Share

5. Gegabah

"Janji dulu kemana, Na? Buat kita yang katanya bakalan selalu bareng-bareng terus?" tanya Bima hari itu di kafe.

"Kalo Bima berusaha jujur dan terbuka, ini semua nggak akan terjadi, Bim. Gue takut—" (ucap Alana terpotong Bima).

"Takut apa? Takut gue pacaran sama yang lain? Egois banget. Lo itu aneh." Bima masih menatap Alana.

Alana menatap Bima.

Bima mengangkat satu alisnya seraya menatap tajam.

"Gue takut kalo emang pikiran gue beneran terjadi ... kalo selama ini lo nggak pernah serius sama gue!"

"Alasannya? Bisa, lo jelasin itu semua?"

"Karena gue kurang worth it, untuk semua itu, Bim. Lo nggak akan paham."

"Gue pernah ngatain lo kaya gitu?"

"Kalo lo sayang sama gue, lo nggak akan pernah biarin gue tersiksa sama semuanya." Alana hendak pergi, namun Bima menahannya.

"Lo gini terus, lo pikir nggak buat gue bertanya-tanya? Duduk!"

"Lo selalu gantungin hubungan kita, lo pikir pikiran gue aman-aman aja? Gue capek Bim. Gue capek selalu hidup dalam ketakutan."

"Dan itu nggak terjadi Alana. Masalahnya cuma ada di diri lo."

Alana hendak pergi lagi-lagi Bima menahannya. "Terserah!"

"Bisa ngga jelasin dulu semuanya? Duduk! Kebiasaan banget kalo ada masalah suka nggak mau beresin," ucap Bima seraya menghela napas. "Semua unek-uneknya keluarin."

"Dengan semua ketakutan gue, lo masih nggak paham? Dan lo tanya itu? Kalo lo beneran care selama ini, lo nggak akan biarin gue mengeklaim bahwa pikiran buruk gue itu bener. Lo nggak bilang hal-hal kecil berarti terbukti bahwa lo bukan orang yang terbuka. Kemungkinan besar selingkuh, berpaling, kan? Gue minta satu, tolong jujur kalo emang lo udah hilang respect ke gue, biar gue tau, hal apa yang harus gue lakuin."

Alana menarik napasnya seraya menahan air matanya yang hendak keluar. "Sekarang lo dinner bareng orang lain, apa nggak sakit hati gue, Bim? Sekarang, mau apa? Penjelasan gue dan lo cuma sebatas menjelaskan bahwa ini nggak ada apa-apa. Sedangkan Adelio? Mila? Gimana?"

Bima hanya menatap Alana sendu. "Gimana sekarang? Lo sayang sama Adelio?"

Seketika itu, Alana menundukkan kepalanya seraya menangis.

"Lo sayang sama Adelio, Na?" Bima terdiam menatap Alana dengan hati yang hancur. "Terus gue gimana?"

"Maaf, Bim. Gue emang bodoh." Alana menangis tanpa henti.

Bima menghampiri Alana seraya merendahkan diri dihadapan Alana. "Gue mohon, tetep jadi sahabat kecil yang gue kenal, Alana." Bima menjatuhkan dirinya seraya menangis memeluk Alana. "Sakit, Na."

****

"Sayangg, happy anniversary yang ke 3 tahun ... aku bawa hadiah buat kamu."

Suasana di kafe dengan pemandangan pantai. Suasana angin berhembus lembut. Diikuti suara ombak, membuat semuanya menjadi kontras.

"Apaa??" tanya Alana dengan gembira.

"Tutup matanya. Tunggu sebentar." Adelio mengambil buket bunga dari bagasi mobil.

Sembari menutup matanya, hati Alana begitu bahagia menunggu hadiah dari Adelio.

"Lama banget."

Tak lama suara Adelio terdengar lagi. "Aku hitung sampai tiga, kamu buka matanya." Dengan buket bunga mawar yang sudah berada di pangkuannya.

"Oke, sayangg." Rasanya tak sabar Alana menunggu hadiah kesekian kalinya dari Adelio.

Pembuktian cinta Adelio akan Alana sangat terbukti dan menggebu.

"Satu."

"Dua."

"Tiga."

Dengan perlahan Alana membuka matanya. Samar-samar Adelio telah menyapa dengan raut wajah bahagia seraya membawa buket bunga.

"Haahahha, omg! Thank u, bim ... babyyy!" Alana langsung memeluk Adelio.

Di Pelukan Alana, Adelio terdiam. "Bim?"

