Menikah dengan seorang pria tampan, kaya raya, dan sopan, ternyata bukanlah jaminan kebahagiaan untuk Arini .Terlebih, sang suami semakin posesif dan melarangnya keluar rumah. Akankah Arini bertahan atau justru menjadi curiga bila suaminya itu mungkin saja menyembunyikan rahasia darinya?
View MoreBi Lastri tertawa terpingkal-pingkal, mungkin karena mendengar ucapanku. Memang terus terang saja kalau aku kurang healing, kurang refreshing. Bayangkan saja, dikurung di rumah tanpa boleh pergi ke mana pun, siapa yang akan betah? Bersyukur aku memang tipe orang yang tidak suka keluyuran. Namun meskipun begitu, kadangkala aku juga merasa bosan. Wajar, bukan? “Mbak Arini memang lucu. Pantas saja kalau bapak gemas dan cemburu. Kalau Mbak Arini dibiarkan keluar sendirian tanpa pengawasan, pasti digodain banyak laki-laki, mulai hidung polos sampai hidung belang.”“Sekarang Bibi yang lucu,” balas ku sembari tersenyum lebar. “Sudah, Bi, saya mau ke kamar. Semoga saja pizza itu benar-benar dari Mas Andra,” pamitku untuk yang kedua kalinya. “Semoga saja, Mbak.”Aku melanjutkan langkahku menuju kamar. Baru saja sampai di depan pintu, tampak Mas Andra keluar dari ruang kerjanya lalu berjalan ke arahku. Dia tersenyum manis sekali. “Habis makan ya, Sayang?” tanya Mas Andra setelah berdiri tep
Aku tersenyum melihat foto yang dikirim Mas Andra. Dia duduk berhadapan dengan Dika, di salah satu restoran Jepang ternama. Ternyata Mas Andra menyetujui permintaanku.Kukirim pesan ucapan terima kasih dengan emoticon love yang entah berapa jumlahnya, mungkin dua puluhan. Dan Mas Andra membalasnya dengan emoticon ketawa. Ish, menyebalkan! Untung cinta.Aku berjalan keluar kamar lalu menuju ruang makan. Perutku mulai meronta, protes minta diisi. Pantas saja, sekarang sudah pukul sebelas siang dan aku memang belum makan apa pun dari pagi, hanya segelas susu setelah sholat subuh. Hampir setiap hari aku tidur lagi setelah sholat subuh, karena lelah semalaman melayani Mas Andra. Ingin menolak tapi aku juga tidak ingin dia nanti selingkuh. Apalagi godaan wanita lain di luar sana selalu mengintai bagi pria tampan dan mapan seperti suamiku itu."Bi Lastri masak apa?" tanyaku pada Bi Lastri yang baru saja menyajikan masakannya di atas meja. Baunya sangat menggugah selera."Saya masak capcay sa
Mas Andra beranjak berdiri lalu duduk di sampingku. Dia lalu menepuk pahanya, sebagai isyarat agar aku duduk di pangkuannya. Karena penasaran, aku pun menuruti permintaannya."Bukan anakku, Sayang, tapi anak dia dengan suaminya. Setelah kami bercerai, dia menikah dengan selingkuhannya. Satu tahun kemudian, nggak sengaja aku bertemu dan perutnya sudah buncit."Aku merasa lega mendengar jawabannya. Setidaknya Mas Andra tidak ada urusan lagi dengan Melisa. "Lalu?" Aku penasaran dengan kelanjutan cerita tentang Melisa dan anaknya. Mas Andra pasti punya alasan yang kuat kenapa dia membantu mantan istrinya."Lalu apa?" Mas Andra bertanya sambil terkekeh. Aku tahu dia tak ingin lagi membahas tentang mantan istrinya. Namun, aku tak mau menyerah begitu saja."Lalu kenapa Mas memberikan sembako dan uang. Apa alasannya, Mas? Bukankah dia punya suami? Kalau orang yang nggak tahu, pasti dikira Mas masih cinta sama dia. Aku juga nggak menyalahkan Melisa jika dia sampai berpikiran seperti itu."Ma
"Anu, Pak ... tadi di pasar ponsel saya jatuh, terus tiba-tiba saja waktu saya cari, Bu Melisa datang mengembalikan ponsel saya. Sumpah demi Allah, Pak, saya tidak memberi nomornya Mbak Arini pada Bu Melisa. Bapak harus percaya sama saya."Akhirnya Bi Lastri menceritakan apa yang dialaminya sewaktu di pasar dengan terbata-bata. Aku yang sudah mendengarnya, berusaha membela Bi Lastri. Aku yakin Bi Lastri tidak bersalah."Mas, aku yakin Bi Lastri tidak berbohong. Ayolah, Mas sendiri tahu bagaimana pengabdian Bibi selama ini. Apalagi Mas juga sudah mengenal Bibi selama sepuluh tahun."Mas Andra menghela napas panjang kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Dia lalu mengecup puncak kepalaku sebelum meninggalkan kami. Sepertinya Mas Andra masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia hanya mendengarkan tanpa membalas penjelasan Bi Lastri."Tenang ya, Bi, Insya Allah Mas Andra percaya sama Bibi. Sepertinya dia sudah nggak marah, nanti aku akan mencoba membujuknya lagi. Aku juga nggak mau kalau Bibi
