Share

Kekasih Gelap Istriku Ternyata?
Kekasih Gelap Istriku Ternyata?
Penulis: Ina Qirana

Bab 1

 

"Mel, lehermu kenapa itu merah-merah begitu?" tanyaku sambil menatap batang leher Melta dan wajahnya bergantian.

 

"Emmm, anu, Mas aku juga ga tahu, gatal lho ini," jawabnya sedikit gelagapan sambil menggaruk-garuk perlahan, dari gestur tubuh dapat kubaca jika yang ia lakukan memang sebuah kedustaan.

 

Tanda merah itu kecil dan sedikit memanjang, untuk orang dewasa dan sudah menikah, tentu semua akan menilai jika tanda itu buatan suaminya.

 

Namun, aku sama sekali tak pernah merasa membuatnya, fikiran buruk tiba-tiba berkecamuk memenuhi isi kepalaku, benarkah tanda merah itu pertanda jika ada lelaki lain yang bisa memuaskan dahaganya?

 

"Coba sini aku lihat," ucapku sambil menyibak rambutnya.

 

"Ini digigit serangga kali, Mas, bentar lagi juga ilang." Ia berkilah, menepis pelan tanganku yang hendak menyibak rambutnya yang terurai panjang.

 

Dalam hati ini sudah tertancap benih keraguan, aku menggeser posisi duduk yang semula menghadapnya, mulai menyuapkan nasi goreng buatannya, sarapan favoritku itu terasa hambar di lidah.

 

Melta masih sibuk dengan gawainya, jemari lentik yang dihiasi pewarna kuku itu dengan lihai menggeser ke atas dan ke bawah, tak pedulikah dia terhadap hatiku yang sedang resah?

 

Enam tahun sudah pernikahan kami berjalan, ternyata waktu telah mengubah segalanya, aku yang semakin sibuk bekerja memang kerap tak adil membagi waktu antara pekerjaan dan istri tercinta.

 

Dari sudut mata kulihat bibir Melta sesekali melengkung sambil menatap benda pipih itu, penasaran, kulirik sekilas ponselnya yang masih menyala, ingin tahu hal apa yang bisa membuatnya tersenyum-senyum sendirian.

 

Aku tersentak saat melihat photo Gian terpampang di ponsel Melta, Ya Tuhan apakah itu benar jika istriku sedang memandangi photo adikku sendiri dengan senyum yang mengembang?

 

Menyadari aku ikut memperhatikan gawainya, ia lekas tersenyum ke arahku sambil berkata.

 

"Gian lucu banget gayanya, Mas," ucapnya sambil tersenyum dan menyimpan benda pipih itu di sisinya.

 

Gian adalah adikku satu-satunya, sudah lima tahun  tinggal bersama kami karena ia kuliah di universitas yang tak jauh dari rumahku, dari pada ngekos mending tinggal bersamaku katanya.

 

Awalnya aku menolak karena sudah pasti Gian bukan mahrom istriku. Namun, Ibu kekeuh memaksaku untuk menerimanya di sini, dengan alasan sayang uang jika harus bayar kamar kosan yang tidak murah harganya.

 

Begitupun dengan teman kerjaku saat aku meminta pendapatnya, mereka setuju dengan pendapat ibu, dari pada terjadi percekcokan lebih baik aku izinkan saja, awalnya mereka memang terlihat biasa, akan tetapi belakangan ini aku kerap menyaksikan Gian sering bercanda dengan istriku dan Sandrina, putri kecilku yang berumur empat tahun.

 

"Pagi Kak Melta, Kak Adnan," ucap Gian ceria lalu seperti biasa ia akan bergabung bersama kami untuk sarapan.

 

"Pagi, ayo sarapan aku sudah masakkan nasi goreng pake suiran ayam lho," sahut istriku tak kalah ceria.

 

Hatiku berdesir melihat begitu manisnya Melta terhadap adik iparnya, bahkan tadi ia tak seceria itu saat aku menghampirinya, mereka saling memandang dan melempar senyum.

