All Chapters of Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku: Chapter 81 - Chapter 90
132 Chapters
Pendarahan
Sejak kejadian tadi pagi, suasana rumah mendadak sepi. Tak ada senyum di antara penghuninya. Umi Khofsoh masih mendiamkan Bara. "Umi," panggil Bara di depan pintu kamar. Dari tadi uminya hanya berdiam diri di kamar. Bahkan untuk makan saja, mbah Yah harus mengantarnya. Tak ada sahutan. Namun Bara tahu, uminya belum tidur jam segini. Dengan memberanikan diri, Bara membuka pintu. "Umi." Bara menghampiri umi yang sedang duduk bersandar di kepala ranjang. Tangannya memegang tasbih, sementara matanya terpejam. Bara meraih tangan lembut uminya. Kepalanya ia sandarkan di pangkuan umi. "Umi jangan mendiamkan aku begini. Umi boleh memarahiku, tapi jangan pernah mendiamkanku." Bara mengiba, seperti anak kecil yang sedang merayu meminta coklat. TesCairan bening lolos dari mata umi yang masih terpejam. Sesungguhnya hatinya amat tersiksa. Ingin sekali ia membelai rambut anaknya, seperti waktu Bara masih kecil. Namun urung ia lakukan, mengingat Bara telah melakukan kesalahan fatal. "Umi, ji
Read more
Menjaga Dua Nyawa
"Hati-hati, Nak!" pesan umi Khofsoh, karena Bara berjalan tergesa. Bara begitu hati-hati saat menuruni anak tangga. Ada dua nyawa yang harus ia pertahankan. Cintya mengalungkan tangannya di leher Bara. Dia memperhatikan wajah Bara yang tampak tegang. "Duduk di sini dulu. Aku keluarkan mobil." Bara menurunkan Cintya di kursi teras. "Ini Bu, jilbabnya!" Mbah Yah menyerahkan jilbab instan berwarna moka kepada Cintya. Mbah Yah mencomotnya asal karena sama-sama panik. "Terima kasih, Mbah." Cintya mengenakan jilbab yang diberikan mbah Yah. Sementara itu, Bara tengah memanaskan mesin mobil yang sudah beberapa hari ini tak terpakai."Sakit perutnya, Nduk?" tanya umi Khofsoh. "Tidak Umi." Cintya tidak merasakan apa-apa. Mungkin karena saking paniknya. Umi Khofsoh menuntun Cintya menaiki mobil. Mbah Yah mengunci pintu rumah, lalu ikut duduk di bangku belakang. "Jauh rumah sakitnya?""Dekat, Umi. Enggak sampai lima menit sudah sampai," jawab Bara sambil fokus mengemudi. "Kita ke klinik
Read more
Siapa Sebenarnya Aisya?
"Bu Cintya mengalami pendarahan. Pendarahan terjadi, karena adanya kontraksi rahim. Banyak penyebanya. Salah satunya karena hubungan suami istri, di trimester pertama," jelas bu bidan. "Boleh ditutup lagi bajunya!" ujar sang perawat. Umi membantu mengancingkan baju Cintya. Lalu, dia membantu menantunya bangun. Bu bidan kembali ke tempat duduknya. "Untuk saat ini, istrinya jangan dicampuri dulu, ya, Pak!"Muka Cintya memerah menahan malu. Baginya, membahas masalah ranjang merupakan hal tabu. Dibantu Bara, dia kembali duduk di hadapan bu bidan. "Apa ini bahaya, Bu?" Kali ini Bara memberanikan bertanya."Kalau tidak segera ditangani sangat berbahaya. Efeknya bisa menyebabkan keguguran dan juga nyawa ibunya terancam. Saya sarankan istirahat total, sampai dirasa tidak ada darah yang keluar. Namun, kalau selama tiga hari masih terus pendarahan, segera ke dokter kandungan. Karena saya tidak bisa meresepkan obat penguat kandungan. Itu di luar wewenang saya."Bara mengangguk menyimak penj
Read more
Aisya Cemburu
