Semua Bab MENCINTAI ABANG ANGKAT : Bab 61 - Bab 70
103 Bab
Part 61
Dia diam. Terlihat masih enggan membicarakan soal uang tersebut. Dia menatap, lalu menggenggam erat tanganku."Maafin Abang, ya. Abang nggak nyangka kalau uang itu akan jadi sumber masalah dan membuat kita harus berpisah sampai selama ini.""Abang nggak perlu minta maaf. Chaca nggak punya hak untuk marah sama Abang. Abang udah melakukan semua yang terbaik untuk Chaca.""Abang tetap merasa bersalah, karena keserakahan Abang waktu itu, sehingga mereka menculik kamu.""Udah la, Bang. Kan semuanya udah lewat. Toh kita juga udah ketemu lagi.""Tapi waktu itu kamu teriak-teriak dan bilang benci sama Abang.""Udah, jangan dibahas lagi. Seharusnya Abang bersyukur dengan kejadian ini. Abang jadi memiliki kehidupan yang lebih layak. Abang punya keluarga yang benar-benar menyayangi Abang. Bahkan...Abang juga memiliki teman baik yang selalu mencintai Abang. Seperti Tania." "Tuh, kan. Tania lagi.""Chaca merasa tidak sebanding dengannya. Dia cantik, gadis terpelajar, dan punya segalanya. Apa b
Baca selengkapnya
Part 62
Aku langsung menyuruh dia pulang setelah mengantarku. Kubiarkan dia beristirahat dan menenangkan pikiran. Aku sama sekali tidak menyangka, kalau trauma masa lalu membuatnya jadi seperti itu. Aku duduk bersandar di sofa bersama Aira yang sudah terlihat lebih sehat. Dia terlihat lucu saat mengelus-elus perutnya yang bahkan masih terlihat rata. Dalam hati aku berpikir, bisakah dia hidup bahagia bersama anaknya kelak, tanpa rasa bersalah? Tadinya kupikir hanya hidup kami yang bermasalah dan terlihat buruk di mata semua orang. Tapi setelah mengenal keluarga Bang Malik dan orang-orang di dekatnya, aku jadi merasa tidak sendiri. Ada Haikal yang juga yatim piatu sejak kecil, ayah Tania yang berselingkuh, bahkan kesalahan bu Sam di masa lalu yang belum ku ketahui. Dulu aku sempat berpikir, apakah aku sedang menanggung dosa seseorang. Sebuah karma yang tak sempat diterima sang pendosa dan harus kujalani sampai sisa umurku. .Suasana dapur hari ini sangat sepi. Bang Malik kembali tidak mas
Baca selengkapnya
Part 63
"Aw.. sakit tau." Aku membalikkan badan guna melihat siapa yang berani melakukannya. "Haikal...?" "Apa?" sahutnya, menantang. "Bangga, jadi cewek genit, ha?" Dia semakin kuat menariknya. "Aduh, aduh." Aku makin menjerit kesakitan. "Kamu nguping tadi, ya? Udah dibilangin jangan ngikut."Bukannnya melepaskan, dia malah menarik telingaku yang satunya lagi. Kini dia berdiri membelakangiku. Aku menjerit kesakitan."Ampun, Kal. Sakit tau. Nggak adik, nggak Abang kelakuannya sama aja. Kalin pikir aku anak kecil apa?" Aku merintih. Karyawan lain yang lalu lalang tampak tersenyum dan mentertawakan perbuatannya padaku. "Udah, Kal. Malu diliatin orang." Aku memelas. "Terus, ngomong jorok tadi nggak malu?""Ih.. Itu kan cuma pura-pura aja." Dia masih terus menariknya dengan kuat. "Alasan. Mau jadi seperti Aira, ha?""Hish..., aku masih polos, tau!"Haikal melepaskan tangannya, lalu berdiri di depanku. Aku mengusap-usap telinga yang kurasa kini memerah. "Jadi pengen liat, kalau kamu lagi p
Baca selengkapnya
Part 64
