All Chapters of Hijrah yang Tak Kau Hargai: Chapter 21 - Chapter 30
58 Chapters
Bab 21 Positif Hamil
Aku sangat tak nyaman. Mbak Namira selalu bersikap buruk padaku. Rasanya ingin pergi dari sini. Namun aku tak bisa. Pukul setengah sembilan malam ia baru pulang. Setelah mas Hasan suaminya membujuk ia. Aku masih saja termenung disini. Tak habis pikir terjadi malam ini. Ketika kami baru pulang. Keesokan harinya mas Hakim berangkat kerja. Aku di rumah membantu mertuaku. Setelah sarapan dan cuci piring, lanjut menyapu. Kulihat Ivy baru bangun dari tidurnya. Ia langsung menonton tv. Aku pun tengah menyapu. Saat itu kusapu bagian bawah kursi. Sapu yang kupegang seperti menyentuh sesuatu. Lantas kutarik dan kutemukan sebuah pakaian. "Apa ini?""Itu bajunya mbak Namira gak?" Ujar Ivy. "Kamu yakin ini bajunya? Mbak temukan di bawah kursi panjang ini. Terselip di pinggir dinding." Ungkapku."Berarti ini bajunya!""Yah sudah, disimpan saja. Nanti serahkan ke mbak Namira. Dia mau pakai kan?""Hari ini kok pakainya. Tapi kotor gini. Yah sudah kutaruh saja ke cucian kotor.""Nanti mbak Namira g
Read more
Bab 22 Tak Dipedulikan
Di kehamilan pertama ini, aku merasa mual. Seluruh badanku tak enak. Mau makan apapun, aku tak suka. Hanya ada beberapa makanan tertentu yang kuinginkan. Makan nasi pun tak selera. Pagi ini aku sudah beraktivitas. Walaupun sudah diingatkan, terpaksa kulakukan. Ibu mertuaku setiap paginya pergi ke sawah. Ia mengurusi sawahnya. Meskipun ada pekerja. Tapi ia menjadi lebih repot, ketika suaminya tiada. Ivy selalu kesiangan bangunnya. Itu sebabnya kukerjakan tugas rumah sendiri. Padahal ia sudah tahu aku hamil. Namun Ivy masih tak berubah. Mungkin ini memang nasibku di rumah mertua."Ivy!" Tiba-tiba mbak Namira datang. Aku mulai memasang sikap segan padanya. "Baru bangun kamu?" Tanya Mbak Namira pada Ivy."Yah, Mbak. Tadi malam aku mengerjakan tugas kuliah.""Palingan kamu habis main ponsel semalaman.""Hahaha. Mbak tahu darimana? Aku sekalian mengerjakan tugas kok, Mbak.""Gak percaya.""Daripada bosan. Itu apa, Mbak?""Oh ini, aku bawa sayur terong hasil kebunku. Ini dimasak nanti yah
Read more
Bab 23 Suami Lebih Membela Ipar
"Ivy!""Yah, Bu?""Sapu halaman sana. Jangan Mbak Tazkiyah terus. Dia lagi hamil muda gitu!""Aku ngantuk, Bu. Semalam banyak tugas kuliah.""Ya. Tapi sempatkan dulu. Ibu mau ke pasar. Belanja bahan makanan habis. Nanti digoreng ikannya, buat sambalnya.""Banyak banget, Bu.""Harus dikerjakan yah!""Ya.."Mertuaku pergi pagi ini. Dia berniat mau ke pasar. Di rumah, aku hanya berdua dengan Ivy. Ia menyapu halaman sendiri. Aku hanya diizinkan mertuaku menyapu dalam rumah dan masak. Ivy tampak sibuk sekali menyapu halaman. Kemudian ia lanjut cuci piring. Aku tak enak hati dengannya. Ivy cemberut saja, tatkala harus mengerjakannya. Ingin kubantu, namun mas Hakim melarangku. Ia sudah berpesan agar aku tidak kecapekan. Pakaian kotor sudah dicuci mas Hakim. Sementara aku hanya tinggal menjemurnya. Seharian aku tak berani menegur Ivy. Ia tampak sangat cemberut terus. Aku jadi merasa segan disini. Merasa serba salah semuanya. Akhirnya kuputuskan mengerjakan aktivitas rumah. Mas Hakim belum pul
Read more
Bab 24 Usai Keguguran Menjadi Pengasuh
