"Ukuran payudaranya berapa, Mbak? Emangnya cukup nyusuin bayi kalau sekecil itu?"
"Iya, loh. Dilihat dari penampakannya, kayanya Asi Mbak gak cukup banyak, deh?"
“Kalaupun asinya banyak, pasti encer dan gak berkualitas, ya?”
Lela seketika melongo ucapan-ucapan wanita di sekelilingnya.
Tanpa sadar dia menutupi bagian dadanya yang sudah terhalangi hijab creamnya.
Gadis yang sedang stress akibat proses skripsi dan utang ayahnya itu melamar kerja karena melihat status penjual sayur langganannya.
Katanya, ada orang kaya yang sedang mencari ibu asuh untuk anaknya dengan gaji tinggi. Dipikirnya, ini kesempatan besar agar dia dapat kerja di satu tempat alih-alih memiliki 3 pekerjaan sampingan.
Tapi, kok pelamar lain malah mengomentari ukuran payudaranya dan membawa-bawa perihal asi?
Dengan cepat, Lela pun melihat ponselnya lagi dan melihat judul bannernya.
Namun, matanya membelalak karena apa yang ditanyakan ibu-ibu tadi masuk akal.
[SELEKSI IBU ASI! GAJI 10JT PER BULAN + TUNJANGAN LAINNYA]
Hah?
Lela ternyata kemarin salah baca…! Pantas saja, dia ditatap segitunya sejak tadi.
Memang seharusnya, gadis itu curiga dengan gaji besar di status yang ia baca….
Mana mungkin, Ibu Asuh biasa digaji sebesar itu? Tapi, karena harus membayar biaya sekolah sang adik dan rumah sakit sang ibu, dia jadi terburu-buru.
Ayahnya? Jangan ditanya! Pria itu justru kabur-kaburan setelah berutang dan dikejar rentenir. Andai Lela tidak ingat kalau ia hampir lulus, ia akan berhenti kuliah dan memilih fokus kerja demi keluarganya.
Lela menghela napas. Dia lantas berusaha keluar dari barisan pendaftar untuk menjelaskan permasalahan yang ada.
Sayangnya, giliran Lela justru ternyata tiba.
“Huaaaaa!”
Dari tempatnya, Lela bahkan dapat melihat bayi yang merupakan bintang utama hari itu memberontak dalam gendongan–tidak nyaman.
Tangisannya semakin kencang, membuat Lela merasa iba.
Hanya saja, saat mata bulatnya itu bersitatap dengan Lela, bayi itu … langsung diam?
Bayi tampan itu bahkan menatap Lela cukup lama, seolah dirinya sesuatu yang sangat menarik.
Hal ini membuat sang pengasuh dan calon “Ibu Asi” lainnya ikut melihat Lela.
Ada apa yang menarik dari seorang perempuan muda berhijab cream dengan pakaian kemeja putih dan rok hitam polos itu?
"Baby Dam, mau apa?" tanya sang pengasuh pada bayi mungil itu meski tahu tak akan mendapat balasan yang diharapkan.
"Aba...abaabububu..." oceh bayi itu tiba-tiba.
Lela pun bingung.
Ia menatap sang pengasuh yang juga tak tau harus melakukan apa, tapi ia tak memiliki pilihan lain selain menggendong bayi itu.
Kejadian itu pun menjadi tontonan semua orang. Terlebih, setelah masuk ke gendongan Lela, bayi itu seolah langsung menemukan kemistri.
Ia sampai ngusel-usel di dada Lela, menepuk-nepuk dadanya yang tertutup hijab.
Lela menanggapinya sebagai candaan bayi, tetapi bayi itu malah berusaha menyingkirkan hijab Lela.
Sampai akhirnya pengasuh bayi itu pun berkata, "Tunggu apa lagi? Susui saja."
Deg!
“I–itu…”
Lela ingin menjelaskan apa yang terjadi.Tapi belum sempat menjelaskan, seorang pria di usia 30-an tampak mendekati mereka. "Ada apa ini?" tanyanya.
"Baby Dam gak mau lepas dari Mbak ini, Mas Dika," ujar sang pengasuh, menjelaskan situasi pada sekretaris dari ayah Baby Dam, “Jadi, saya menyuruh Mbak ini untuk coba menyusuinya.”
