All Chapters of Saat Istri Memilih Pergi: Chapter 71 - Chapter 80
128 Chapters
Indahnya tak terkira
Angga bermain dengan Naura, sedangkan Arum selesai membantu Bibi merapikan piring di atas meja makan. Dan ia melihat tak jauh dari Angga dan Naura bercanda, lalu berjalan mendekati mereka. "Sayang, Naura makan dulu, Nak.""Iya, Ma.""Mas Angga, makan gih."Angga mengangguk. "Iya, Rum.""Om, menginap di sini saja ya, temani Naura belajar?" pinta Naura pada Angga. "Ya, ga bisa, Nuara. Tapi Om temani nanti sampai selesai ya," jawab Angga membuat Naura mengulas senyimnya. kedua netra Naura berbinar. "Serius?"Angga tersenyum. "Iya, dua rius malah."Naura berdiri dan mencium pipi Angga. "Asyik, makasih, Om."Angga tersenyum ramah. "Sama-sama."Arum berjalan mendekati ruang kerja Elang, dan mengetuk pintu lalu ia membuka knop pintu dan berjalan masuk. Terlihat Elang yang masih sibuk dengan layar laptopnya. "Mas...."Elang menatao Arum dan tersenyum. "Iya, sayang.""Makan dulu sudah ditunggu, Mas Angga juga Nuara."Elang menutup laptopnya. "Iya baiklah, sayang!"Cup! Secepat kilat Elang
Read more
Bertemu Hani
"Kamu berlebihan, Arumi sayang ... kita memang membutuhkan materi untuk hidup, itu manusiawi, wajar, bahkan perlu. Tapi ada sesuatu yang lebih berharga dari semua itu." Jelas Angga. "Apa?" "Ya, jadi suami yang akhlaknya baik.""So ... siapa calom mas, Angga?" goda Arum. "Ya aku selalu minta sama Allah hal ini tentang jodoh. Ya, pingin punya pasangan yang baiknya sama kayak kamu.""Hmm ... bisa saja, tapi semoga saja di ijabah sama Allah.""Aamiin, permintaanku sederhana, 'kan?""Segala sesuatu yang berawal dari hal baik InsyaAllah barokah. Mas.""Doa juga kudu sabar dan ikhlas. Baru bentar langsung ngeluh, kok belum dikabulin, ya. Itu namanya nggak tau diri. Contohnya kamu kan? Bahagia usai masalah datang bertubi-tubi.""Iya, Mas Angga. Rum mengerti dan tak akan menyerah."Angga terbahak lalu merangkul tubuh Arum dengan menguntai banyak harapan. Berharap adiknya selalu bahagia dan tak akan pernah lelah memohon, dan Allah berkenan mewujudkan segala keinginannya. Ketika Elang berb
Read more
Menikmati Embun Pagi
Zhia mengembuskan napas saat terlihat putrinya Naura sedang bermain tak jauh darinya, namun ia sangat takut untuk menghampirinya. Setidaknya satu menit saja ia bisa memeluk putrinya itu, melihat Naura tertawa bahagia membuat Zhia menangis. Bahkan posisinya kini tak lagi ada di hati Zhia. "Ma ... ayo sini," panggil Naura membuat Zhia tersentak kaget. 'Mama siapa dia?' Guman Zhia. Gadis kecil dengan bahagianya sedang bermain sesaat wanita cantik menghampiri dengan kondisi sedang hamil. Bahu Zhia lunglai badannya bergetar hebat tatkala nanar kedua netranya menatap wanita itu. Matanya memerah menahan air mataZhia menarik napas kasar, namun sepertinya ia mengenali wanita itu. "Mama lihatlah Papa, bisa ya, ma. Papa main badminton, bukannya itu susah, Ma?" "Itu kesukaan Papa, sayang, dulu mama dan papa sering main bersama," jawab Arum melihat suaminya bermain dengan tetangga komplek. "Kenapa Mama tak main dengan, Papa!"Arum tertawa renyah sambil mengacak rambut Naura. "Ya ga boleh s
Read more
Zhia depresi