Di rumah sakit aku dirawat inap tiga hari. Mas Hakim jadi bolak-balik bekerja. Sementara tak ada yang menemaniku di rumah sakit. Penjenguk pun tak ada. Hanya mertuaku yang mengantar saja. Saat di ruang inap, aku butuh bantuan. Sakit yang kualami, tak mampu membuatku bangkit. Aku butuh bantuan perawat mengantarku ke toilet. Namun, kondisi ruangan begitu sepi. Aku menanti perawat yang masuk. Ketika itu ada perawat yang masuk ke dalam ruangan. Syukurlah, aku akan minta bantuan padanya. Sangat tak tertahan lagi mau ke toilet. Saat ingin minta tolong, perawatnya tiba-tiba langsung keluar. Betapa kecewa sekali aku. Seolah perawatnya tak mau aku mintai pertolongan. Akhirnya mas Hakim masuk ke ruangan. "Mas, aku mau buang air kecil. Sudah tak tahan lagi.""Kenapa gak dari tadi?""Gak ada yang menolongku. Tanganku ada inpusnya.""Kan bisa minta tolong perawat tadi.""Aku mau memanggilnya tadi. Tapi dia malah langsung pergi.""Gak mungkin.""Benar, Mas.""Ayo kuantar. Tapi kayaknya ada orang d
Read more
Bab 25 Mengutarakan Keinginan Pulang
Hidup disini membuatku tambah tak betah. Padahal aku sudah berusaha untuk disini. Semua sudah kukorbankan. Bahkan sampai aku jauh dari keluargaku. Namun, tak sedikitpun mereka yang menghargai. Hanya ibu mertuaku yang kadang mengerti. Mas Hakim pun tak menghargaiku. Apalagi semenjak aku keguguran. Aku merasa tak ada artinya disini. Pekerjaan pun tak kunjung kudapatkan. Aku juga telah kehilangan anak. Aktivitasku disini hanya membantu di rumah. Sekarang juga mengasuh anak mbak Namira. Ia masih belum kembali ke rumahnya. Kondisinya belum begitu pulih. "Melamun saja kau ini.""Aku tak ada kerjaan lain, Mas Hakim. Mau cari tak kunjung dapat.""Mangkanya kalau diinterview itu harus bisa.""Aku sudah berusaha semampuku. Ini kenyataannya. Kadang mereka butuh pengalaman yang lebih.""Kalau kamu masih susah cari kerja, tak usah lagi interview. Hanya buang-buang waktu saja!""Tapi Mas..""Sudah, kamu di rumah saja. Bantu apa yang bisa kamu bantu. Daripada mencari sesuatu yang tak jelas."Aku m
Read more
Bab 26 Niat yang Diurungkan
"Aku tidak bisa kesana. Ada banyak pekerjaan. Walaupun libur sekolah, aku masih sibuk.""Yah, sudah. Biar aku sendirian saja.""Kau yakin?"Mas Hakim akhirnya memberitahukan kepada ibunya. Ia menyampaikan keinginanku untuk pulang. Jelas mertuaku tak setuju. Terlebih lagi aku ingin pulang sendirian. "Jangan dulu, Hakim. Pulang sendirian juga nanti di jalan gak baik. Dia itu bukan asli sini!" Ujar Ibu Mertuaku."Mau bagaimana lagi, Bu? Dia sendiri yang mau pulang." "Kasih tahu Tazkiyah. Jangan pulang sendirian. Pulang bareng kamu juga gak bisa. Kamu mau kerja kan?""Ya. Aku sudah bilang begitu. Tapi dia tetap kekeh ingin pulang sendiri.""Biar nanti Ibu yang ngomong ke dia."Besoknya aku memang diajak mertuaku bicara. Ia bicara banyak padaku. Termasuk menyinggung rencana kepulanganku. "Kamu mau pulang ke Sulawesi?""Rencananya iya, Bu.""Disini saja. Disini rame, banyak keluarga. Tempatmu sepi kan? Hanya ada ibu dan ayahmu.""Iya, Bu.""Disini saja. Hakim juga sibuk bekerja. Kasihan
Read more
Bab 27 Mas Hakim Curiga
"Mas!""Apa lagi?""Kamu kok langsung sensitif gitu jawabnya? Aku mau tanya, kamu tadi janji besok maraton kan?""Ya. Aku lupa.""Baru sebentar kok lupa, Mas? Besok gimana?""Ibuku minta diantar ke rumah mbak Namira besok. Bagaimana kalau lusa saja maratonnya?""Kamu ini." Aku langsung pergi meninggalkannya. Teramat kecewa sekali. Aku tidak menyalahkan mertuaku. Ia juga tak tahu besok akan maraton. Aku pasrah, tak mungkin marah. Namun Mas Hakim bisa segitunya melupakanku. Apa aku tak ada dalam pikirannya lagi? "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Tiba-tiba Zaky meneleponku. Di tengah aku yang sedang sedih. "Ada apa Zaky?""Aku sekarang ada di Jakarta.""Kamu gak kerja?""Sedang libur, kusempatkan ke tempat temanku. Sekalian aku ingin bertemu denganmu. Bagaimana kabarmu?""Alhamdulillah baik, Zaky.""Kalau boleh, aku mampir ke rumahmu. Ada suamimu kan disana? Sekalian kenalkan aku dengannya.""Aku di rumah mertuaku. Kalau kau tak sungkan mainlah. Kadang suamiku ada di rumah. Kalau