Pria itu sontak mengerutkan kening mendengar informasi yang didengarnya.
Ditatapnya Baby Dam dan Lela secara bergantian.
Pemandangan Baby Dam ramah pada orang asing … sungguh luar biasa!Biasanya, Baby Dam akan menangis, membuang muka, atau bahkan tantrum begitu melihat orang tak dikenal–seperti pada pendaftar sebelumnya.
Sekretaris itu saja perlu waktu lama untuk mendapat approval sang bos kecil yang sepertinya menurunkan sifat banyak mau dan perfeksionis dari ayahnya, Tuan Raniero.
Seketika, pria itu pun mendapatkan sebuah ide!
"Gini saja, Mbak. Sepertinya, Baby Dam sudah memilih Mbak. Kalau begitu, tolong, ikut ke mansion agar kita bisa leluasa bicara terkait kontrak kerjanya, ya."
Mendengar itu, para ibu di sana terkejut!
Yang tadi julid, jelas makin julid pada Lela.
Lela sendiri kelu mendapat kebencian terang-terangan seperti itu.
Hanya saja, pendaftaran dan wawancara calon Ibu Asi sudah dihentikan….
Jadi, di sinilah Lela sekarang–mansion mewah milik orang tua Baby Dam.
Setelah menaruh Baby Dam yang tertidur di pangkuannya sejak di mobil, dirinya diajak bicara di ruang tamu oleh Dika dan dua orang lainnya, yang ternyata dokter dan kuasa hukum keluarga itu.
"Baik, Mbak Lela. Sepertinya kita bisa mulai membicarakan perihal pekerjaan Ibu Asi untuk Tuan Muda. Apakah Mbak setuju?”
Lela memilin jarinya. "Saya... sebenarnya… salah baca loker kemarin, Pak. Saya masih mahasiswa dan belum pernah menikah atau punya anak.”
“Meskipun saya mau, tapi saya belum punya Asi. Jadi saya gak jadi ngelamar," ucapnya tak enak, “sekali lagi, mohon maaf.”
Suasana seketika hening.
Sekretaris dari ayah Baby Dam bahkan tercengang!
Bisa-bisanya wanita yang mampu mengendalikan sang tuan muda, ternyata tak bisa jadi ibu asinya?!
“Mbak gak bercanda, kan?”
“Mbak gak bercanda, kan?”Mendengar itu, Lela jadi merasa tak enak. Tapi, biar bagaimanapun juga, dia memang tidak bisa jadi ibu asi tanpa pernah hamil dan punya anak, kan?“Ehem…” Pria yang tadi mengenalkan diri sebagai dokter keluarga itu tiba-tiba berdeham dan memecah keheningan.“Sebenarnya ada caranya. Bagaimanapun, karena Tuan Muda sangat butuh asi akibat alergi susu sapi dan juga karena Tuan Muda sepertinya menyukai Mbak, kami bisa mengusahakan untuk melakukan sesuatu.”“Maksudnya melakukan apa, saya gak harus hamil dulu kan?” tanya Lela, tak mengerti.Dokter Greg pun menggeleng, "Tentu saja tidak, Mbak, tenang saja, ami tidak akan melakukan hal sejauh itu. Dengar penjelasan saya dulu."Lela pun mengangguk patuh, ia was-was dengan apa yang akan disampaikan oleh dokter itu. Posisinya yang lemah akan membuatnya mudah dibujug dan dikendalikan.Lalu Dokter Greg pun mulai menjelaskan cara apa yang bisa Lela lakukan agar bisa menghasilkan Asi.Salah satunya melakukan induksi laktasi.