Levin berjalan melewati jalanan yang sudah sangat ia hapal tiap kelokannya. Beberapa motor melintas mendahului mobil Levin di sepanjang jalan ia hanya terpaku tak percaya oleh vidio yang ia lihat. Perasaannya yang semakin hancur tatakala menginggat semua kejadian saat pernikahaannya batal dengan wanita yang sangat ia sayangi yang kini sudah hancur. Entah apa yang terjadi dengan Zhia saat ini, Levin mengemudikan mobilnya dengan kecepatan cepat. yang lewat atau yang sedang berada di depan rumah. Seperti dulu, saat masih kecil, Levin mencuri waktu untuk bertemu Zhia. Sering bermain dengannya tetanggaku. Dulu, Ibunya sering terlihat marah karena menemui Zhia. Sekarang sudah berbeda sang mama sudah memberi kebebasan, namun Levin dan Zhia sudah tidak berdaya. Lucunya, tak pernah sekalipun Levin meminta maaf pada wanita yang sangat ia sayangi Arum. Ah, Levin mendengus kesal sambil membanting setir mobilnya, kadang Levin begitu rindu saat-saat bersama Arum. Mobil berhenti saat tiba di taman
Read more
Memuliakan Istri
Setiap ibu hamil pasti memiliki ngidam yang berbeda-beda terkadang melaluinya dengan biasa saja atau bahkan sampai tidak mau menyentuh makanan. Naura membolak-balikkan buku yang ada banyak sekali gambar bayi mulai dari merangkak bahkan cara memandikan bayi. sampai memberi makan juga mengompres bayi saat deman. "Ma, lihatlah buku ini, semua komplit lo dari memandikan adik juga memberinya makan." "Mana? Dapat dari mana bukunya, sayang?" tanya Arum mendekati Naura. "Ini, Ma. Entahlah ada di meja, mungkin punya papa, ma," jawab Naura sambil menunjukkan bukunya. "Oh, itu buku mama, Nak. Buat periksa dede yang ada dalam perut, mama.""Oh begitu, Ma."Arum mengusap perutnya dengan pelan. "Iya, sayang."Arum sangat senang bisa mengandung merasakan menjadi seorang wanita hamil tak tahu anaknya nanti cowok atau cewek ia lebih berharap jika kandungannya baik-baik saja. Dan sangat berharap anaknya tumbuh menjadi anak yang baik cantik atau tampan seperti papanya. Segelas susu hangat berada di
Read more
Levin bertemu Arumi
Apakah Zhia kuat menjalani hidupnya yang penuh kepura-puraan? Apakah ia sanggup bertahan? Atau ia akhiri saja hidupnya, karena ia tak bisa hidup tanpa Elang. Pikiran-pikiran itu selalu menghantuinya Meski lelah, akankah Zhia bertahan. Apakah ia terlalu bodoh bila memilih berjuang mendapatkan Naura dan juga Elang. Walau ambisi Zhia masih sangat menggebu. Setelah Levin dan sang Mama pergi, ia pun ikut pergi ke apartment yang selama ini ia tempati. Rasa itu sangat sulit. Ia rebahkan tubuhnya di atas ranjang apartmentnya, mencoba memejamkan mata. Tapi bayang-bayang Elang sedang bermesraan dengan Arum juga Naura menari-nari di benak Zhia. Tiap kali ia menututup mata, bayangan itu selalu hadir menghantuinya. Jarum jam sudah menunjukkan angka dua pagi, namun mata Zhia tetap saja enggan terpejam. Sesekali tangannya menutup mulut saat menguap. Mata Zhia sepertinya tak bisa untuk terpejam. Tak peduli jika pagi nanti Zhia ada jadwal pemotretan, tak begitu ia perdulikan pekerjaan yang ada di de
Read more
Permintaan maaf Levin
Bahkan rasa itu masih sama serapi dulu. Hanya saja jika dulu hal paling membahagiakan, sekarang terasa makin membuat perih. Terlebih saat menyadari rasanya masih sama dan tak pernah berkurang."Mas, Rum ke toilet dulu ya." Arum pamit pada suaminya. "Iya, sayang. Hati-hati ya, apa perlu aku antar?"Arum tersenyum. "Tidak, Mas, sebentar saja kok.""Baiklah."Levin menatap Arum yang beranjak pergi ke toilet. 'Aku takkan bisa melupakannya jika aku sendiri tidak ingin meminta maaf, aku akan menyelesaikan masalahku agar hidupku tenang.' Batin Levin. "Aku ke toilet sebentar." Pamit Levin pada asistennya. "Baik, Pak."Tak bisa dipungkiri, rasanya masih tetap sama. Sesungging senyum miris terukir dari sudut bibir Levin, Setelah berbagai pertimbangan akhirnya ia melangkah juga mengikuti Arum. Levin bersandar di tembok. Menatap Arum yang tengah berada di toilet, saat Arum keluar Levin pura-pura berjalan. Arum terbelalak langkahnya semakin pelan saat menatap Levin berjalan ke arahnya, Arum me
