Bulan harus mendapati kenyataan yakni memiliki tetangga manipulatif di lingkungan barunya. Ketampanan sang suami dipuji oleh tetangganya itu hingga menjurus ke arah pengkhianatan. Yang tak disangka-sangka, ternyata sang suami menyambut baik pujian itu dan mulai mencampakkan sang istri demi tetangganya itu.
Lihat lebih banyak“Bi … lihat ini! Ini bukannya Bibi dan Nadia? Kenapa Bibi bisa viral?”Agnes menyodorkan ponsel ke bibinya. Memperlihatkan tayangan dari seorang konten kreator yang di dalamnya terpampang wajah Bu Sulis dan Nadia.Bu Sulis merebut ponsel keponakannya dan memperhatikan baik-baik rekaman video itu.“Loh, kamu kok bisa dapat kuota, Nes? Jangan-jangan dari bos bengkel itu, ya?” tanya Nesi. Wanita itu belum tertarik dengan video viral tentang ibu dan keponakannya. Dia hanya fokus dengan paket internet yang dimiliki sepupunya. Darimana Agnes mendapat uang untuk membeli paket kalau bukan dari bos bengkel itu?“Diem dulu! Kami lagi fokus sama video viral itu.”Agnes menyuruh sepupunya untuk diam. Nesi menurut, namun bibirnya mencebik. Dia lantas ikut memerhatikan video viral di ponsel Agnes.Sedang asik menonton video itu, tiba-tiba Bu Sulis berteriak kegirangan. Dia seperti orang keset4nan.“Loh, Bu? Kenapa? Kok malah kesenengan? Bukannya ini pencemaran nama baik? Lihat judul videonya!”Iya
Sebulan BerlaluUang sumbangan dari tetangga Bu Ines sudah mulai habis. Agnes dan keluarganya kembali kebingungan. Mereka tak tahu harus mencari uang dimana lagi. Mereka tak mau bekerja. Mereka hanya ingin mendapatkan uang dalam waktu cepat.“Gimana, nih, Bi? Uang kita sudah habis,” ucap Agnes.“Ya Bibi juga gak tahu. Kamu sih pake bawa bayi itu segala. Bukannya dikasi Lingga aja.”“Ini kan anakku, Bi. Lagian Lingga juga gak bisa dihubungi.”“Ya usaha, kek! Pergi ke rumah Clarissa lagi dan cari Lingga!” Bu Sulis terus memaksa keponakannya untuk mencari keberadaan Lingga.“Bibi gak lihat respon security di rumahnya waktu itu? Mereka galak banget. Kita diusir dan diperlakukan sehina itu. Gak mau, ah. Aku gak mau merendahkan diriku lagi.”Agnes tak setuju dengan usul bibinya. Dia trauma. Tak ingin lagi datang ke rumah Clarissa. Masih lekat di ingatannya bagaimana perlakuan security pada dirinya saat datang ke rumah mewah itu.“Trus gimana? Kalau kamu gak mau ke rumah itu … ya sudah, beso
“Ehh, Bu. Itu ada apa, ya, rame-rame?”Tiga orang wanita yang baru saja keluar dari salah satu rumah di lingkungan itu, tiba-tiba melihat keramaian di kontrakan Bu Ines.“Ya gak tahu. Udah lah! Gak usah kepo! Mending kita pulang dan pikirkan rencana lagi. Kita harus pinjam uang ke orang lain lagi demi kebutuhan kita,” ucap seseorang yang dipanggil Ibu.“Yeeh … mending kita lihat saja, Bu. Siapa tahu lagi pembagian sembako atau uang. Sekarang kan lagi musim pemilu.”“Oh, benar juga kata Nesi, Bi. Siapa tahu ada pembagian uang.”Iya. Tiga wanita yang sejak tadi mengamati keramaian yang ada di kontrakan Bu Ines adalah Bu Sulis dan kedua anaknya. Mereka baru saja berkunjung ke rumah salah satu teman Bu Ines dengan tujuan untuk meminjam uang sekaligus mencari belas kasihan. Sayang beribu sayang, rencananya tak berjalan mulus. Temannya itu tak bersedia meminjamkan uang untuk Bu Sulis. Untuk itulah mereka hendak kembali ke kontrakannya dengan wajah lesu. Namun siapa disangka? Ternyata mereka