Di sisi lain, Lela kini berdiam diri di kamar kost-an.Dia memikirkan apa yang harus ia pilih.Terlebih, sejak kemarin, hatinya pedih kala mendengar tentang kisah perceraian orang tua Baby Dam dan ibunya yang tak ingin merawat bayi tampan itu. Lela jadi tak tenang saat kuliah dan bekerja taditadi. Namun melihat tidak adanya pesan dari mereka, sepertinya Baby Dam dalam keadaan baik?Sepertinya, keputusan menolak jadi Ibu Asi Baby Dam tidak menimbulkan masalah….“Lela, KELUAR KAMU!”Suara teriakan pria dari luar kost membuat Lela tersentak dan tersadar dari lamunannya.Ada ribut-ribut apa ini? Gadis itu pun keluar kamar, tetapi dia terkejut kala menemukan tetangga kostnya sudah berkerumunan menonton tiga pria berpenampilan preman yang baru saja berteriak di depan kamarnya."Ada apa ini, Pak?" tanya Lela bingung."Kamu anak dari Pak Suyanto Wijoyo, kan?"Meski masih bingung, Lela pun mengangguk. "Iya, ada apa ya Pak?""Bapakmu kabur! Gak ada yang bisa ditagih karena jaminan sertifika
"Lela? Ngapain kamu di rumah saya?"Mendengar itu, Lela seketika merapikan bajunya. "Ja–jadi... Bapak adalah Ayah dari Baby Dam?" tanyanya–memastikan.Melihat Bara mengangguk, Lela tercengang.Ruangan seketika hening dan baru terpecah karena Baby Dam mulai menangis.Jadi, Lela langsung bereaksi untuk menggendongnya dan memberikan Asi kembali untuk Baby Dam.Lela bahkan lupa kalau Bara masih di sana.Untungnya, pria dingin itu peka dan langsung keluar dari kamar anaknya agar Lela leluasa memberikan asi pada anaknya.Hanya saja, wajah Bara tampak mengeras. saat menemui asistennya."Dika, kamu apa-apaan sih, dia itu mahasiswa bimbingan saya! Kok bisa kamu sampai nggak tahu?!"Dika sendiri tampak terkejut. "Mohon maaf Pak, tapi saya tidak mendapatkan informasi itu. Hanya, yang saya tahu, Mbak Lela atau Laila itu memang kuliah di Universitas yang sama dengan tempat Anda mengajar, tapi saya tidak tahu kalau dia anak bimbingan Anda," jelasnya.Ctas!Bara membanting tempat pulpennya hingga ja
Untungnya ... setelah pertemuan itu, Lela berhasil menghindari Bara. Dia hanya berkomunikasi lewat chat atau email untuk mengirim dokumen revisinya.Tampaknya, Bara juga berlaku demikian. Hanya saja, tepat tengah malam, Bara yang baru pulang dari kantor mampir ke kamar Baby Dam yang didesign agar diapit kamar utama yang ditempatinya dan kamar pengasuhnya.Namun, Bara tak menyangka jika Lela tertidur di sana dengan posisi memberikan asi padanya.'Shit...' ucapnya dalam hati.Seketika, dia teringat bahwa mahasiswinya itu sudah menjadi ibu susu putranya.Masalahnya ... posisi Lela miring menghadap ke pintu, sehingga sebagian dada gadis itu terlihat!Srak!Bara langsung melemparkan jasnya ke arah Lela sebelum mendekat untuk memindahkan Baby Dam ke keranjang bayinya. Sebisa mungkin, dia tak melihat aset mahasiswinya itu.Sayangnya, saat ia akan mengambil Baby Dam, tiba-tiba Lela bangun. "Aaaaa!" teriaknya, kaget.Matanya melebar dan penuh tuduhan. "Oeeek!" Gara-gara teriakan Lela, Bab