#Berbagi_Surga "Nduk." Cintya menjingkat kaget, kala umi Khofsoh menepuk pundaknya. "Eh iya, Mi," jawabnya sambil mengatur debar jantung yang berdetak lebih cepat, karena kaget. "Lagi mikirin apa, sih? Dari tadi dipanggil kok enggak nyahut," ujar umi Khofsoh pelan. Dia tidak mau, anak menantunya sampai stres, karena akan berakibat pada calon cucunya. "Enggak ada, Mi," bohong Cintya. Dia tidak mau gegabah menceritakan kecurigaannya pada umi.Setelah hampir setengah jam menunggu, Bara keluar bersama istri mudanya. Mereka diantar seorang wanita yang lebih muda dari umi Khofsoh. Dari perawakannya, Cintya tahu kalau itu ibu Aisya. Raut mereka juga sangat mirip. Bedanya, Aisya lebih tinggi dan kurus. "Aisya duduk di belakang sama umi, ya?" ujar Bara sambil membuka pintu belakang. Wajahnya mendadak pias, ketika beradu pandang dengan umi. Namun Aisya segera menguasai diri. Umi Khofsoh menggeser duduknya agak ke tengah, agar Aisya bisa masuk. "Umi," sapanya sambil meraih tangan umi. Dici
Read more
Berbagi Suami
Umi Khofsoh menuju dapur, setelah memastikan Bara benar-benar menemani Cintya. Diraihnya gelas kaca berukuran sedang lalu mengisinya dengan air hangat. Tak lupa, umi Khofsoh meminta mbah Yah untuk mencarikan pembalut Cintya di kamar atas. Tok tokUmi Khofsoh mengetuk pintu kamar Aisya. Tanpa menunggu jawaban dari dalam, dia beringsut masuk. "Dapat, Mas?" tanya Aisya dengan mata terpejam. Dia tidak tahu, kalau yang masuk mertuanya. "Bara sedang menemani Cintya. Jadi saya bawakan air putih hangat, agar nyeri perutmu reda." Sadar bukan suaminya yang datang, Aisya sontak bangun. Dia menjadi salah tingkah."Tidurlah. Saya hanya mau mengantarkan ini!"Tak lama, mbah Yah menyusul umi di kamar Aisya. Dia menyerahkan sebungkus pembalut, yang isinya tinggal setengah. Aisya masih diam. Dia takut berbicara. "Pakai ini dulu!" Umi Khofsoh meletakkan pembalut di samping Aisya. Aisya hanya mengangguk. "Bara umi minta menjaga Cintya."Lagi-lagi Aisya hanya mengangguk. Umi Khofsoh mencoba men
Read more
Beda Menantu Beda Perlakuan
Bara yang bingung dengan perubahan istrinya, langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Dia tak tahu, harus membujuk dengan cara apa lagi agar Aisya berhenti merajuk. "Bagaimana, kalau memang aku enggak bisa hamil?" tanya Aisya dengan suara menyayat hati. Aisya teringat percakapannya dengan umi, kalau salah satu tujuan pernikahannya adalah memperbanyak umat Rasul. Nyatanya, justru kakak madunya yang diberi amanah terlebih dahulu. "Kita baru satu bulan menikah. Jangan takut berlebihan," hibur Bara. "sekarang tidurlah, sudah malam." Bara mengecup kening Aisya. Dia sengaja menghindari perdebatan dengan istri mudanya. "Aku takut Mas akan meninggalkanku," lirih Aisya. "Kalian tadi mengobrol apa saja?" tanya Bara mengalihkan pembicaraan. Dia tahu, pasti terjadi sesuatu antara umi dan Aisya. "Aku sakit hati, Mas." Aisya menutup wajahhnya dengan kedua telapak tangan. Tak lama, tubuhnya kembali terguncang. Bara semakin tak tega melihat istri mudanya tersiksa. Entah apa yang dikatakan um
Read more
Rahasia Masa Lalu
Bara menunduk dalam. Tak mudah membujuk Aisya yang terlanjur kecewa dengan sikap umi. Namun, mengantarkan Aisya pulang ke rumahnya, juga bukan pilihan tepat. Pasti umi Khofsoh semakin benci dengan Aisya. Bara ingin kedua istrinya mempunyai kedekatan dengan umi. "Kita makan, yuk!" ajak Bara agar Aisya tidak larut dalam kesedihan. "Mas kenapa sih, dari tadi malam selalu mengalihkan pembicaraan kalau aku bahas umi?" kesal Aisya. "aku enggak lapar, Mas. Aku hanya pengen pulang." Bara menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Rongga dadanya ikut sesak, memikirkan Aisya dan umi. Dalam hati, Bara juga menyesalkan sikap umi, yang terkesan membeda-bedakan Aisya dan Cintya. "Makan dulu, nanti sakit,"bujuk Bara."Biar saja aku sakit. Enggak ada yang peduli, kan?" "Siapa bilang. Aku enggak mau lihat Kamu ataupun Cintya sakit.""Aku capek, begini terus," keluh Aisya sambil tangannya menarik rumput yang tumbuh di samping pohon Kenanga. Tangannya terus meremas-remas rumput itu. "Ayo makan!" paksa