“Mas, sakit ….”Clarissa mengeluh sakit pada suaminya. Kaki dan tangannya harus dipasang gips karena mengalami cidera. Kondisinya ini dimanfaatkan oleh Clarissa untuk mendapatkan perhatian suaminya.“Suapin. Aku lapar ….”Sangat manja. Lingga terus diminta untuk berada di sampingnya. Lelaki itu hanya boleh beranjak dari sisi Clarissa saat ingin ke kamar mandi. Sedangkan makanan sudah disediakan dan diantar langsung oleh pegawai suruhan Tuan Anthony. Lingga seolah terkurung di dalam sangkar emas. Segala kebutuhannya terpenuhi, namun dia harus menjadi pelayan Clarissa untuk seumur hidupnya.“Nanti kalau aku sudah sembuh, kita jalan-jalan ke luar negeri, ya, Mas.”Lingga tetap tak menjawab. Tangannya masih sibuk menyuapi Clarissa, tapi pikirannya jauh melayang ke kontrakan sempitnya. Dia rindu. Dia khawatir akan keadaan anak dan ibunya.“Mas ….”Karena tak mendapat jawaban dari suaminya, Clarissa pun akhirnya berteriak. Tangan dan kakinya cidera, tapi dia masih bisa mengeluarkan suara te
“Ini anak Mas Lingga, Bu?”Bulan menggendong Baby Nadia disertai senyum yang terkembang di bibirnya. Selama ini, dia sangat merindukan sosok seorang anak hadir di kehidupannya. Dia tak menyangka kalau saat ini dia bisa menggendong dar4h d4ging Lingga yang sangat lucu. Namun anak itu, bukan terlahir dari rahim Bulan.“Agnes gak pernah menanyakan kabarnya, Bu?”Bu Ines menggeleng. Dia merasa iba dengan nasib sang cucu. Ayah dan ibunya pergi meninggalkannya sejak kecil. Kini, bayi kecil itu hanya bisa merasakan kasih sayang seorang nenek di hidupnya.“Nanti aku bantu cari Mas Lingga, Bu. Memangnya, terakhir dia kemana? Atau sudah tanya sama Clarissa belum?”Mendengar nama itu, Bu Ines semakin terdiam. Dia tak tahu harus berkata apa dengan Bulan. Dia memerlukan bantuan orang lain untuk mencari anaknya, tapi di sisi lain, Bu Ines juga tak mau menyusahkan Bulan yang selama ini sudah dia sakiti.“Sudah lah, Nak! Mungkin Lingga butuh waktu untuk sendiri. Nanti juga dia pulang. Kamu gak usah m
“Minggir … minggir! Tolong minggir! Dia majikan saya.”Pak Bari menerobos ke dalam kerumunan. Sejak tadi dia memang telah membuntuti Lingga dan Clarissa dari belakang. Dia tak mau ikut campur kala itu, sehingga hanya bisa mengawasi dari belakang. Tapi kini, kondisinya berbeda. Clarissa terluk4. Clarissa mengalami kecelaka4n.Dengan sigap Pak Bari menggendong majikannya menuju mobil. Dia tak peduli dengan larangan orang-orang tentang korban kecelak4an yang tak boleh langsung digendong sembarangan. Petugas medis yang lebih berhak melakukan tindakan. Tapi apa boleh buat? Pak Bari begitu khawatir akan kondisi majikannya, hingga dia reflek menggendong Clarissa dan membawanya ke mobil.Sementara itu, Lingga yang masih terdiam sejak tadi, hanya bisa melihat kepergian istri dan supirnya ke rumah sakit. Dia tidak ikut serta. Dia kebingungan. Di satu sisi, ini satu-satunya jalan untuk bisa kabur dan lepas dari keluarga Clarissa, tapi di sisi lain dia masih tak tega melihat kondisi istrinya yang
