Semua Bab Istri Penebus Dosa: Bab 81 - Bab 90
113 Bab
Nama yang Sensitif
“Kebetulan sekali kamu yang membukakan pintu. Bagaimana kabarmu?” Faisal yang melipat tangan di depan dada dan menyeringai ke arah Syera. Jemari Syera yang masih menyentuh gagang pintu gemetar tanpa bisa dicegah. Namun, sepersekian detik kemudian ekspresinya berubah. Ketakutannya berganti dengan sorot tajam dan tangan mengepal. Bak siap memberikan bogem mentah, Meski sudah jelas ia tidak akan melakukan itu. Syera tak menyangka jika tamu yang datang pagi-pagi begini adalah sosok yang sangat ia hindari. Sebelum kejadian di pesta itu terjadi, dirinya pasti akan menyambut kedatangan Faisal dengan senang hati. Namun, ia tidak akan beramah tamah lagi dengan seseorang yang tidur andil menghancurkan hidupnya. “Apa lagi yang Anda inginkan?!” desis Syera penuh penekanan. Namun, ia masih menjaga nada bicaranya agar tidak terdengar oleh orang lain. Faisal terkekeh pelan. “Santai saja. Saya tidak akan melakukan kejahatan di sini. Dan urusan saya dengan suamimu, bukan denganmu. Bisa kamu pa
Baca selengkapnya
Diam-Diam Tahu Segalanya
“Bukannya tadi Mas bilang kita akan makan di luar? Kenapa malah ke sini?” sembur Syera spontan dengan alis menukik. “Aku mau pulang saja. Kalau Mas mau masuk ke sana, silakan. Aku bisa pulang naik taksi.”Syera merasa dibohongi oleh suaminya. Kalau tahu lelaki itu akan mengajaknya ke tempat ini, lebih baik ia tidak perlu ikut. Bukan karena dirinya takut bertemu Faisal atau Viandra. Tetapi, baginya mendatangi acara keluarga itu hanyalah membuang waktu. Sejak awal Syera sudah heran karena Tama malah menitipkan Elvina pada Utari bukannya mengajak bocah itu ikut serta. Padahal, biasanya Elvina selalu diajak jika mereka makan malam di luar. Ternyata Tama memang bukan mengajaknya makan di luar. Tama langsung menarik tangan Syera yang hendak membuka pintu mobil.“Tunggu dulu. Kamu tidak boleh pergi sendirian. Apa kamu tidak ingat apa yang terjadi beberapa hari lalu? Aku berjanji kita tidak akan lama-lama di sini.”Syera berdecak kesal. Justru berada di sini malah semakin berbahaya. Ini
Baca selengkapnya
Hanya Karena Rasa Bersalah
Darah yang masih saja mengalir dari tangan Tama membuat Syera tak berhenti gemetar di tempat duduknya. Ia hampir menangis melihat suaminya terluka karena menyelamatkannya. Wanita itu bersikukuh ingin Tama dibawa ke rumah sakit, namun sang suami malah menolak dengan dalih ini hanya luka kecil. Tangan Tama memang hanya mengalami lecet karena terkena pecahan gelas yang Faisal lemparkan tadi. Namun, darah lelaki itu masih saja keluar padahal Syera sudah berusaha membersihkan dan menghentikan pendarahannya. “Mas, lebih baik kita ke rumah sakit sekarang, darahnya banyak sekali. Aku yakin lukanya pasti cukup dalam.” Syera kembali melontarkan permohonan dengan suara memelas dan mata berkaca-kaca. “Aku baik-baik saja. Biarkan aku saja yang mengobati luka ini, nanti juga darahnya akan berhenti sendiri “ Tama hendak mengambil kapas alkohol di tangan Syera, namun langsung dicegah oleh sang empunya. Meskipun dengan tangan sedikit gemetar, Syera tetap memaksakan mengobati Tama. Lelaki itu t