Aku belum membalas pesannya tapi Melisa sudah meneleponku. Sepertinya dia tipe wanita yang tak sabar. Karena penasaran, aku pun segera menjawab panggilan teleponnya."Assalamu'alaikum."Sudah kebiasaanku mengucap salam terlebih dahulu saat menelepon atau menjawab panggilan. Kecuali kalau sedang marah dengan Mas Andra, aku akan diam saja sampai Mas Andra mengulang salamnya tiga kali. Meskipun sering membuat jengkel tapi Mas Andra begitu baik dan sabar."Wa'alaikumussalaam ... kamu Arini?"Seorang wanita menjawab salamku. Suaranya terdengar serak-serak basah. Aku membayangkan Melisa pasti cantik dengan body ramping dan seksi, sangat serasi jika berdampingan dengan Mas Andra yang berbadan tinggi tegap dan perkasa.Ah, membayangkan keperkasaannya, aku tiba-tiba membayangkan Mas Andra yang sedang bercinta dengan Melisa. Astaghfirullah ... kenapa pikiranku oleng begini?Segera kutepis bayangan itu. Apalagi terdengar suara Melisa yang mengulangi pertanyaannya."Hei, kamu Arini, bukan?""Iya,
Setelah pulang dari mall, aku mengurung diri di kamar. Seharian aku menangis, tanpa mau makan dan minum. Pertemuanku dengan Dika, ternyata menjadi masalah. Mas Andra juga langsung mengajakku pulang dan rencana jalan-jalan pun gagal."Sayang, ayo makan dulu. Dari tadi siang kamu belum makan."Mas Andra kembali merayuku tanpa rasa bersalah sedikit pun. Bahkan dia sama sekali tidak mengucapkan kata maaf. Aku sangat kesal dengan sikap posesifnya, yang semakin hari semakin membuatku tertekan."Sayang, kamu masih marah?" Mas Andra membelai lembut rambutku lalu mengecup puncak kepalaku berulang-ulang. Tangisku sudah berhenti tapi aku masih diam di kamar. Aku hanya beranjak untuk melakukan sholat setelah itu kembali merebahkan badan. Rasanya aku tidak ingin makan atau melakukan aktifitas apa pun. Dan dia dengan santai bertanya apa aku masih marah? Menyebalkan!"Sayang ...."Kutepis tangannya yang hendak memelukku dengan perlahan. Tenagaku mulai lemah karena lapar, apalagi sekarang sudah ma
Akhirnya aku hanya bisa percaya dengan ucapan Mas Andra. Selama ini, Mas Andra memang tak pernah bohong. Apa yang diucapkan dan juga yang diinginkannya selalu jujur. Itu yang aku tahu. Hanya saja, semua tentang masa lalunya, Mas Andra belum mau mengatakannya dengan terus terang, terlalu banyak rahasia yang dia sembunyikan."Sayang, kalau kamu mau, hari ini kamu bisa ikut denganku. Aku bertemu dengan klien bos di rumah makan cepat saji di dalam mall. Jadi setelah meeting, kita bisa jalan-jalan." Mendengar Mas Andra mengajakku keluar rumah, aku melonjak kegirangan. Aku seperti anak kecil yang diajak jalan-jalan ayahnya.Kepeluk dari belakang tubuh tegapnya yang sudah terbalut kemeja biru tua. Mas Andra sedang berdiri di depan cermin, menggulung rapi lengan bajunya sampai ke siku. Suamiku terlihat sangat macho dengan penampilannya seperti itu."Beneran, Mas?" Meskipun Mas Andra sudah mengajakku, aku masih saja tak percaya. "Iya, Sayang. Nanti akan kupilihkan tempat duduk yang tidak ja
Aku duduk termenung sambil memikirkan apa yang tadi kutemukan. Sebenarnya itu pil KB atau bukan, sih?! Aku tidak tahu pasti karena aku sama sekali tidak pernah melihatnya secara langsung. Apa selama ini beberapa merk vitamin yang diberikan Mas Andra salah satunya juga pil KB? Tidak! Kalau diperhatikan dengan teliti, aku yakin tidak pernah minum vitamin seperti itu.Atau ... apakah Mas Andra selingkuh dan itu adalah pil KB milik selingkuhannya? Tidak! Mas Andra adalah pria yang taat agama. Aku yakin dia tidak akan selingkuh. Kecuali ... menikah lagi. Itu mungkin saja.Akan tetapi, jika pil KB itu memang milik istri muda atau istri simpanan Mas Andra, aku yakin Mas Andra tidak akan seceroboh itu sampai meletakkannya di lemari pakaian kami."Mbak ....""Astaghfirullah ...."Aku terkejut mendengar suara Bi Lastri memanggilku."Maaf kalau Bibi bikin Mbak Arini kaget. Kata bapak, kalau Mbak Arini sudah makan, ponselnya disuruh aktifkan. Bapak mau nelpon."Aku mengangguk mengiakan. Aku s
Sepuluh hari berlalu. Mas Andra tadi malam sudah pulang dan langsung menuntut haknya.Setelah sholat subuh, aku kembali terlelap. Kalau sudah seperti itu, Mas Andra tidak akan membangunkanku saat dirinya berangkat kerja. Entah berapa lama aku tidur, hingga terdengar suara Bi Lastri membangunku."Mbak, bangun, Mbak ... makan dulu."Aku menggeliat, rasanya mataku masih ingin terpejam. Badanku pun terasa remuk redam. Namun, aku harus makan agar tidak sakit. Aku harus kuat. Apalagi suami perkasaku sudah di rumah."Jam berapa ini, Bi?" tanyaku sembari beringsut turun dari ranjang, berjalan perlahan lalu duduk di sofa yang ada di dalam kamar.Bi Lastri merapikan meja rias lalu melepaskan sprei yang berantakan, kemudian menggantinya dengan sprei baru yang sudah disiapkan. Aku bahkan seperti anak balita yang dibangunkan ibunya, tanpa harus merapikan tempat tidurnya terlebih dahulu. Mungkin memang sudah menjadi jalan hidupku yang selalu dimanja, semenjak bayi sampai menikah. "Sudah jam sebe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.