Akhirnya dia juga yang mengantarku pulang. Tatapannya tadi mengisyaratkan bahwa dia tak mengizinkan Haikal untuk bersamaku. Aku sangat bersyukur, karena Haikal tak mempermasalahkan dan mengaggapnya seperti bukan suatu penolakan. Sungguh aku sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran Haikal. Dia begitu mengalah dan sangat menghormati kakak angkatnya itu.Berbeda sekali dengan sikapnya kalau berada di depanku. Apakah dia selalu menjaga perasaan Bang Malik? Ini kali pertama aku melihat kekasihku mengenakan busana serba santai. Hanya memakai kaos lengan pendek dan celana jeans serta sebuah sendal yang kelihatan mahal. Jauh terlihat lebih bersahaja dan tidak kaku. "Kenapa liatin Abang kek gitu? Naksir?" godanya saat di dalam mobil. "Udah lama," jawabku polos. Dia tersenyum sambil fokus menyetir."Kalau begini Abang kelihatan lebih muda. Nggak kaya biasa. Selalu berpakaian rapi, mirip bapak-bapak.""Kamu suka? Kalau begitu, Abang kerjanya nggak usah pakek kemeja lagi. Biar kamu tamb
Baca selengkapnya
Part 65
"Kok Abang jadi sensitif, sih? Kan Chaca cuman nggak mau Abang sakit lagi.""Seharian tidak ketemu, Abang rindu. Masak begitu ketemu disuruh pulang.""Chaca cuman khawatir. Abang butuh banyak istirahat.""Oh, gitu. Bukan karena sekarang kamu lagi dekat dengan seseorang, kan?""Tuh, kan. Mulai lagi. Giliran Chaca membahas Tania, Abang marah. Giliran Abang, boleh nuduh-nuduh gitu. Abang masih aja egois." Aku mengerucutkan mulut."Iya, iya. Abang minta maaf."Kami duduk bersisian, dia menyandarkan kepalaku di bahunya. Membelai rambutku dengan penuh kasih sayang.Tulus, masih seperti merawat seorang adik kecil. Sepertinya terdengar suara pintu yang terbuka dari depan. Langkah kaki terdengar sampai ke ruang tengah tempat aku dan Bang Malik berada. Jantungku berdetak lebih kencang. Aku tahu siapa lagi yang memegang kunci selain aku dan Aira di rumah ini. Hanya dia."Sayang," panggilnya. Bang Malik menoleh, melihat siapa yang datang. Jantungku rasanya mau copot saat Bang Malik dan om Harri
Baca selengkapnya
Part 66
"Kamu marah?""Pulanglah, Chaca capek.""Abang minta maaf. Nggak seharusnya Abang membela Tania di depan kamu.""Abang benar. Chaca juga sebenarnya merasa kasihan dengan Tania dan ibunya. Tapi Abang nggak bisa nyalahin Aira begitu aja. Om Harris berbohong dengan mengatakan kalau dia akan segera bercerai karena istri dan anaknya sudah tidak peduli lagi sama dia."Bang Malik terdiam mendengar penjelasanku.Tak lagi berani membantah atau menyalahkanku lagi. Mungkin takut aku akan pergi lagi meninggalkannya tanpa kabar seperti waktu itu. Kami berusaha menenangkan satu sama lain, aku mengajaknya berjalan di taman sekitar perumahan. Ada kursi panjang di sana untuk tempat kami duduk. Aku sudah menjelaskan kalau sebentar lagi suami Aira pasti akan pulang. Tidak mungkin setiap malam menginap karena istrinya masih berada Medan. Dia jadi lebih sering menjenguk ketika mengetahui kalau Aira hamil. Aku juga tidak mengerti kenapa semua bisa jadi serumit ini. "Kenapa dunia yang kita jalani bisa se
Baca selengkapnya
Part 67
Aku jalan beriringan dengan Bang Malik, melewati Tania yang sedang menunggu di pintu kantornya. "Bisa kita bicara, Lik?" Senyumnya masih sama seperti dulu. Tidak peduli seberapa sering Bang Malik bersikap cuek padanya. Bahkan seolah-olah dia tidak melihatku yang dari tadi berjalan bersamanya. Aku menatap mata itu, berharap dia akan mengerti kalau aku tidak suka.Aku berharap, dia sedikit saja menjaga perasaanku dengan tidak menuruti ajakan Tania, walau tanpa harus aku ucapkan. "Masuklah dulu, Chaca. Nanti Abang menyusul."Lagi, sikapnya kembali membuatku merasa tak dihargai. Dia tahu betul kalau aku sama sekali tidak suka kalau dia terus berdekatan dengan Tania, dan aku sudah pernah mengungkapkan hal itu padanya. Aku masuk ke dapur dengan hati yang tidak tenang. Berpikir yang bukan-bukan tentang perasaannya. Apa dia mulai merasa iba dengan Tania? Lalu mencoba mencari cara untuk menyenangkan hatinya? Jika itu sampai terjadi, mungkin Tania akan sangat bersyukur dengan penghianatan