Baca selengkapnya
Marah dan Rindu yang Bersatu
Syera terduduk di kursi dengan isak tangis tertahan. Sedangkan Tama langsung pergi setelah mengatakan kalimat menusuk itu. Padahal ini yang dirinya inginkan, tetapi ketika lelaki itu yang mengatakannya, entah kenapa terasa sangat menyakitkan. Syera membiarkan tangisnya terus bercucuran hingga ia merasa puas. Nyatanya, hingga air lelehan air matanya kembali mengering pun, sesak yang membelenggu dadanya tak kunjung berkurang. Membayangkan harus pergi setelah melahirkan darah dagingnya sendiri membuat hatinya tersayat-sayat. Wanita itu memilih tidak melanjutkan kegiatan masaknya yang belum rampung. Keinginannya untuk melanjutkan kegiatannya telah sirna. Ia pun belum berminat untuk mengisi perutnya yang mendadak terasa kenyang. “Nyonya, biar saya saja yang membersihkan pecahan gelasnya.” Ketika Syera hendak berjongkok dan membersihkan pecahan gelas yang Tama lempar tadi, seorang pelayan tiba-tiba mencegah. “Tuan mengatakan lebih Anda kembali ke kamar. Sarapan Anda akan diantarkan.” Pel
Baca selengkapnya
Seperti Wanita Bayaran
Syera mengerang kesakitan sembari mencengkram lengan suaminya. Air matanya sudah bercucuran dengan isakan yang semakin lama semakin kuat. Namun, sang suami yang tampaknya sudah tertidur nyenyak tak menyadari hal itu. Sedari tadi Syera tak bisa tidur. Perutnya sudah tidak nyaman sejak beberapa jam lalu. Tadinya ia hanya mengabaikan dan menganggap sakit itu akan menghilang dengan sendirinya. Namun, bukannya berkurang, nyeri itu malah semakin terasa. “M-mas bangun!” Syera sengaja mencengkram lengan sang suami lebih kuat dan berharap lelaki itu segera bangun. “Mas, kumohon bangun!” Isak tangis Syera mulai mengusik tidur Tama dan membuat lelaki itu sontak terbangun. Kantuknya langsung menghilang seketika melihat sang istri yang sedang kesakitan. Lelaki itu nyaris melompat dari ranjang karena terkejut. “Kamu kenapa? Apa kamu akan melahirkan sekarang?” tanya Tama dengan kepanikan yang sangat ketara dari suaranya. Ekspresi datar dan tenang yang biasanya selalu menghiasi wajah lelaki itu me
Baca selengkapnya
Mas Ingin Aku Pergi?
Sisa tenaga yang berusaha kumpulkan sejak tadi langsung lenyap tak berbekas. Jika tak berpegangan pada gagang pintu, mungkin tubuhnya yang lemas telah meluruh ke lantai. Air matanya langsung meluncur tanpa bisa dicegah. Tak apa ia diminta pergi setelah ini, akan tetapi didinya tidak mau disamakan dengan wanita bayaran. Syera sempat berharap Tama akan melupakan sejenak tentang pengusirannya. Namun, ternyata malah Rebecca yang mengingatkan lelaki itu. Jika sudah begitu, bisa dipastikan setelah ini dirinya akan benar-benar diusir. Sepersekian detik berikutnya Syera langsung menghapus air mata yang membasahi wajahnya. Dengan segenap keberanian yang dimilikinya, wanita itu memberanikan diri membuka pintu ruang perawatannya. Namun, langkahnya langsung dihalangi oleh dua penjaga yang berdiri di depan ruangan tersebut. “Nyonya, lebih baik Anda beristirahat di dalam. Tuan Tama akan marah besar jika tahu Anda keluar tanpa izinnya,” tutur salah satu dari penjaga itu. “Jika Anda membutuhkan
Baca selengkapnya
Kamu Mau Dimadu?