 

Ah, rasanya tak mungkin jika mereka ....

 

Oh Tuhan jangan datangkan badai dalam rumah tangga kami yang sudah berlayar di lautan lepas cukup lama.

 

"Aku 'kan paling suka kalau nasi gorengnya di kasih irisan bakso, kok kamu malah pake suiran daging," sahutku sambil memandangi wajahnya.

 

Merasa heran saja akhir-akhir ini Melta sering memasak makanan kesukaan Gian, walaupun aku tidak menyukainya.

 

"Baksonya abis, Mas," jawabnya datar, lalu ia menyuapkan makanan ke mulutnya dengan santai.

 

"Pake suiran ayam juga enak kok, pokoknya masakan Kak Melta lebih enak dari pada masakan Ibu," sahut Gian memuji istriku berlebihan.

 

Aku hampir tersedak mendengarnya, Melta terlihat bahagia sekali mendapat pujian dari adik iparnya, terlintas rasa bersalah di benakku yang jarang sekali memuji masakan ataupun kecantikannya.

 

"Ah kamu ini berlebihan Gian," Jawab istriku sambil tersenyum-senyum seolah anak ABG yang sedang kasmaran.

 

"Sandrina belum bangun ya, Ma?" tanyaku, mengalihkan perhatian, bagaimanpun juga aku merasa jengah mendengar obrolan ringan mereka yang tanpa melibatkanku.

 

"Iya, masih tidur." Lagi-lagi Melta menjawab dengan nada datar, berbeda sekali saat sedang berbincang dengan Gian, suaranya terdengar ceria dan lemah lembut.

 

"Mas berangkat ya, Sayang, oh ya nanti Mas akan pulang larut malam ada lembur, terus abisnya ada pertemuan dengan teman lama."

 

Kukecup keningnya mesra, hal yang tak pernah kulakukan belakangan ini, istriku nampak tercenung begitupula dengan Gian, dari gestur tubuhnya terlihat sekali jika ia sedang tak nyaman.

 

"Iya, Mas." Jawaban yang singkat.

 

*

 

Keesokan harinya aku terbangun saat mendengar suara percikan air dari dalam toilet kamar kami, apakah Melta mandi sepagi ini? bukankah ia selalu mandi pagi jika kami habis berhubungan suami istri.

 

Sedangkan semalam aku pulang pukul dua belas malam, kudapati Melta sudah terlelap tidur dan kami tak melakukan apapun hingga pagi hari, tapi mengapa dia mandi sepagi ini?

 

Tak berselang lama Melta keluar, benar saja tubuh dan rambutnya telah basah, bibirnya sedikit mengigil karena kedinginan, hati ini berdesir bergulung dengan rasa curiga, degup jantung sudah berdetak tak menentu.

 

"Mel, kok keramas pagi-pagi?" tanyaku sambil bangkit dari tidur.

 

Ia sedikit terperanjat mendengar suaraku, hampir saja hair dryer di tangannya terlepas, mungkinkah Melta hendak mengeringkan rambutnya untuk menghilangkan jejak?

 

"Emmm, anu ... kepalaku gatal banget, Mas sejak malam jadi terpaksa keramas pagi-pagi," jawabnya gelagapan lalu ia tersenyum, terlihat sekali jika senyumannya itu dipaksakan.

 

Adzan subuh berkumandang aku segera menyibak selimut hendak turun dari pembaringan untuk menunaikan kewajiban dua rakaat.

 

Lampu kamar kunyalakan hingga kamar kami yang semula temaram kini terang benderang sempurna. Mataku menyipit saat melihat bercak noda di sprei warna putih yang baru saja kami tiduri.

 

Jantungku berdebar hebat, aku hafal sekali jika noda itu merupakan noda bekas cairan laki-laki, tapi mengapa? bukankah semalam kami sama-sama terlelap.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status