Read more
Ngidam Rawon
Elang menepikan mobilnya di pinggir jalan, lalu mengajak turun istrinya dan berjalan menuju warung rawon yang diinginkan Arum. Tak butuh waktu lama pramusaji datang membawakan dua mangkuk Rawon daging dengan sambal terasi juga kerupuk udang. "Wah, kayaknya enak ini, Mas."Elang tersenyum. "Iya makanlah, sayang."Arum mengangguk dan menghabiskan satu mangkuk rawon, rasanya sangat enak sekali. Elang hanya tersenyum menatap istrinya sesekali Arum mengelap keringat dipelipisnya. Membuat Elang tertawa geli melihat tingkah Arum yang tidak seperti biasanya. Arum mengaduk jeruk hangat lalu meneguknya, ia tersenyum menatap suaminya yang sedari tadi memperhatikannya. "Mas, maaf ya. Habisnya ini enak," seru Arum malu. Elang menggangguk. "Enggak papa, sayang. Mau pulang sekarang, apa mau tambah lagi di bungkus?""Iya boleh, buat Naura dan Bibi, Mas.""Baiklah."Selesai mereka pulang, mobil membawa mereka melaju membelah jalan raya menuju rumah mereka. mobul membelah jalan raya menuju rumah m
Read more
Pergi
Arum tak menggubris pertanyaan maaf Levin. laki-laki itu diam seribu bahasa. Arum malah menghindar saat Levin mencoba menatapnya. Bukan apa-apa, hanya sekedar memastikan. Bukankah tatapan mata tak pernah bisa berbohong? Sayangnya Levin tak mendapatkan apa pun, laki-laki itu hanya menggeleng. Seperti yang sudah ia bayangkan sebelumnya. Arum tidak berani membalas tatapan Levin. Levin makin yakin, pasti Arum tak akan pernah memaafkannya. Levin melangkah keluar dan membating pintu tempat kerjanya, serta membawa mobilnya, ia menginjak gas pikirannya kalut. Karma kah ini jika hidupnya sekarang dikendalikan oleh egonya sendiri. Rasa sesal di dalam hatinya masih hinggap dan tak kunjung pergi. Levin memarkirkan mobilnya di pinggir jalan yang sepi dan keluar mobil. Tubuhnya lunglai ke aspal yang berselimut kan debu. Hujan air mata membasahi pipinya, ia tak sanggup menahan beban yang menghimpit hidupnya. "Aghhh ... tidak. Arum maafkan aku ... kumohon kembalilah." Teriak Levin histeris. Tang
Read more
Dibawah langit yang sama
Levin berjalan mendekati jenasah Bu Lastri yang terbujur kaku, ia menangis histeris bersama Simbok. Entah kenapa takdir bisa bicara seperti ini, entah kenapa takdir merenggut nyawa mamanya dari sisi mereka, tubuh yang sudah terbujur kaku, Levin memeluk jenazah sang mama dengan perasaan entah. 'Maafkan Levin, Ma.'Zhia yang baru datang menangis histeris, padahal baru kemarin mama memintanya untuk makan bersama. "Tidak, mas itu tidak mungkin." Sesaat Zhia terjatuh dan pingsan. "Aduh, Tuan bagaimana ini, Non Zhia pingsan, Tuan."Simbok mencoba memberi minyak pada hidung, tengkuk, dan kening Zhia. Levin mengangkat tubuh Zhia di sofa rumah sakit. "Tuan, Nyonya...?""Iya, Mbok Nyonya sudah tiada."Simbok menutup mulutnya dan terkejut, "Innalillahiwainnaillahiroji'un, Nyonya." Si Mbok ikut menangis. Zhia menggerakkan tangannya lalu menangis, dan memeluk erat tubuh kakaknya Levin. "Zhia belum minta maaf, Mas, Zhia banyak salah, Zhi enggak rela.""Sabar, Zhi sudahlah."Zhia mengoyang-goya
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status