"Emh ... Lidah aku keseleo tadi, tadinya aku mau bilang 'babyy' ... aku punya sesuatu buat kamu juga."

"Omg!! Ayolah beib. Hahahaha, apanih."

"Tunggu ...." Alana mengambil sesuatu di tasnya. "Ini nggak seberapa. Tapi, aku harap kamu suka."

"Omgg!! Ini jam tangan yang aku mau. Thank u beib!" Adelio mencium kening Alana.

Mereka berbincang-bincang, canda tawa yang saling dilontarkan, begitu bahagia kehidupan Alana dan Adelio saat itu.

"Aku ke kamar mandi dulu ya, kalo mau pesen makanan lagi, tinggal pesen aja."

"Okee honey."

Adelio pergi meninggalkan Alana saat itu. Tentunya Alana menikmati suasana pantai seraya meneguk honey lemon kesukaannya.

Handphone Adelio berdering.

Alana melihat nama dari penelepon. "Tukang service handphone?" Alana terus berpikir keras. "Ada keperluan apa? Apa ada barang yang Adelio service ya?"

Lagi-lagi telepon Adelio berdering kembali.

Karena Alana merasa panggilan itu penting, Alana mengangkatnya.

"Sayanggg, kok lama banget angkatnya."

Mendengar itu Alana reflek menjauhkan dari telinganya.

"Sayangggg!!! Kamu lagi dimana sih?"

"Sayanggg!!!! Aku ngambek nih!"

"Ha-halo? Ini siapa?" ucap Alana.

"Ini siapa?? Kok handphone Adelio bisa di tangan lo!!"

Hati Alana begitu remuk mendengarnya. Alana menarik napasnya dengan berat. "Saya kakaknya. Ada apa?"

"Omgg!" Perempuan itu membenahi suaranya. "Ekhemm."

"Ada apa?" tanya Alana lagi.

"Maaf kak, sore ini aku bakalan jalan sama Adelio. Adelionya kemana?"

Alana melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sebelas. "Nanti saya sampaikan." Alana menutup teleponnya. Dan menyimpan handphone Adelio ketempat semula.

Tak lama Adelio kembali. "Hai sayangkuuu, maaf lama banget ya nunggu."

Alana hanya menatap Adelio seraya tersenyum menikmati minumannya.

"Jadi sampai mana kita?" tanya Adelio lagi.

"Emm ... sore bisa anter aku beli baju nggak?"

Adelio berpikir. "Aduh, aku ada jadwal lain. Besok aja gimana?"

"Kemana?"

"Aku ada reunian temen sekolah, pasti pulang malem. Aku juga jaga malam hari ini. Sebentar lagi kita pulang, gapapa, kan?" jelas Adelio.

"Oalah, ada pasien." Alana mengaduk-aduk minumannya. "3 tahun masih juga melakukan hal yang sama ya? Satu kali, dua kali, tiga kali, masih aja aku maafin. Sekarang? Lagi?" Alana tersenyum.

"Maksudnya?"

"Aku pulang sekarang deh, udah dijemput Lili juga." Alana memasukkan beberapa barangnya ke dalam tas. "Itu bunga bawa aja buat 'tukang service' di daftar kontak lo."

"Loh? Na? Tunggu, aku bisa jelasin." Adelio menghalangi jalan Alana. "Aku, bisa jelasin semuanya sayangku."

"Omong kosong." Alana masih dalam pendiriannya, Ia pergi meninggalkan Adelio.

Lagi-lagi Adelio berusaha menghalanginya.

"Aku minta maaf, kasih aku terakhir kesempatan lagi." Pelukan Adelio langsung menyelimuti Alana. "Maaf, aku dipaksa Mama. Buat save nomor Fira. Tapi aku benci banget dan gamau. Aku juga selalu dimarahin untuk ganti namanya sama Mama, tapi aku tetep nggak mau."

Alana terdiam menatap Adelio. "Berulang kali ya Adelio, aku kasih kesempatan ke kamu. Tapi buktinya?"

"Iya maaf sayangkuu, aku punya something." Adelio mengeluarkan kotak cincin berlian dari jaketnya. "Kali ini aku emang beneran mau serius sama kamu." Cincin itu diberikan ke jari manis Alana. "Tapi tunggu aku 2 tahun lagi. Ini ngiket kamu aja, supaya kamu nggak sama orang lain."

Alana lagi-lagi memaafkan tingkah Adelio. 'Mungkin kali ini Adelio benar-benar berubah'.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status