang tidak lagi sakit, dengan perut dan kepala yang terasa lebih nyaman. Arum meraih ponsel, memeriksa deretan pesan yang masuk sejak tadi pagi, setelah pulang dari menjemput Ardha, tadi pagi Arum selesai mengantar ke sekolah langsung kerumah sakit memeriksakan kandungannya bersama sang Mama. "Mama lagi apa?" tanya Ardha yang baru saja menganti pakaian seragam sekolah. "Ardha, sebentar lagi punya adek!" "Mama enggak lagi bercanda 'kan? Ini serius, Ma?" tanya Ardha tidak percaya.Ardha terlihat tersenyum dan memeluk Arum, anak seusia Ardha bukankah belum faham soal kehidupan. "Selamat ya, Ma!" "Iya, Sayang."Diraihnya ponsel diatas nakas, Arum ingin membuat kejutan untuk sang suami, Matanya terpaku pada deretan pesan, dari sang suami. [Mas, dimana? kenapa belum juga pulan
Read more
Elang khawatir
"Mau pesan apa, Elang?""Kopi hitam saja, Ilham," jawab Elang sambil meletakkan tas di datas meja. Fahmi memesan dua cangkir kopi hitam, dan kembali duduk di depan sahabatnya. Elang tersenyum menatap Ilham meski mereka bekerja satu pekerjaan namun ia jarang sekali bertemu. Sesaat pramusaji datang membawakan dua cangkir kopi. "Bagaimana, Arum?" tanya Ilham sambil mengambil kopi panas meniup pelan lalu menyesapnya. "Alhamdulillah, kalau dilihat dari luar sih dia baik-baik saja, namun entah jika hatinya.""Kenapa?""Sebenarnya Arum, hamil lagi.""Hah, Bukannya kata kamu?"Elang tersenyum kecut. "Entahlah aku juga kurang paham, padahal dokter sudah wanti-wanti buat, Arum tak hamil lagi."Terlihat kekecewaan dari wajah tampan Elang. "Ya, aku mengerti. Tapi kan semua juga sudah ada yang mengatur," kata Ilham yang tak lain adalah rekan bisnisnya. Elang hanya menarik napas dalam"Kau kecewa? Dukunglah Arum?""Iya kau benar."Elang meraih gelas dan menyesap kopinya. Terkadang, Elang mener
Read more
Masih merindumu
"Terus ...?""Ya cuma ketemu saja, ia ingin bertemu dengan, Ilham sih katanya." Jelas Elang. "Oh.""Oh saja nih. Gimana dengar soal mantan?" tanya Elang menggoda. "Mas, ih."Elang tertawa, melihat Arum cemberut. Berharap jika Arum akan marah namun kali ini Arum tersenyum seraya memukul lengan kekar Elang. Hidup tanpa ada masalah adalah sesuatu yang mustahil. Elang tahu betul hal itu. Selama napas masih berembus, masalah akan selalu mengiringi hidup bukan. "Jadi ...?""Ya begitu lah, coba dekati Naura, Mas. Dia seharian diam. Aku sudah coba sih bicara dengannya namun, ya datar saja ia tak mau cerita."Elang lelaki berwajah tampan juga bertubuh kekar itu menarik napas. "Emm, baiklah tapi janji ya. Jangan dipikirkan. Ingat kandunganmu, Sayang."Arum mengangguk seraya memeluk Elang dengan erat. "Iya, Mas. Aku janji.""Hidup memang selalu beriringan dengan masalah. Namun, tak ada masalah yang hadir tanpa solusi. Jadi aku harap kau sabar ya."Arum mengangguk beberapa kali. "Kau benar, Ma
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status