Untungnya, Bi Tati menyusul masuk dengan teko di tangannya.Wanita paruh baya itu langsung menyapa mantan Nyonya mansion itu yang sedang menatap Lela. "Selamat datang, Nyonya. Mau ketemu sama Tuan Muda ya?" tanya Bi Tati. Jujur, Lela kaget karena Bi Tati terlihat sangat berani menghadapi Riri yang memiliki wajah judes itu.Bi Tati bahkan tak peduli dengan Riri yang terlihat kesal. "Hallo, kamu pengasuh barunya?" tanya wanita itu menatap tajam Lela. Lela mengangguk, "Betul, Nyonya." "Gak pelu panggil Nyonya, aku bukan istri Bos kalian lagi," ujarnya lalu maju untuk melihat putranya. Baby Dam terlihat menatapnya dengan heran seolah menelisik siapa yang ada di depannya. Melihat respon Baby Dam yang pasif, wajah Riri seolah kecewa dan langsung melepaskan tangannya dari kepala si bayi. "Ck! Saya pamit dulu!" ujarnya pergi dari sana. Bi Tati pun mengikutinya, meninggalkan Lela dengan Baby Dam. Melihat kepergian sang ibu, Baby Dam seolah tak merasa terusik, ia hanya diam
"Kamu.. kalo udah selesai, cepet susuin Baby Dam. Jangan males-malesan!" ujarnya judes, setelah berhasil mengendalikan diri.Tanpa basa-basi, pria itu berbalik dan keluar kamar. Lela sendiri hanya bisa mengangguk, mengiyakan. Tapi, entah mengapa rasanya dia jadi malu dan takut menemui Bara lagi!Untungnya, Lela berhasil memompa asi meski tidak sebanyak biasanya.Gadis itu pun keluar untuk mencari Baby Dam.Namun siapa sangka dia malah menemukan Dosen sekaligus Bosnya itu sedang menunggunya sambil mencoba menenangkan Baby Dam yang terus menangis. Tatapan Bara sudah seperti namanya--membara!Lela sampai takut saat mengulurkan tangan untuk menggendong Baby Dam.Diambilnya Baby Dam lalu diberikannya bayi itu, adi di kamar.Sementara itu, Bara pergi ke kamar untuk bersih-bersih.Namun belum sempat masuk kamar, Bara langsung disuguhkan pemandangan Baby Dam tantrum. Putranya itu menangis kencang.Segera saja, Bara menghampiri Lela dan Baby Dam. "Astagah, La! Kenapa nangis lagi?!" omeln
Sang dokter tertawa. Ternyata, dia bercanda.Hanya saja, gara-gara konsultasi tadi, Lela dan Bara masih canggung, bahkan saling diam selama perjalanan pulang.Syukurlah tadi Lela sudah diajari stimulasi oleh dokter sehingga kini Baby Dam bisa tidur nyenyak dengan perut kenyang. Akan tetapi, mereka berdua tak sengaja bertemu di dapur saat Lela sedang makan! "Ehem..." deham Bara menormalkan suara, "Kita perlu bicara." "Di--di mana, Pak?" tanya Lela berusaha menelan makanannya dengan susah payah. "Di kamar Baby Dam, saya mau Bi Tati juga dengar.""Baik Pak," balas Lela, meski bingung.Segera dia berusaha menghabiskan makannya meski agak sulit karena konsentrasinya terpecah saat memperhatikan Bara yang mengambil air minum di dekatnya. Jujur, suasananya sangat canggung, sampai Lela rasanya mau pingsan saja, biar bisa kabur."Oke. Setelah kamu makan, langsung naik." Lela tersentak kaget dari lamunannya, tapi ia lalu mengangguk dan menatap kepergian Bosnya dengan perasaan khawa
"Kamu belum revisi ini, kan?" Lela mengangguk. "Belum semua, Pak."Bara menatap hasil revisian Lela yang masih seberantakan sebelumnya. "Lela, saya tau kamu sibuk dengan anak saya, tapi apa kamu mau minta simpati saya karena kamu yang mengurusnya? Kamu pikir dengan itu saya akan menoleransi segala kesalahan kamu?" ucapnya pedas. "Enggak Pak, saya tau saya salah. Tapi beri waktu saya lagi, semalam saja untuk merevisi lagi." "Kamu kira saya akan menyetujui itu?" Lela menggeleng lagi, tetapi kali ini ia diam tanpa meminta keringanan waktu. Ia tau bahwa permohonannya hanya akan terbuang sia-sia.Bara tetaplah Bara yang disiplin dan tidak bisa menoleransi kesalahan sekecil apapun. "Kalau gitu, saya tunggu sejam dari sekarang," putus Bara. Ia menyerahkan laptopnya dan langsung menyuruh Lela merevisi skripsi itu di laptopnya. Tanpa pikir panjang, Lela langsung merevisinya. Saking fokusnya, ia sampai tidak menyadari kalau ia masih ada di ruangan sang dosen. Meski begitu, usah