Tama bangkit dari posisinya dan melangkah mendekati Syera dengan tatapan penuh perhitungan. “Kenapa kamu menanyakan pendapatku? Kalau aku sependapat dengan Mama memangnya kamu mau pergi sekarang, hm?”“Aku hanya bertanya. Mas tinggal menjawab, bukan malah balik bertanya. Aku sedang serius, Mas!” balas Syera setengah menggerutu. Ia lupa kalau suaminya itu selalu saja membalikkan pertanyaannya dalam hal apa pun. Tama menarik kursi di samping brankar sang istri dan duduk di sana. “Aku juga serius. Kamu pikir aku sedang bergurau? Sebegitu besarnya keinginanmu pergi dariku?” tanya lelaki itu dengan sebelah alis terangkat. Syera mengerutkan keningnya, tak mengerti mengapa Tama malah menanyakan hal itu. Padahal lelaki itu juga tidak membutuhkan keberadaannya. Sejak awal memang begitu. Tama hanya menjadikannya tawanan, bukan istri yang sesungguhnya. “Siapa tahu keberadaanku menghalangi hubungan Mas dan orang lain. Padahal sebenarnya tidak apa-apa kalau Mas ingin berhubungan dengan wani
Baca selengkapnya
Lepas Kendali
“Tuan, Nyonya Bianca dan Tuan Pandu sudah menunggu Anda di ruang tamu,” tutur seorang pelayan yang berdiri di depan pintu kamar Tama dan Syera. “Katakan pada mereka aku akan turun sebentar lagi,” jawab Tama datar. Sang pelayan langsung mengangguk dan pamit pergi. Setelah sosok pelayan itu tak terlihat lagi, Tama malah kembali mengecupi leher belakang Syera alih-alih langsung beranjak pergi. Melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda karena kedatangan pelayan itu. “Mas! Orang tua Nyonya Kirana sudah menunggu di bawah. Sangat tidak sopan kalau kita membiarkan tamu menunggu terlalu lama,” protes Syera yang berusaha melepaskan diri dari pelukan Tama. Meski tidak menyakitkan, namun memhuatnyai kesulitan bergerak. Syera spontan menghela napas lega setelah Tama melepaskan dirinya. Ia bersingkut mundur dengan ekspresi cemberut. Dirinya sedang dalam kondisi seperti ini dan suaminya itu malah sengaja bermain-main dengannya. “Sayang sekali aku tidak bisa menyentuhmu.” Tama berdecak p
Baca selengkapnya
Biarkan Aku Melayanimu
“Selamat pagi, Sayang. Sudah puas menatap wajahku?” sapa Tama dengan suara serak. Kedua matanya masih terpejam, namun menyadari jika sang istri sedang memandangi wajahnya. “Terima kasih untuk yang semalam. Aku baru tahu kamu bisa melakukannya. Lain kali, kita ulang lagi ya?” Syera spontan mengalihkan pandangan dengan wajah merah padam. Selain karena godaan yang lelaki itu lontarkan, hatinya berdebar kencang karena panggilan lelaki itu. Panggilan yang asing baginya, tetapi membuat hatinya menghangat. Syera pikir Tama akan menggunakan panggilan seperti itu lagi padanya. Atau mungkin ini hanya karena apa yang ia lakukan semalam. Di luar itu, tak mungkin suaminya menyematkan panggilan seperti itu padanya. “Tidak ada lain, Mas! Semalam aku hanya kasihan. Memangnya Mas mau aku kasihani terus?” sahut Syera setengah menyindir. Ia sengaja membuat suaminya kesal agar lelaki itu tidak terus-terusan menggodanya. Tama langsung membuka mata, namun ekspresinya tak menunjukkan kemarahan sama sekal
Baca selengkapnya
Lebih Tertarik Memakanmu
“Apa boleh saya menganggap kamu seperti putri saya sendiri?” tanya Bianca tiba-tiba. Sepersekian detik kemudian wanita paruh baya itu malah terkekeh. “Maaf, saya lupa. Kamu pasti masih membenci saya. Abaikan saja permintaan saya tadi.”Syera yang menimang putranya yang baru saja terlelap spontan menoleh. Ia terkejut bukan main mendengar permintaan Bianca. Semenjak meminta maaf padanya tempo hari, wanita paruh baya itu menunjukkan perubahan sikap yang signifikan. Dalam sekejap, Bianca yang semula begitu membencinya hingga mengatai dirinya ‘murahan’ menjadi sangat baik padanya. Bahkan, ketika dirinya sakit waktu itu, Bianca benar-benar menemani dan membawakan makanan yang membuatnya lebih cepat pulih. Namun, tetap saja Syera tak menyangka Bianca akan melontarkan permintaan seperti itu. Apalagi jika mengingat seberapa besar kebencian wanita paruh baya itu padanya selama ini. Mereka dapat mengobrol santai seperti ini saja tak pernah ia bayangkan sebelumnya. “Tentu saja boleh. Aku s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status