“Kita mau kemana?”“Mau ke rumah baru kita, Mas.”“Apa?”Lingga terkejut mendengar perkataan istrinya. Kenapa Clarissa tiba-tiba membahas tentang rumah baru? Padahal Lingga belum sempat menemui keluarganya. Sampai saat ini, dia belum diizinkan untuk pulang ke kontrakan.“Sebentar lagi kita sampai, Mas.”Clarissa menggelayut manja di lengan suaminya. Tapi Lingga hanya menatap kosong ke arah jalanan. Dari dalam mobil, dia sempat melihat seorang wanita tua tengah menjajakan dagangannya sembari menggendong seorang anak kecil. Hal itu mengingatkan Lingga kembali pada Ibu dan anaknya. Dadanya semakin sesak. Dia tak ingin keluarganya luntang-lantung seperti itu nantinya. Sedangkan dia akan tinggal di istana megah dengan berbagai macam kemewahan.“Pak, puter balik!”Tiba-tiba Lingga menyuruh supirnya untuk putar balik. Dia tak ingin menjadi budak istrinya. Lingga ingin bersikap tegas sebagai seorang suami. Sekalipun Clarissa marah dan menceraikannya, dia tak masalah. Baginya, ibu dan anaknya
“Ning, saya boleh pinjam ponselnya sebentar, gak?”Bu Ines menggendong cucunya ke rumah tetangga. Dia ingin meminta bantuan. Sejak kemarin, Lingga tak kunjung kembali ke kontrakan. Dia pun tak bisa menghubungi anaknya itu karena tak memiliki pulsa. Alhasil, dia nekat meminta bantuan ke rumah tetangga.“Ya, ampun, Bu Ines. Sini masuk dulu, Bu!”Tetangga kontrakan Bu Ines yang bernama Nining dengan sigap menyuruh wanita tua dan cucunya itu untuk masuk.“Ngapain hujan-hujan gini keluar rumah, Bu? Mana bawa bayi lagi. Kasihan Baby Nadia, kena hujan.”Nining memandang iba pada bayi kecil yang terselimut kain jarik di gendongan Bu Ines. Sungguh miris melihat dua wanita berbeda usia ini luntang-lantung di tengah gerimis.“Iya, Ning. Saya mau pinjam ponsel kamu sebentar. Nanti kalau saya sudah ada uang, saya ganti pulsanya.”“Memangnya Ibu mau nelpon siapa? Memangnya Lingga kemana? Belum pulang juga dari kemarin?”Bu Ines menggeleng pelan. Dia tak bisa menutupi semuanya. Wajah pucat dan rambu
“Bagaimana saksi?”“SAH”Semua orang yang hadir di ruangan itu mengucap syukur atas pernikahan yang baru saja terlaksana dengan lancar. Iya. Pernikahan antara Lingga dan Clarissa. Acaranya diselenggarakan di rumah mewah keluarga Anthony. Tak begitu banyak tamu yang datang. Bahkan rekan bisnis Tuan Anthony pun tak terlihat batang hidungnya. Wajar. Pernikahan ini dilaksanakan secara tertutup dan mendadak. Si empunya acara tak sempat menyampaikan undangan bagi kerabat maupun rekan-rekannya.Kini, saatnya kedua mempelai melakukan sungkem pada kedua orang tua. Saat inilah dada Lingga merasa sesak. Ibu tersayangnya tak bisa hadir di hari itu. Bukan karena tak mau, tapi Clarissa tak mengizinkan Lingga keluar untuk menjemput ibunya. Bahkan janji-janji yang diberikan mengenai penjemputan Bu Ines pun seolah diabaikan. Sampai acaranya selesai, Bu Ines tak nampak hadir di rumah itu.Melihat raut kesedihan dan kekecewaan dari wajah sang menantu, Nyonya Sandra sangat mengerti semua itu. Saat Lingga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.