Baca selengkapnya
Part 68
Kami diam seribu bahasa, Haikal yang biasa bertingkah konyol, kini hanya bisa diam merasakan hawa panas abangnya yang tak dapat lagi ditahan. "Kalian sudah pernah nonton? Berdua?" Pandangan Bang Malik kini menunduk ke lantai, tak mau lagi menatap kami. Haikal masih tetap tak menyahut. Kakiku gemetar menanti-nanti apa yang akan terjadi. "Tidak ada yang bisa menjawab?" Bang Malik terus bertanya."Apa kamu menyukai Chaca, Kal?" todong Bang Malik menatap adik lelakinya itu. Haikal merasa serba salah, dia mengusap pelan rambutnya, belum menjawab apa pun. Aku mencoba membantu Haikal untuk menjawab."Bang, Haikal... ""Diamlah, Chaca! Abang tidak bertanya sama kamu." Ia menyela ucapanku. Saat ini Bang Malik berbicara masih dengan nada yang rendah, tapi itu terdengar makin menakutkan. Aku hanya takut kalau dia sedang mengumpulkan tenaga, lalu meledak dan habis menghajar Haikal begitu saja. Bukankah selama ini ia hanya tahu marah-marah dan sembarangan memukul orang? Haikal belum menjaw
Baca selengkapnya
Part 69
Keesokan harinya Haikal muncul pagi-pagi sekali. Dia terlihat lebih rajin. Dia bahkan membantu Bu Rini untuk mengetik jurnal hari ini. Tak lupa dia membantu Oji dan tim lainnya dari divisi coolroom untuk mengupas kulit udang, dalam jumlah yang sangat banyak. Kulirik Bang Malik senyum-senyum sendiri dari balik kantor dengan aktivitas adiknya itu. Bahkan saat istirahat makan siang, dia menggantikan tugas bu Rini untuk membuat form laporan hasil produksi hari ini, lalu langsung mengcopynya untuk dibagikan ke masing-masing divisi.Dia bahkan terlihat sangat sibuk sehingga tidak punya kesempatan untuk menggangguku. Aku jadi geli sendiri. Dia pasti melakukan itu untuk mengambil hati kakaknya atas kejadian semalam. Mungkin dia juga sudah paham, dengan bersikap baik dan manja, hati Bang Malik akan cepat luluh dan mudah memaafkan."Nih, makan!" Aku meletakkan kotak makan di meja kerjanya. "Pergilah, nanti Bang Malik akan marah lagi sama kamu.""Kamu yang salah, kenapa dia harus marah sama
Baca selengkapnya
Part 70
Hari yang buruk buatku. Bagaimana tidak, jadwal off yang biasa aku pergunakan untuk beristirahat atau berjalan-jalan dengan sang kekasih, malah diambil alih oleh bu Sam. [Sayang, Mama minta kamu nemenin dia ke salon. Mau, kan?] Bang Malik mengirimiku pesan whatsapp dan membatalkan rencana.[Emang pembantu pada libur ya, Bang? Chaca nggak mau!] balasku. [Itung-itung ngambil hatinya Mama lho, sayang. Biar dapat restu.][Abang ikut, ya?][Maunya sih gitu. Tapi Mama nggak ngijinin.][Tuh, kan.]Dengan terpaksa aku menuruti permintaan mereka. Tak lama mobilnya tiba di depan rumah untuk menjemput. Aku menyuruhnya masuk untuk singgah barang sebentar. Dia berjalan mengelilingi sekitar ruangan. Melihat-lihat rumah yang selama ini aku tinggali. Aira keluar dari kamar, memperkenalkan diri sebagai pemilik rumah. Bu Sam terlihat biasa saja, tidak terlalu ramah, namun juga tidak terlalu cuek. Mungkin tahu diri, karena ini rumah orang. Aku berpamitan kepada Aira dan menyuruhnya untuk beristirah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status