Read more
Terkuaknya Masa Lalu
Cintya masih sibuk menenangkan umi Khofsoh. Dia juga meminta mbah Yah, untuk membawakan segelas air putih. Setelah meminum air, umi Khofsoh tampak lebih tenang dari sebelumnya. Dia terus memandangi wajah ayu Cintya yang tampak natural, tanpa riasan wajah. "Maafkan Bara, Umi," sesal Bara, telah membuat uminya menangis. "Umi ingin, berbicara bertiga dengan kalian, di taman." Cintya dan Bara saling berpandangan. Sepertinya ada yang ingin umi sampaikan. Belum sempat mereka berdiri, seorang tamu datang. Rupanya orang yang Cintya suruh bersih-bersih rumah, membantu mbah Yah. "Permisi, maaf saya terlambat datang," ucapnya sopan. "Enggak apa-apa, Mbak Eni. Nanti biar dikasih tahu mbah Yah, kerjanya apa. Mbah Yah ada di dapur," ujar Cintya."Iya, Bu," jawab mbak Eni. Dari segi usia, mbak Eni hampir sama dengan Cintya. Bedanya, mbak Eni terlibat lebih berumur. "Kalau begitu, saya langsung ke dapur, Bu. Permisi." Mbak Eni langsung menemui mbah Yah, karena merasa tidak enak, di hari perta
Read more
Egois
Cintya mengunci kamar, lalu menghempaskan tubuhnya ke kasur. Dipejamkan matanya sejenak, mencoba mengurai masalah yang menghampirinya. Bisikan untuk segera mengakhiri rumah tangganya, kian berembus kencang. Baginya, kesalahan Bara cukup fatal. Ditambah, dengan pengakuan umi yang memperkuat keinginannya untuk segera pisah. Namun, janin di rahimnya masih jadi penghalang. "Apa ini juga campur tangan Allah, agar aku mempertahankan rumah tangga dengannya?" gumam Cintya semakin bingung. Diremasnya rambut yang sudah mulai acak-acakan. Kepalanya juga pusing, memikirkan nasib pernikahannya ke depan. Perutnya terasa semakin tidak nyaman. Darah yang keluar juga semakin banyak. Cintya lantas beranjak ke kamar mandi. Karena bukan pertama kali, dia tidak terlalu panik. Tok tok tokPintu diketuk, saat Cintya baru saja keluar kamar mandi. Cintya sedang malas bertemu siapapun. Dia memilih tidak membukakan pintu. Namun, ketukannya semakin keras, membuat Cintya terpaksa membukakan pintu. ClekPintu
Read more
Meninggalkan Aisya
Bara kembali memukul gagang setir yang tak bersalah. Percuma juga mengejar Cintya, yang berjalan semakin menjauh. Bara akhirnya memutuskan meninggalkan kampus, tempat istrinya bekerja. Bara teringat, kalau ia akan mengunjungi pembangunan sarang walet di desa Tinading. Mobil belok kanan, menuju arah Tambun. Mobil terus melaju dengan kecepatan sedang. Sampai di perempatan Tambun, Bara belok kiri. Bara menurunkan kecepatan kendaraannya, karena jalanan lumayan macet. Barulah setelah melewati SPBU, jalanan mulai lengang. Bara kembali menambah kecepatan. Mobil melaju kencang. DrrtPonselnya bergetar. Diliriknya sekilas, ternyata Aisya. Bara mengabaikannya. Emosinya belum stabil. Dia takut akan melampiaskannya pada Aisya. Jadi, dia memilih mengabaikan panggilan Aisya. Bara terus fokus mengemudi. Namun, Aisya terus memanggil. "Iya," jawab Bara saat ponselnya terhubung dengan Aisya. "Aku masih di jalan, nanti lagi ya."TutBara memutuskan panggilan secara sepihak. Pasti Aisya di sana sedang
Read more
PREV
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status