Read more
Bab 28 Tak Bisa Pulang
Ada saja yang diributkan mas Hakim. Ia merasa cemburu dengan sepupuku sendiri. Walau Zaky sepupu tiri, namun aku sadar. Aku cukup tahu diri untuk memiliki hubungan dengannya. Mas Hakim sama sekali tak memikirkan perasaanku. Padahal sudah kujelaskan dengan benar. Sedangkan dia dengan muridnya saja kudiamkan selama ini. Dia bahkan hampir setiap hari mengajarnya privat. Mas Hakim tampak akan pergi. Kurasa dia akan mengajar privat. Tampak sangat rapi sekali dia. Bau parfumnya sangat menyengat. Dia seperti salah tingkah. Apa semenjak ia mendugaku selingkuh dengan Zaky?Jangan sampai membuat dia semakin bebas. Tak mau ia melampiaskan dengan perempuan lain."Mau berangkat ngajar, Mas?""Ya.""Kamu di rumah sama ibu. Jangan pergi tanpa izin. Kalau tak izin lagi, tahu sanksinya.""Ya."Mas Hakim pergi siang ini. Ia berpesan denganku agar di rumah saja. Aku tak boleh pergi tanpa izin. Sementara aku sangat ingin pergi dengannya. Setidaknya ada waktu satu hari saja. "Hakim sudah pergi, Tazkiyah
Read more
Bab 29 Bimbang
Mas Hakim telah bicara pada ibunya. Kemudian pintu kamar mandi pun diperbaiki. Aku sedikit lega. Jadi aku tak perlu takut lagi. Namun, tetap saja canggung. Selama ini aku menjaga auratku. Namun harus mengalami kejadian ini. Mas Hakim masih belum mau berusaha punya anak. Aku selalu bilang ingin punya keturunan. Namun ia masih menundanya. Setiap melihat orang tua bersama anaknya, aku merasa sedih. Mas Hakim kemana yah? Aku mencarinya tak ada. Suasana rumah tampak sepi. Sehabis mengerjakan tugas rumah, aku tak melihatnya dari tadi. Saat itu ada yang datang. Mungkin mas Hakim. Lalu kulihat ke arah pintu depan. Bukan, ternyata itu Zulfi. Perasaanku menjadi canggung. Di rumah hanya ada kami berdua. Sehingga aku memutuskan untuk keluar rumah. Tidak baik rasanya hanya berdua. Walaupun ipar, Zulfi tetap bukan mahramku. Aku keluar dari rumah, saat itu berpapasan pula dengan tetangga. "Eh, Mbak Tazkiyah." "Bu Retno.""Lagi apa, Mbak?""Duduk-duduk saja. Gerah di dalam rumah.""Main saja ke ru
Read more
Bab 30 Membatalkan Keinginan
Selama menjalani hubungan ini, aku selalu merasakan sakit. Mas Hakim seolah tak memikirkan perasaanku. Aku bingung harus mengambil sikap. Setiap merasa goyah, kudengarkan kajian. Supaya hatiku bertambah kuat. Aku harus tetap tegar dan ikhlas. Alhamdulillah aku masih bisa melihat kajian online. Hingga perasaan emosiku bisa kubendung. Namun, sanggupkah aku melihat suamiku di sosmed. Sementara itu tidak denganku. Melainkan dengan wanita lain. "Mas. Setidaknya hargai aku. Jangan sering upload foto sama wanita lain.""Apaan sih kamu ini. foto juga rame-rame.""Tapi ada bagian Mas mengupload dekat wanita lain. Apalagi perempuan itu sangatlah seksi. Aku malu, Mas.""Kamu ini memang tak mengerti suamimu yah. Aku ini kerja!""Yah sudah. Cuma aku malu, aku ini berkerudung besar. Aku sedih lihat kamu menempel dengan wanita seksi itu.""Kamu ini, aku foto sama muridku berhijab tak boleh. Ini perempuan seksi juga dipermasalahkan.""Bukan itu, Mas. Kuakui, wajar bila aku cemburu. Aku ini istrimu.
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status